apa yang kau dapat dari web site ku ?????

Agustus 20, 2007

BETAWI Vs JAWA

 


Seorang Haji dari Betawi mengirimkan anak gadisnya ke Jogja untuk sekolah di Jogja dengan harapan anaknya menjadi sarjana dan jauh dari pergaulan liar di
Jakarta. Setelah menitipkan ke Ibu kost yang dia percayai, pulanglah dia ke Jakarta. 3 bulan kemudian, si anak gadis telpon ke Bapaknya memberitahu bahwa dia hamil 2 bulan. Marahlah si Pak Haji dan mendatangi si Ibu Kost. “Bagaimana ente …. saya beri tangunggjawab anak gadis saya, kok bisa kejadian kayak gini ..?” Jawab si Ibu Kost :” Aduh Pak, kulo mboten mangertos, seng kulo ngertos, anak ipun Pak Haji mandine dhewe, tiduri pun dhewe, belajar nang kamar dhewe,..” Sebelum si Ibu kost menyelesaikan kalimatnya, marahlah Pak Haji sejadi-jadinya “Pegimana kagak hamil, anak gue mandi di-ewe, tidur di-ewe, sampai belajar aja di-ewe !!!!!!!!!!

 

 

 

 

 

PALING HEBAT 

Dua anak kecil bertengkar mengenai ayah siapa yang lebih hebat.

Anaknya Irsan: “Papaku lebih hebat daripada papamu”

Anaknya Jimmy: “Kalo gitu, mamaku lebih hebat daripada mamamu”

Anaknya Irsan mengingat-ingat: “rasanya kamu benar, papaku selalu bilang begitu.”

 

 

 


BAJU TIDUR

Seorang kakek 70-an pergi ke pertokoan untuk membeli hadiah ulang tahun buat istrinya tercinta. Si kakek kebingungan karena seingatnya tidak ada satupun barang keperluan wanita yang belum dimiliki istrinya. Ketika si kakek melewati sebuah toko pakaian dalam, timbul keinginannya untuk membelikan baju tidur yang transparan dan seksi agar istrinya senang dan merasa muda kembali. Si kakek masuk dan disambut oleh seorang pramuniaga. “Saya ingin membeli baju tidur yang paling seksi dan paling transparan,” kata si kakek. Si pramuniaga mengangguk, mengambilkan apa yang diinginkan si kakek dan membungkusnya dengan rapi. Si kakek pun pulang dan memberikan kadonya ke istrinya. “Selamat ulang tahun. Bukalah di kamar.” Si istri membawa kadonya ke kamar dan membukanya. Dengan penuh suka cita dicobanya baju tidur transparan tersebut. Saking transparannya, seolah-olah dia tidak berbaju sama sekali. Tiba-tiba timbul ide di kepalanya untuk memberi kejutan kepada suaminya dengan tampil tanpa memakai apapun. “Sayang ke sini deh,” katanya memanggil suaminya. “Ya ampunnn* Baju begitu mahal kok nggak disetrika,” jerit sang suami kaget.

 

 

 

DARI MANA

Hari sudah malam ketika Joni kembali kerumahnya. Dilihatnya isterinya sedang berbaring di ranjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Dan ia sudah hendak naik ke ranjang, ketika pada asbak yang terletak di atas meja di sisi ranjang itu, Joni melihat sebatang cerutu yang masih menyala. “Bagus ! Bagus ! ” katanya dengan geram sembari berteriak. “Kalau kau tidak memberitahukan dari mana cerutu ini, maka akan kubunuh kau !” Tiba-tiba dari kolong ranjang terdengar suara menyahut,”Oke.. Oke… cerutu itu dari Havana !”

 


MAKAN MALAM

Ada sepasang pengantin baru yang lagi mesra-mesranya. Suatu pagi sang suami hendak berangkat kekantornya.

Suami : Ma, aku pergi dulu!

Istri : Nggak sarapan dulu?

Suami : Nggak, aku belum lapar!

Lalu sang suami mencium bibir istrinya dengan mesra sambil berkata “ini makan pagiku!”, sang istri pun tersenyum. Karena ada sesuatu yang tertinggal, pada siang harinya sang suami balik kerumah dan bertemu istrinya lagi.

Istri : Ada apa mas koq balik kerumah?

Suami : Ada sesuatu yang tertinggal!

Istri : Nggak makan siang dulu?

Suami : Nggak, aku masih belum lapar!

Lalu dengan mesranya sang suami menghampiri istrinya dan menciumi “(.)(.)-nya” (breast) sambil berkata “ini makan siangku!” sang istri pun senang campur bahagia. Ketika sore hari menjelang malam sang suami pun pulang kerumah, dengan kagetnya ia melihat tingkah laku sang istri, lalu bertanya.

Suami : “Sedang apa kamu!?”, karena ia melihat istrinya sedang duduk diatas rice cooker yang hidup dan panas tanpa celana dalam. Dengan ungkapan yang senang sang istri menjawab.

Istri : Ngangetin makan malam, mas! ………..

 

MAHASISWI KEDOKTERAN

Ada 6 mahasiswi fakultas kedokteran yang sedang menunggu panggilan untuk ujian lisan untuk mata pelajaran penyakit dalam. Penguji terkenal seorang profesor top-killer. Mahasiswi pertama masuk dan langsung mendapat pertanyaan.

Prof.: sebutkan bagian badan yang dapat membesar sampai 7 kali !

Mahas.1 tidak berani menjawab sambil menutup mulut dan terkikik … hihi… hihi.

Prof. marah : kamu pergi dan panggil yang berikutnya !

Prof.: sebutkan bagian badan yang bisa membesar sampai 7 kali !

Mahas.II juga tidak menjawab hanya terkikik …hihi…hihi…

Sang prof tambah marah dan mengusir mahasiswi II. Sampai pada mahasiswi ke 5 jawabannya adalah sama yaitu hihi…hihi. Masuklah mahasiswi ke 6…

Prof.: Sebutkan bagian badan yang dapat membesar sampai 7 kali !

Mahasiwi 6: liver, profesor. Dia bisa 7 kali membesar kalau terkena radang.

Prof.: Bagus, untuk kamu sudah cukup. Katakan kepada teman-temanmu itu, bahwa “hihi…hihi..” hanya berkembang sampai 5 kali !!!

SUDAH TERJAWAB

Seorang wanita datang ke seorang pendeta dan berkata, “Romo, saya punya dua ekor beo betina yang pinter bicara, namun sayangnya, yang mereka omongkan cuma.. ‘hai, kami cewe gatel, mau maen engga..’ gitu romo..” “Ya..ampun.., kalau begitu kirim saja kedua beo anda itu ke rumah saya.. di rumah, saya juga punya dua beo jantan.. namun jangan khawatir, mereka selalu saya latih puja dan puji tuhan dan itulah yang selalu mereka ucapkan. pasti kedua beo betina-mu itu akan terpengaruh dan berubah bunyinya..” Begitulah,si wanita mengirimkan kedua beonya dan mereka ditempatkan dalam kandang yang sama dengan kedua beo milik si pastor. Ketika dilihat oleh si wanita, kedua beo pastur itu salah satu kaki mereka menggenggam rosario dan tidak henti-hentinya melantunkan puja puji. Dia tenang dan pergi.. Saat kedua beo milik wanita itu dimasukkan, keduanya langsung berkata. “hai, kami cewe gatel… mau maen engga..?” Salah satu beo milik pastor langsung melirik beo jantan satunya dan berkata…”Buang rosario-mu… Doa kita sudah terjawab..”

BENAR KALI (Ini ada cerita dari temen di Sipirok sana…)

Ada seorang pemuda di daerah sumatera utara sana, kebetulan sedang nonton film di bioskop di daerahnya. Salah satu adegan di film itu adalah seorang gadis bahenol yang sedang berusaha membuka bajunya….. setelah itu dilanjutkan dengan membuka kaos dalamnya…. dan tibalah pada adegan dimana gadis itu harus membuka juga BH-nya. Namun sebelum gadis itu berhasil membuka BH-nya …. Tiba-tiba ada Kereta api yang lewat dan menutupi si gadis. Setelah kereta api berlalu si gadis ternyata sudah berpakaian lengkap kembali. Kecewalah ucok, setelah beberapa saat sempat menahan detak jantungnya. Esoknya, si Ucok datang lagi, beli karcis lagi, nonton lagi film yg sama. Dan…..kecewa lagi. Tanpa kenal kata menyerah, esoknya pun dia masih nonton lagi.. sampai beberapa hari. Tukang karcis yang melihat ucok, sampai2 hapal wajah si ucok, karena penasaran maka di tanyalah ucok kita ini. “Hey Lay…. Kalo tidak salah, sudah kau tonton pilem ini berkali-kali..? Kenapa masih datang juga ? ” “Ah benar kali itu bang….., tapi aku yakin bang …..suatu saat, kereta api keparat itu pastilah terlambat ” Jawab si Ucok penuh nafsu.

 

CERITA SEKS dan KISAH NYATA

 

Kumpulan Cerita Cerita Seks Dengan Topik Seputar Dunia Seks dan Problematika Rumah Tangga dan cerita kehidupan di sekitar kita.

 

 

 

Silahkan anda klik link di samping kiri halaman ini untuk membaca cerita-cerita seks yang merupakan kisah nyata kehidupan kita sehari-hari.

 

 

 

Diantaranya sebuah cerita tentang kehidupan seks sebuah rumah tangga yang di ambang kehancuran, ada juga cerita tentang suami yang kerap selingkuh dengan wanita lain. Keseluruhan cerita-cerita ini adalah kisah nyata yang langsung di tuliskan oleh pelaku sendiri. walaupun beberapa cerita memang masih di ceritakan oleh pihak ketiga, hal ini semata untuk melindungi identitas penulis.

 

 

 

 

 

Selamat Menikmati !

 

 

 

 

Cerita Seks – Betina Untuk Si Bruno Yang Seksi

 

Kehidupanku bersama Beni memang membosankan, secara seksual maksudnya. Beni sebenarnya seorang yang baik dan bertanggung jawab. Semua kebutuhan rumah tangga telah dipenuhi olehnya sehingga aku tak perlu bekerja. Kenyataannya, itu justru menjadi bagian dari masalahku. Sebagai seorang wanita seksi berusia 22 tahun tanpa anak, yang menikah dengan seorang pria pekerja yang konservatif berusia 35 tahun, membuatku mempunyai sangat banyak waktu untuk berkhayal macam-macam seperti membaca novel seks berisi cerita-cerita seks, mengkhayalkan berbagai variasi dan posisi seks serta bermasturbasi ..

 

 

 

Artikel : Teknik Memperbesar Penis dan Menyembuhkan Impotensi dan Ejakulasi Dini

 

 

 

TANPA OBAT-OBATAN! TANPA EFEK SAMPING! 100% ALAMI

 

 

 

17 Tahun.com – Cerita Sex Gadis Bandung Yang Seksi

 

 

 

Situs 17tahun.com dan cerita seru adalah situs cerita sex terbesar di Indonesia yang telah ditutup oleh Pemerintah. Kedua portal cerita sex tersebut merupakan musuh di dunia maya. Didalam nya terdapat banyak cerita-cerita sex dan gambar-gambar para artis dan foto model seperti Agnes Monica, Bunga Citra Lestari, dan artis-artis seksi lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 Rani – Cerita Dari MyFirstTime

 

 

 

Nama gue Rani Mahkota Sari, tapi biasa di panggil Rani. Ortu gue kebetulan punya sebuah Mall di bilangan Menteng. Gue anak satu-satunya putri…..paling tua. Adik gue masih kecil-kecil Bo..
Gue sekolah di SMA yg paling top, negeri lagi. Gue anaknya urakan tapi gini-gini cowok-cowok pada naksir….gue loh. Bunganya anak Menteng. Sekarang gue jadi mahasiswi University di Trisakti, jurusan Ekonomi. Waktu gue di SMA dulu gue sempet pacaran sama anaknya Konglomerat dari Yogya…namanya Romi.Tapi gue pernah di perkosa…ama doi…

 

 

 

AKU HANCUR KARENA HARTA DAN KEHIDUPAN MALAM

 


Kekayaan orang tuaku yang melimpah tak membawa berkah untukku. Semua hanya kuhabiskan ke jalan yang tak berguna. aku hanya bisa menangis ketika segalanya habis kuhamburkan

 

 

 

 

 

  Vind hete vrouwen in Jakarta!

 

 

 

Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Aku satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Tak heran kalau ayah dan ibu begitu memanjakanku dengan harta. Hampir semua permintaanku dipenuhi, bahkan tak ada larangan bagiku untuk menikmati kehidupan yang serba bebas.

Enjoy di lantai disko, menikmati narkoba dan huru-haranya kehidupan kota yang glamor adalah gambaran dari hidupku selama ini.

Oh ya pembaca, sebut saja aku Meli (samaran). Ketika duduk di bangku kelas satu SMU, aku sudah mengenal dan terlibat kehidupan malam. Teman-temanku adalah anak-anak kaum borjuis semua yang serba bebas. Mereka mendewakan kebebasan sehingga nyaris tak ada lagi batasan antara baik dan buruk yang kami lakukan.

Naik kelas dua SMU, aku makin sulit terkendali. Ayah yang sibuk dengan usahanya dan ibu yang lebih memperhatikan arisan dan pertemuan tak jelasnya dengan istri-istri pengusaha, membuat segalanya berjalan tanpa hijab. Sebenarnya, sebagai remaja aku juga mulai menyadari betapa yang kujalani ini adalah sesuatu yang tak berguna sama sekali. Namun, aku tidak bisa lepas karena tak ada figur dalam keluargaku yang bisa kujadikan teladan untuk menyadarkanku. Akhirnya, tiga tahun di SMU, tiga tahun pula aku tak pernah tersirami oleh petuah – petuah agama.

Aku kemudian kuliah di salah satu universitas swasta di kota ini. Setiap langkahku hanya selalu teriringioleh hiruk pikuk kehidupan malam. Narkoba sudah menjadi konsumsi sejari-hariku. Bahkan di usia yang mulai beranjak dewasa, aku tak mampu mempertahankan keperawananku. Zul (samaran), teman dekatku merenggut semuanya. Itupun belum juga aku sadari betapa segalanya telah hancur. Aku tetap enjoy dan malah hubungan seperti itu bukan lagi sesuatu yang tabu bagiku.

Bukan hanya Zul yang mengisi malamku. Lelaki yang kuanggap layak menemaniku tidur, juga bisa menikmati tubuhku. Tak masalah bagiku, tak perlu takut hamil, karena setiap kali berhubungan, kami memang selalu siap dengan segala macam penangkal kehamilan.

Tahun 2003, ayah ekspansi dan melebarkan sayap usahanya. Inilah awal kiamat yang diderita keluargaku. Rekan bisnis ayah yang warga keturunan, membawa lari modal usaha yang telah ditanamkan ayah, jumlahnya mencapai Rp. 2 miliar. Ayah langsung ampal menerima kenyataan itu. Sebulan terbaring di rumah sakit, ia dipanggil menghadap Tuhan.

Ekonomi keluarga kami mulai goyah. Utang melilit di mana-mana, sampai-sampai rumah, mobil, dan beberapa unit usaha ayah yang dibangun berpuluh-puluh tahun, disita bank. Ibu, setelah depresi berat ditinggal ayah, kini harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Karena guncangan batin yang begitu kuat, beliau harus diisolasi di rumah sakit jiwa. Tiga bersaudara kemudian diambil oleh paman dan nenekku di Surabaya. Sementara aku tinggal bersama bibi di kota ini.

Setelah jatuh dan tak punya apa-apa, perlahan aku mulai ditinggalkan teman-temanku. Mereka tak mau lagi aku menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena dianggap sudah tak punya apa-apa lagi. Dulu saat harta begitu mudah kuhamburkan, mereka berlomba mendekatiku, bahkan memperlakukanku bak ratu.

Rupanya, mereka hanyalah teman dalam suka, namun ketika duka menderaku, mereka menjauh dan enggan melirik. Kini, penyesalan yang kurasakan. Aku baru sadar telah melakukan kesalahan besar. Kuliahku berantakan, masa depanku telah terkoyak oleh banyak lelaki dan aku bukan lagi siapa-siapa.

Sampai sekarang aku masih menetap di kota ini, berharap ada lowongan kerja yang terbuka untukku, agar aku bisa menyambung hidup. Pembaca, kisah ini kutuliskan agar tak ada yang mengalami nasib sepertiku. Sebelum bencana datang, mungkin ada baiknya sesalilah diri, agar tak terlanjur merana sepertiku. (BKM)

 

 

 

AKU JADI ‘TERDAKWA’DI KELUARGA SUAMI

 


Perjodohan kalau tidak sesuai memang selalu membuahkan sengsara. Begitu juga denganku. Aku dijodohkan dengan seorang yang tidak aku cintai. Memang sih, dari segi materi, semua kebutuhanku tercukupi. Namun, keluarga yang bahagia kan bukan cuma diukur dari materi ?

 

 

 

  Vind hete vrouwen in Jakarta!

 

 

 

Pembaca yang budiman. Aku dinikahkan saat baru selesai kuliah D3 di salah satu perguruan tinggi di Kendari. Kira – kira usiaku 20 tahun. Suamiku adalah seorang kepala personalia sebuah perusahaan swasta. Terus terang saja, aku tidak mengenal wataknya. Bayangkan, bertemu pun baru satu minggu menjelang pernikahan. Aku semula menolak, namun karena nasihat ibuku, akhirnya aku terima.

Tahun 1990 aku menikah. Setelah itu, aku diboyong oleh suamiku yang usianya sekitar 10 tahun lebih tua dariku ke rumah orang tuanya. Di sini kami merasakan pahit manisnya berumah tangga.

Oh ya, nama suamiku adalah Bahar (bukan nama sebenarnya). Sebulan setelah menikah, barulah aku mulai tahu sifat suamiku yang ternyata terlalu kekanak-kanakan. Maklum saja, dia adalah anak tunggal. Bahkan, dia tidak pernah protes ketika kedua orang tuanya ikut-ikutan dalam urusan rumah tangga kami. Sebagai orang tua, kalau ada masalah di rumah tanggaku, mereka selalu menyalahkanku aku, tanpa melihat permasalahannya. Aku acapkali jadi “terdakwa” dalam “persidangan” mereka.

Mungkin karena pada dasarnya aku tak mencintainya, aku selalu protes setelah ‘disidang’. Aku tak mau terima diperlakukan seperti itu. Sebagai suami, seharusnya Bahar lebih dewasa dariku. Masa masalah rumah tangga, sekecil apapun itu, selalu dilaporkan pada orang tuanya.

Apalagi kalau aku berbuat salah. Wah, bisa tiga hari tiga malam aku kena omelan mertua. Berbagai nasihat akan dikeluarkan mereka secara bergantian. Aku dibuatnya tak berkutik. Mulutku sudah pegal menyunggingkan senyum keramahan. Sementara dadaku bergolak karena marah.

Suatu hari aku kena ‘semprot’ lagi. Gara-garanya, aku kesal sama anakku yang menangis terus-menerus. Aku marahi dia. Tapi tidak sampai memukul. Tiba-tiba, Bahar menghampiriku. Diraihnya anakku dengan sedikit kasar. Kukira dia ikut mengomeli anak itu. Nyatanya, dia malah memarahiku.”Bukan begitu mengajari anak. Kamu ini bisa apa tidak sih mengurus anak?” katanya sembari ngeloyor pergi.

Mungkin caraku ngajari anak kurang benar, tapi seharusnya Bahar memahami aku yang capek seharian mengasuh dia. Aku marah saking lelahnya.

Dan lagi-lagi aku’diadili’. Bahar mengadukan masalah itu kepada kedua orang tuanya. Aku muak dengan mulutnya yang nyinyir. Aku minta cerai kepada Bahar, tapi dia menolak. Karena tak tahan, aku nekat kabur dari rumah membawa putriku. Kami kembali ke rumah orangtuaku, sampai sekarang. (BKM)

 

AKU TERGODA KEPERKASAAN KAKAK IPAR

 


Tak sedikitpun yang terbersik untuk menyakiti Kak Dian (samaran) kakak kandungku sendiri. Aku hanya tak kuasa melawan godaan Ferry (samaran), suaminya, sehingga kami terlibat hubungan yang begitu jauh.

 

 

 

 

 

 

Aku tinggal di rumah kak Dian setelah pembantunya memutuskan berhenti bekerja di rumah itu. Sejak itu, kak Dian kelihatan kewalahan mengurusi rumahnya, manalagi harus mengurusi suami dan kedua orang anaknya yang masih kecil. Karena itu, aku menawarkan diri untuk tinggal bersamanya. Hitung – hitung aku bisa meringankan bebannya.

Tawaranku disambut baik kak Dian, di malah sangat bersyukur aku mau tinggal bersamanya, mengurus anak-anak, dan membereskan rumah.

Aku sendiri sudah setahun lebih menganggur. Setelah lulus sarjana tahun 2003 yang lalu, aku hanya menghabiskan waktuku di rumah. Aku memang tidak pernah berusaha mencari kerja, karena aku pikir aku anak perempuan dan akhirnya akan mengurusi rumah tangga dan suami kelak. Di rumah kak Dian aku juga bisa menghibur diri. Semua fasilitas lengkap. Kala kak Dian dan suaminya berangkat kerja, aku pun bisa memanfaatkan semua yang ada di rumah. Mulai dari makanan yang serba tersedia, nonton film sampai main playstation.

Aku hanya mengurus dua anak kak Dian, itu pun tidak perlu terlalu repot, karena mereka sudah cukup besar untuk diperingatkan. Praktis pekerjaan yang berat, hanya menyiapkan makan minum untuk kak Dian dan suaminya. Setelah itu aku bisa bebas kembali. Itu sebabnya aku betah tinggal di rumah.

Setiap habis gajian, suami kak Dian Ferry selalu memberiku uang jajan. Ya, lumayan banyak untuk membeli kosmetik dan pakaian. Malah, mereka ingin agar tinggal di rumah itu saja selamanya. Meskipun katanya aku sudah menikah nanti, aku masih bisa tetap tinggal di rumah itu. Rumah kak Dian memang cukup luas untuk menampung dua keluarga. Jumlah kamar saja ada lima biuah, ditambah ruang tamu dan ruang keluarga yang sangat lapang.

Bulan ketujuh aku tinggal di rumah itu, suami kak Dian sakit. Ia mengalami patah tulang setelah mengalami patah tulang di perbatasan kota. Ferry harus istirahat selama dua bulan. Karena kak Dian sibuk kerja, aku yang harus menggantikannya mengurusi mas Ferry. Mulai dari kebutuhan makan, minum sampai ini dan itu semua aku lakukan. Maklumlah kak Dian wanita karier yang sangat sibuk. Ia baru bisa pulang pada malam hari.

Dari sinilah bencana berawal. Diam-diam, mas Ferry sering memperhatikanku. Aku sangat sadari itu, tapi aku berusaha untuk menyembunyikannya. Lama – lama mas Ferry tambah berani ia mulai memegangi tanganku dan mencoba merayuku, aku hanya diam dan berusaha menghindar, karena itu kuanggap hanya sebatas gurauan.

Suatu siang ketika aku tidur lelap di dalam kamar, tiba-tiba ada beban berat yang menindihnya. Aku sempat terperanjat kaget dan berusaha berontak, namun kekuatan itu kian dahsyat menindihku. Tak kuasa aku melawan semuanya, dan akhirnya, mas Ferry….

Sejak itulah petualangan kami bermula. Tak ada rasa lagi rasa berontak dalam diriku malah, aku jadi lupa kalau Ferry adalah kakak iparku. Kami melakoni petualangan gelap itu tanpa batas. Aku dan Ferry betul – betul merengkuh kenikmatan, tanpa pernah tercium oleh kak Dian. Sampai detik ini pun kami masih menjalaninya. Kapan mengakhirinya, aku juga tak tahu. (BKM)

 

 

 

12 Posisi Seks Ala Istana

 

 

 

12 Posisi Seks Ala Istana

Seks bukanlah rutintitas semata. Seks merupakan bagian dari seni yang membutuhkan penghayatan dan pemahaman. Kenikmatan seks akan diperoleh bila pasangan merasakan kepuasan. Untuk menghindari kejenuhan, setiap pasangan harus bisa pandai menciptakan suasana baru. Lakukan teknik dan cara permainan yang berganti-ganti. Jangan pasrah dengan posisi bermain konvensional.

Negeri Tirai Bambu adalah suatu negeri yang memiliki akar budaya yang kuat dan prinsip keharmonisan yang tinggi, sehingga dalam seni berhubungan seks pun mereka tidak hanya melihat secara fisik, namun, lebih dari itu melihat dari sisi kehidupan, seni, alam, cinta dan etika. Sehingga tak pelak lagi apabila keharusan ini kemudian menuntut suatu kemapanan dan aturan yang penuh pernik dalam melakukan hubungan seks di istana. Terutama ; Dalam cara penyambutan selir pada sang Kaisar. Sikap sayang dan mempesona. Kesopanan membuka pakaian. Tata cara mempersilakan ke ranjang. Merangsang tanpa keraguan, namun tetap lembut. Memasuki coitus dengan vitalitas. Dan pemberian penutup badan serta membersihkan sisa sanggama.

Negeri Tiongkok memiliki banyak kitap rahasia ilmu seks yang disusun pada jaman kerajaan masa lampau. Kitab-kitab tersebut berisi dari berbagai macam detail mengenai seks yang banyak diikuti pada jaman modren sekarang, detail-detail ini terperinci menjadi bagian yang saling menyatu. Juga diperkenalkan berbagai teknik dan posisi dalam berhubungan seks. Berikut 12 posisi dan teknik hubungan seks ala istana yang dapat menghindari pasangan dari kejenuhan dalam berhubungan seksual.

POSISI TELENTANG

Posisi telentang umum, juga disebut posisi “Lebah memetik sari kembang”. Posisi ini wanita telentang sementara pria harus menopang pada kedua sikut dan lututnya.Si wanita lalu menarik kedua kaki sampai lutut dan mendekati kupingnya. Posisi ini akan mengembangkan vulna serta memberikan tancapan yang dalam, sehingga akan memcapai puncak kenikmatan.

POSISI TIDUR MIRING

Praktek posisi ini, wanita harus menari kedua kakinya, sehingga pahanya berada di sudut, tegak lurus dengan badannya. Sementara posisi pria tudur menyamping tepat di belakang wanita. Variasi pada posisi ini akan memberikan kesan rileks dengan gerakan ringan. Bila pria berada disebelah kiri wanita, maka kaki kiri wanita diletakkan di atas kedua kaki pria. Posisi ini dilakukan kebanyakan untuk hubungan sesudah orgasme.

POSISI BERAYUN KAKI

Wanita duduk ditepi ranjang sambil mengayun-ayunkan kaki, sedangkan pria berdiri di depannya. Posisi ini bisa diatur sesuai selera. Kelebihan posisi ini, ketika wanita bersandar pada kedua tangan dan mendorong-dorong bagian vitalnya akan merasakan perangsangan yang nikmat. Sayangnya pada posisi ini tidak menguntungkan pria, pasalnya untuk mengalami orgasme pada posisi berdiri umumnya tidak disukai oleh pria.

POSISI KAKI DIBAHU

Posisi ini sang pria harus tegak pada kedua tangannya. Ia harus tahu pasa saat menekan. Dengan gerakan berulang akan menghasilkan gerakan pro. Tetapi sip variasi ini akan memberikan desakan pada bagian perut pria dan otot-otot panggul. Untuk mencapai puncak kenikmatan yang plus, posisi kaki wanita dapat direndahkan dengan menyilangkan kedua kakinya melalui pinggang sang pria, hingga sang wanita dapat mengunci, mempererat dekapannya menggunakan otot-otot kakinya. Dalam posisi ini juga dapat memperpanjang hubungan seks.

POSISI DUDUK DIKURSI

Permainan ini sebaiknya dilakukan didepan cermin, pasalnya bayangan akan terpantul yang menghasilkan dimensi baru pada rangsangan seks. Caranya pria duduk dikursi yang tak berlengan, sementara wanita duduk dipangkuan berhadapan. Untuk mengatur gerakannya wanita halus memeluk erat tubuh pria sekaligus mengatur gerakannya. Sedangkan tugas pria hanya membelai dan mencium mesra pasangannya. Salah satu kelebihan dalam posisi ini adalah keduanya dapat melihat reaksi masing-masing di cermin.

POSISI BERJONGKOK

Posisi ini lebih mudah dilakukan, karena pasangan yang akan bersanggama tinggal jongkok untuk saling berhadapan. Posisi jongkoknya harus sedemikian rupa agar kelamin mereka saling bertemu. Dengan gerakan yang teratur dan terarah pria kemudian menyusupkan “rudal raksasanya” ke dalam liang sanggama pasangannya.

POSISI DUDUK DILANTAI

Pria duduk di lantai menghadap wanita dengan menjulurkan kaki di bawah kursi tempat duduk wanita, Kemudian sang pria menjulurkan tangan menarik wanita dari tempat duduknya secara perlahan, sehingga jatuh sedemikian rupa. Sang wanita dapat bersandar pada kursi dan menopangkan dirinya di atas kedua tangan dan sikunya. wanita juga dapat mempertinggi dan merendahkan posisinya pada orgasme yang saling berbalasan.

POSISI DUDUK

Pasangan pria-wanita duduk saling berhadapan dan saling berpelukan dibantu dengan kaki. Gerakan dilakukan dengan sangat perlahan dan berirama, berayun ke depan dan kebelakang, sehingga menghasilkan kenikmatan. Posisi ini terbilang jenaka dan pasangan harus betul-betul serius untuk menahan lawa sebelum posisi ini berlangsung lima menit. Bila saat orgasme dalam posisi ini, sebaiknya sang pria menarik sang wanita lebih dekat, sehingga tubuhnya saling menempel.

POSISI BANTAL BAWAH PINGGUL

Letakkan bantal tepat dibawah pinggul wanita, dalam posisi sedang telentang sehingga membentuk abjad V kebawah dan keluar. Kontak seks akan menjadi maksimal. Bila ingin menambah kenikmatan maka bantalnya bisa ditarik lebih kebawah pantat, sehingga sudut V akan berubah

melengkung keatas dan kedalam. Ini akan menjadikan posisi kelamin wanita tepat berhadapan organ seks pria. Posisi ini sangat ideal untuk wanita yang agak gendut atau pria yang berukuran vital pendek.

POSISI PRIA TELENTANG

Pria melipatkan kedua kakinya pada lutut, tapi kedua ujung kakinya tetap menginjak tempat tidur, sementara wanita meletakkan tubuhnya diatas kedua paha pria dan harus menopang tubuhnya pada kedua tangan dan lutut. Setelah itu wanita berbaring menelungkup diatas tubuh pria. Pada posisi ini lebih romantis, karena wanita dapat membelai dan mencium pasangannya.

POSISI BERSILANG

Pada posisi ini pasangan yang bersanggama duduk bersama diranjang. Wanita duduk di atas kaki pria. Kaki mereka direntangkan sehingga kaki sang pria berada di bawah kaki sang wanita. Kemudian kaki wanita ditekankan ke perut pria agar “kunci pusaka menemukan lubang gerbang”. Dengan gerakan maju mundur kunci pusakanya tersebut dapat keluar masuk gerbang istana kenikmatan.

POSISI BERLAWANAN ARAH

Posisi ini paling rileks, pasalnya kepala pria berada diatas kaki wanita. Pasangan bisa saling melihat organ intim pasangannya. Gerakan posisi berlawanan arah ini dilakukan pria dengan mengencangkan dan mengendurkan punggungnya, sehingga memberi gerakan yang naik turun yang fleksibel pada wanita yang mendorong tercapainya kenikmatan yang luar biasa. Untuk mencapai kenikmatan yang lebih, wanita harus merendahkan tubuhnya ke belakang dengan perlahan-lahan sehingga ia terlentang diantara kedua kaki pria.

 

POSISI SEKS MANAKAH YANG PALING MEMUASKAN?

 

 

Banyak yang bertanya, sesungguhnya posisi manakah yang paling banyak mendatangkan kepuasan dalam berhubungan seks ? Ini merupakan suatu pertanyaan umum, sebenarnya semua posisi bercinta yang di maksud untuk mendatangkan kepuasan seks yang maksimal bagi para pelakunya. Posisi mana yang paling memuaskan, semua itu tergantung pada Anda yang melakukannya.

Banyak pria yang lebih menyukai pasangannya berada di atas, namun, para wanita kebanyakan lebih suka berada dibawah. Mereka bilang berbaling di ranjang lebih santai dan bebas menatap wajah pria yang dicintai, juga kenimaktan pendahuluan. Apalagi tanpa harus banyak usaha ( keluar tenaga ), kepuasan seks bisa tercapai.

Untuk para wanita, bila posisinya dibawah membuat mereka ;

Bisa dengan bebas memandang pasangannya. Wanita juga bisa melihat ekspresi wajah pasangan, dan merasa sangat dicintai bila ekspresinya tercapai.

Memberi rasa feminin dan erotis, dengan rambut yang terurai di bantal.

Posisi ini sangat indah secara estetika, sebab wanita tidak perlu merasa malu akan tubuhnya ( karena ketutupan tubuh pasangannya ).

Beberapa wanita mengatakan bahwa posisi di bawah membuat mereka lebih mudah mencapai orgasme kerena merasa lebih nikmat.

Variasi lainnya dalam rangka menemukan kepuasan berhubungan seks. Misalnya pada posisi misionaris ini, wanita bisa menaruh 1 atau 2 bantal di bawah pinggulnya, mencondongkan tulang panggul agar terjadi penetrasi lebih dalam, maka akan terasa suatu kenikmatan yang lain. Juga bisa dengan kedua kaki direntangkan lebih lebar, melingkari pinggang atau bahu pasangan.

Posisi yang lain merupakan posisi menahan busur, ini adalah posisi soesifik yang sangat mudah dilakukan, posisi ini memiliki ciri gerakan yang khusus, yaitu ; Tumpuann tubuh wanita, kaki kanan diangkat dan kaki kiri lurus, paha dibuka sedikit agar lebar, lelaki melakukan penetrasi diatas.

Bila sang wanita cukup bugar, boleh juga mencoba variasi yang lain. Dengan cara menarik lutut ke arah dada, lalu rentangkan sedemikian rupa sampai sang pria bisa berada di antara mereka. Dengan posisi betis berada di sisi punggung sang pria, paha Anda menahan tubuhnya, dengan posisi ini keuntungannya dapat memberikan Anda keleluasaan untuk mengendalikan permainan, menahan berat tubuh sang pria, orgasme pun akan lebih mudah tercapai.

Tetapi, yang perlu Anda perhatikan adalah, bagaimana pun posisinya, kunci permainannya adalah aliran adrenalin. Artinya, bila Anda merasa denyut nadi bertambah cepat, peluh mulai keluar, dan adrenali mengalir

lebih deras, barulah seks akan memuaskan Anda. Bila pasangan menganggap seks hanya rutinitas, posisi apa pun tak akan dapat memuaskan. Jadi pertahankan aliran deras adrenalin itu dengan menyuruh pikiran Anda tenang.

Disamping itu, sebenarnya saat berhubungan seks tidak memaku sebab pada akhirnya akan ditentukan oleh situasi dan kondisi, situasi dan kondisi ini yang tepat akan membangkitkan romantisme yang hangat, hingga membawa Anda sampai ke puncak orgasme.

 

51,5% Remaja Kota Bandung Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos

 

Majalah Gemari, Juni 2003

 

Sebuah Polling yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar berada di wilayah kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Bagaimana para mahasiswa ini menjadikan tempat kos-kosan sebagai ajang prostitusi dan atas dasar apa mereka bisa terjebak dalam budaya seks bebas?

Lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah menuntut mahasiswa sebagian memilih kos-kosan sebagai rumah kedua. Banyak hal yang positif yang didapat dari lepasnya “remaja beranjak dewasa” ini dari lingkungan keluarga menuju lingkungan yang penuh sebaya. Antara lain, mereka menjadi lebih mandiri, berani mengambil keputusan sendiri dan tidak cengeng. Namun ada sisi negatif yang mungkin kurang disadari oleh mereka, yaitu lemahnya pengawasan orang tua dan pemilik kos membuat mereka begitu mudahnya melakukan hubungan seks di dalam kamar tertutup.

Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan Sahara Indonesia selama tahun 2000-2002, tempat mereka melakukan hubungan seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%). Menyusul kemudian di rumah (30%), di rumah perempuan (27,3%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui (0,7%).

Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, banyak mahasiswa yang menjadikan kos-kosan sebagai tempat melakukan hubungan seks karena ada kecenderungan pola hubungan sosial sangat renggang antara pemilik kos dengan penghuni yang bersifat hubungan transaksional. Ini juga menyebabkan tempat kos bebas tanpa ada yang mengawasi.

Agus juga menambahkan, sebanyak 72,9 persen responden mengaku hamil. Sebanyak 91,5 persen diantaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan dukun/nonparamedik (94,8%) dan hanya 5,2% dilakukan dengan bantuan paramedic. Sementara 33,2 persen (perempuan) dan 16,8% (laki-laki)mengaku menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas itu.

Yang lebih mengenaskan , semua peserta polling mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian yang mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.

Kurangnya Pengetahuan Reproduksi

Lemahnya pengawasan orang tua, terutama dalam berkomunikasi dengan anaknya, menurut Nia R Raihanah Psi dari Biro Psikologi Salman (Bipsis) Bandung, membuat para orang tua hanya berfikir dengan mengirimkan uang yang cukup kebutuhan lain sudah tercukupi.

“Celakanya, agar tidak ketahuan pemilik kos ataupun petugas ronda kampung, peserta curhat mengaku mengakali dengan cara memasukan pasangannya sejak pukul 07.00 WIB dan baru keluar atau pulang pada pukul 21.00 malam,” cetus Nia.

Karena itu, Nia menilai, berdasar penelitian itu, maka pendidikan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk diberikan kepada kalangan pra-remaja. “para mahasiswa terutama yang berasal dari luar kota juga perlu diberikan pendidikan seperti itu. Kalaupun para mahasiswa sudah berani bertanggung jawab dengan segala resikonya,” tutr Nia.

Nia juga merasa kecewa dengan aktivitas mahasiswa era sekarang. “saat ini mahasiswa cenderung hanya kuliah, belajar dan pacaran, tanpa ada kegiatan lain yang bersifat positif. Itu yang menyebabkan tingginya kasus seperti ini (free sex),” katanya.

 

 

 

 

 

 

 

[umum]Baby sitterku sayang


Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh Aponk, yang memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di rumahnya. Aponk membawa 4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang sedang menonton, waktu itu usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.

Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di dalam VCD porno yang kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat dan tidak ketahuan oleh keempat temanku.
“Maaf yah, gue mau ke belakang dulu…”
“Ya… ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah”, jawab keempat temanku.
“Ya, nanti kututup rapat”, jawabku.
Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Hmm.. hmmm, Mas Ton”, Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi berdirinya.
Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?” tanyaku keheranan.
Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal yang tadi kutonton di VCD porno.

Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah terhadap Mbak Marni.
“Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala.”
“Hmm.. hmmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny”, jawabnya.
“Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny”, ancamku, sembari aku pergi turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di lantai atas.
Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, “Mbak Marni, kamu ngintipin saya dan teman-teman itu maksudnya apa?” tanyaku.
“Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny.”
“Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas”, tanyaku dan memang Mbak Marni ke atas tanpa membawa minuman.
“Hmmm.. Hmmm..” ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.

Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari olehnya, aku melihat dan membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku memberanikan diri untuk melakukan permainan yang telah kutonton tadi.

“Sini Mbak”
“Lebih dekat lagi”
“Lebih dekat lagi dong..”
Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku, terasa payudaranya yang ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga Mbak Marni berada di selangkanganku.

“Mas Tonny mau apa”, tanyanya.
“Mas, mau diapain Mbak”, tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk didekatkan ke selangkanganku.
“Udah, jangan banyak tanya”, jawabku sembari aku melingkari kakiku ke pinggulnya yang seksi.
“Jangan Mas.. jangan Mas Tonny”, pintanya untuk menghentikanku membuka kancing baju baby sitterku.
“Jangan Mas Ton, jangan.. jangan..” tolaknya tanpa menampik tanganku yang membuka satu persatu kancing bajunya.

Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku, putih mulus dan mancung terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara Mbak Marni dengan kedua tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerah-merahan.

“Jangan.. jangaaan Mas Tonny”
“Akh.. akh… jangaaan, jangan Mas”
“Akh.. akh.. akh”
“Jangan.. Mas Tonnn”

Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting susunya yang belum pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun. Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang ranum ke dalam mulutku sehingga terasa sesak dan penuh mulutku. “Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan ber..” tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting susunya dengan gigiku, kugigit pelan-pelan. “Ohk.. ohk.. ohk..” desahan nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang tangan Mbak Marni untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi aba-aba, Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok dari ujung kemaluanku sampai pangkal kemaluan.

“Okh.. okh.. Mbak.. Mbaaak”
“Terusss.. sss.. Mbak”
“Masss.. Masss.. Tonnny, saya tidak kuat lagi”
Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni tiduran di bawah meja makan. Mbak Marni telentang di lantai dengan payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan untuk meraba selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan kuraba-raba, aku merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku merasakan adanya bulu-bulu halus yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.

“Mbak, dibuka yah celananya.” Mbak Marni hanya mengangguk dua kali. Sebelum kubuka, aku mencoba memasukkan telunjukku ke dalam liang kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan kugerakkan telunjukku seperti aku memanggil anjingku.

“Shs.. shss.. sh”
“Cepat dibuka”, pinta Mbak Marni.
Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat kemaluannya yang masih orisinil dan belum terjamah serta bulu-bulu yang teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang kutonton dan kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan lidahnku di sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku dan kuberanikan lidahku untuk memainkan bagian dalam liang kewanitaannya. Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.

“Masssh.. Masss..”
“Mbak mau kellluaaar…”
Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan “keluar”, tetapi aku semakin giat memainkan daging tumbuh tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku, kulihat liang kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan liang kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan kuarahkan batang kemaluanku ke lubang senggamanya, karena sejak tadi kemaluanku tegang. “Slepp.. slepp” Aku merasakan kehangatan luar biasa di kepala kemaluanku.

“Mass.. Masss pellannn donggg..” Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang surganya. “Sleep.. sleep” dan, “Heck.. heck”, suara Mbak Marni tertahan saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaannya. “Mass.. Masss.. pelaaan..” Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. “Heck.. heck.. heck.. tolong.. tolllong Mass pelan-pelan” tak lama kemudian, “Mas Tonnny, Mbaaak keluaaar laaagi” Bersamaan dengan itu kurasakan desakan yang hebat dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan Mbak Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga agak tersengal-sengal, tak lama kemudian, “Croot.. crooot” spermaku masuk ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.

 

Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni lemas di sampingku. Dalam keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya. Dengan sigap Mbak Marni menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai habis ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa kusadari teman-temanku teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu aku keluar tadi. “Tonnny.. tolong bukain dong, pintunya” Maka cepat-cepat kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan aku naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas mamaku pulang naik taksi. Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh mamaku lalu kusuruh pulang.

Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu papa pulang. Aku ke kamar Mbak Marni untuk meminta maaf, atas perlakuanku yang telah merenggut keperawanannya.
“Mbak, maafin Tonny yah!”
“Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok”
“Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir tetangga”, jawab Mbak Marni. Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang merawatku semenjak usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main berdiri, main di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni bersedia melakukannya.

Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku dan aku ingat waktu itu aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku, karena hubunganku dengan Mbak Marni yang cantik wajahnya dan putih kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.

Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum mendapatkan wanita yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca, sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku sebagai salah satu pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku tersayang dan bagaimana kabarnya Tonny kecilku.

TAMAT

[umum]Basketball girl


Hi, Kembali aku akan menceritakan pengalamanku di sekolahku. Mungkin Anda sudah melihat cerita SCHOOL LOVERS milikku. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku yang tak kalah menarik dengan cerita itu. Namaku Alex. Aku sekolah di salah satu SMU terkemuka di Semarang.

Dua bulan setelah aku menikmati threesome-ku bersama Fanny dan Christina, aku menambah lagi daftar cewek yang pernah bercinta denganku. Ketika itu, sekolahku sedang mengikuti persiapan untuk lomba basket HEXOS Cup. Sebagai pemain inti tentu saja aku mengikuti program latihan yang diberikan oleh pelatih. Kami diharuskan menginap di sekolah untuk suatu latihan. Yah, terpaksa aku menginap juga di sekolah. Ternyata yang menginap tidak hanya tim basket putra tetapi juga tim basket putri. Dalam hati aku bersorak gembira karena di tim basket putri di sekolahku terdapat banyak cewek cantik. Apalagi pakaian tim cewek memang sangat sexy. Memang mereka bisa main basket, cuma yang bisa bermain bagus hanya satu atau dua orang saja. Aku datang ke sekolah pukul 16:00 WIB. Setelah menaruh tasku di kelas, aku segera bergabung dengan teman-temanku.

Saat itu langit masih agak terang, sehingga aku masih bisa bermain di lapangan basket yang outdoor. Latihan berjalan seperti biasa. Pemanasan, latihan lay-up dan permainan. Seperti biasa, putra dan putri dicampur. Jadi di satu tim terdapat 3 cowok dan 2 cewek. Aku main seperti biasa tidak terlalu ngotot. Saat itu tim lawan sedang menekan timku. Vinna sedang melakukan jump shoot, aku berusaha menghalanginya dengan melakukan blocking. Namun usahaku gagal, tanganku justru menyentuh bagian terlarangnya. Aku benar-benar tidak bermaksud menyentuh dadanya. Memang dadanya tidak terlalu besar namun setelah menyentuhnya kurasakan payudaranya sangat kenyal. Lalu aku meminta maaf kepadanya. Vinna pun menerima maafku dengan wajah agak merah. Setelah itu giliran timku melakukan serangan. Lagi-lagi aku berhadapan dengan Vinna. Aku berusaha menerobos defend dari Vinna. Namun tak sengaja aku menjatuhkan Vinna dan aku dikenai personal foul. Aku mencoba membantu Vinna berdiri. Kulihat kakinya berdarah, lalu kutawarkan untuk mengantarkannya membesihkan luka itu. Vinna pun menerima ajakanku. Kami pun berjalan menuju ke ruang guru yang jaraknya memang agak jauh dengan lapangan basket. Vinna berjalan tertatih-tatih, maka kubantu ia bejalan. Saat itu sekolahku sudah kosong semua, hanya tinggal kami tim basket dan karyawan sekolah.

Sesampainya di ruang guru, aku segera mengambil peralatan P3K. Kubasahi luka di paha kiri Vinna dengan perlahan. Sesekali Vinna mendesah kesakitan. Setelah kucuci lukanya, kuberi obat merah dan kuperban kakinya. Saat menangani lukanya, baru kusadari bahwa Vinna juga memiliki kaki yang menurutku sangat sexy. Kakinya sangat panjang dan mulus. Apalagi dia hanya mengenakan celana pendek. Kuarahkan pandanganku ke atas. Dadanya tidak terlalu besar, namun cukuplah bagi cewek berusia 16 tahun. Oh ya.. Vinna berusia 16 tahun, rambutnya lurus panjang sebahu, kulitnya putih mulus, dia Chinese sepertiku. Tingginya 172 cm dan beratnya kira-kira 50 kg.

Tiba-tiba kudengar erangan Vinna yang membangunkanku dari lamunanku.
“Ada apa Vin?” kutanya dia dengan lembut.
“Kakiku rasanya sakit banget.” jawabnya.
“Di mana Vin?” tanyaku dengan agak panik.
“Di sekitar lukaku..”

Kupegang daerah di sekitar lukanya dan mulai memijatnya. Penisku lama-lama bangun apalagi mendengar desahan Vinna. Tampaknya ini hanya taktik Vinna untuk mendekatiku. Aku pun tak bisa berpikir jernih lagi. Segera saja kulumat bibir Vinna yang indah itu. Vinna pun tak mencoba melepaskan diri. Ia sangat menikmati ciumanku. Perlahan, Vinna pun membalas ciumanku. Tanganku mulai merambah ke daerah dadanya. Kuraba dadanya dari luar bajunya yang basah oleh keringat. Vinna semakin terangsang. Kucoba membuka bajunya, namun aku tidak ingin buru-buru. Kuhentikan seranganku. Vinna yang sudah terangsang agak kaget dengan sikapku. Namun aku menjelaskan bahwa aku tak ingin terburu-buru dan Vinna pun dapat memahami alasanku walaupun ia merasa sangat kecewa. Kemudian aku membantunya kembali ke lapangan. Sebelum kembali ke lapangan aku mencium mulutnya sekali lagi. Kami pun berjanji untuk bertemu di ruang kelas IB setelah latihan selesai. Dalam hati aku berjanji bahwa aku harus merasakan kenikmatan tubuhnya. Sisa latihan malam itu pun kulakukan dengan separuh hati.

Setelah latihan, kami semua mandi dan beristirahat. Kesempatan bebas itulah yang kami gunakan untuk bertemu. Di ruang kelas itu kami saling mengobrol dengan bebas. Aku pun tahu bahwa Vinna belum pernah memiliki pacar sebelumnya dan kurasa dia menaruh hati padaku. Perasaanku padanya biasa-biasa saja. Namun mendapat kesempatan ini aku pun tak ingin melewatkannya. Kami pun mengobrol dengan santai. Vinna pun bermanja-manja denganku. Kepalanya disandarkan ke bahuku dan aku pun membelai rambutnya yang wangi itu. Entah siapa yang memulai, kami saling berpagutan satu sama lain. Bibirnya yang hangat telah menempel dengan bibirku. Lidah kami pun saling beradu. Kuarahkan ciumanku ke bawah. Kupagut lehernya dengan lembut sehingga Vinna mendesah. Tanganku mulai aktif melancarkan serangan ke dada Vinna. Kurasakan payudara Vinna mulai mengeras. Kusingkap T-Shirt pink miliknya dan terlihatlah payudara Vinna terbungkus Triumph 32B. Ketika aku akan melancarkan seranganku, Vinna tiba-tiba melarang. Kali ini dia yang belum siap. Rupanya ia ingin melakukannya secara utuh denganku di suatu tempat yang pantas. Aku pun memahami maksudnya. Akhirnya kami hanya berciuman saja.

Keesokan harinya, kami kembali melakukan latihan basket. Namun Vinna hanya melakukan latihan ringan saja. Pukul 13:00 kami boleh pulang ke rumah masing-masing. Kutawarkan tumpangan kepada Vinna. Aku memang membawa mobil sendiri ke sekolah. Kuantarkan ke rumahnya di sebuah jalan besar. Sesampainya di sana, aku diajaknya masuk ke rumahnya. Aku tahu bahwa Vinna tidak tinggal bersama orang tuanya. Orang tuanya terlalu sibuk mengurus bisnis mereka. Vinna memang anak orang kaya. Pertama-tama aku minta ijin memakai kamar mandinya untuk mandi sejenak. Setelah selesai, aku menunggu di kamarnya. Kamarnya cukup luas. Suasananya pun cukup enak. Aku kini mengerti mengapa Vinna tak ingin melakukannya di kelas. Vinna juga sedang mandi rupanya. Memang cewek kalau mandi itu agak lama.

Tak lama, Vinna keluar dari kamar mandi dengan mengenakan T-Shirt Hello Kitty berwarna biru muda dengan celana pendek. Lalu kami pun berbincang-bincang. Aku pun memuji kecantikannya. Setelah agak lama berbincang, kami saling memandang dan kami pun mulai berciuman. Ciuman kali ini sangat kunikmati. Kuraba dengan lembut payudara Vinna. Kemudian kubuka baju Vinna dan terlihatlah BH hitam membungkus payudara yang sangat indah. Aku termenung sejenak lalu mulai melepas pakaianku dan pakaiannya. Aku sudah telanjang sedangkan Vinna masih mengenakan pakaian dalam berwarna hitam. Kulanjutkan ciumanku di dada Vinna. Vinna melenguh perlahan menikmati perlakuanku.

Perlahan-lahan kuarahkan mulutku di antara dua belahan pahanya yang mulus. Lalu kusentuh permukaan celana dalamnya yang sexy dengan ujung lidahku. Badan Vinna seperti mengejang perlahan. Kuliarkan lidahku di celana dalamnya. Vinna pun mendesah nikmat karena lidahku mengenai klistorisnya. Kulepas BH dan CD-nya hingga tampaklah sesosok tubuh yang sangat indah dan proporsional. Tubuhnya tak kalah dibandingkan Fanny maupun Christina (baca: SCHOOL LOVERS).

Kembali aku mempermainkan buah dadanya. Buah dadanya sudah mulai menegang dan bentuknya pun menjadi sangat indah walaupun tidak besar. Kugigit-gigit lembut putingnya yang menegang keras. Kuturunkan ciumanku ke arah rambut-rambut halus yang tertata rapi di bagian bawah tubuhnya. Kucium harum khas kemaluan Vinna. Kujulurkan lidahku masuk ke dalam belahan kemaluannya dan berusaha menemukan klistorisnya. Ketika kutemukan daging kecil itu, Vinna mengeluarkan desahan-desahan yang sangat merangsang diriku. Aku semakin bergairah untuk merasakan sempitnya kemaluannya. Kemaluannya terus kulumat dengan lidahku. Tak lama kemudian, kurasakan kepalaku dijepit oleh kedua belah paha Vinna. Badan Vinna mulai mengejang, melonjak dan melengkungkan tubuhnya sesaat. Vinna telah mencapai orgasme pertamanya bersamaku. Kubiarkan ia menikmati gelombang orgasme pertamanya selama beberapa menit dengan terus memainkan lidahku dengan lembut di daerah sensitifnya. Kemudian Vinna terbaring lemas karena gelombang orgasme yang telah melandanya tadi. Ia sangat menikmati orgasme nya tadi.

 

Memahami kebutuhanku, Vinna kembali aktif. Vinna meraih batang kemaluanku dan menyentuhkan lidahnya ke kepala penisku. Kurasakan hisapannya masih malu-malu. Tapi terus kumotivasi dia dengan ucapan-ucapan kotor. Dan usahaku berhasil. Lama-lama Vinna tidak lagi merasa canggung. Hisapannya mulai membuatku mendesah. Ukuran mulut Vinna pas sekali dengan lebar penisku. Jadi kenikmatan yang kudapat sangatlah nikmat. Aku pun tak mau diam. Kuraih kedua paha Vinna dan kubenamkan kepalaku diantaranya. Sehingga kami membentuk sikap 69. Rangsangan-rangsangan yang telah menjalari tubuh kami berdua rupanya sudah semakin hebat dan tak dapat ditahan lagi. Vinna bergulir ke sampingku, memutar posisi tubuhnya sehingga kami dapat berciuman sejenak.

Aku bertanya, “Vin, aku masukkan ya?” Dengan lemah, Vinna pun menganggukkan kepala. Kubaringkan tubuhnya ke ranjang, kuangkat kedua belah tungkainya yang muluh ke bahuku. Kuarahkan kepala kemaluanku menuju ke arah kemaluannya. Lalu kumasukkan kepalanya dahulu ke dalam milik Vinna. Rupanya kemaluan Vinna sangat sempit. Tidak dapat kumasuki. Vinna mendesah kesakitan sambil melonjak ketika aku mencoba menekannya. Sebenarnya aku senang mendapat vagina yang begitu sempit. Namun aku sangat kesulitan memasukkannya. Aku sudah sangat bersusah payah melakukannya. Aku sangat berhati-hati dalam melakukannya, karena aku tak mau menyakiti Vinna. Aku merasa kasihan pada Vinna. Vinna terpaksa harus menahan gejolak nafsu dalam dirinya karena hal ini. Wajahnya terlihat sangat menderita. Terpaksa kuambil jalan pintas. Kumasukkan sekali lagi kepala kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Vinna dan kudorong sekuat tenaga, namun gagal. Justru aku kesakitan sendiri. Vinna pun menjerit kesakitan. Kucoba menenangkannya sebentar. Lalu kucoba lagi.

Setalh 5 menit akhirnya berhasil. Penisku ternyata dapat masuk seluruhnya ke dalam milik Vinna. Dapat dikatakan sangat pas. Kurasa milik Vinna sangat dalam, karena dari semua cewek yang pernah ML denganku, vaginanya tak ada yang dapat menampung milikku. Paling-paling hanya 3/4-nya. Mungkin karena Vinna itu tinggi sehingga vaginanya juga dalam.

Setelah masuk semua, kudiamkan beberapa saat agar Vinna terbiasa. Lalu penisku mulai kutekan-tekankan perlahan-lahan. Vinna masih mendesah kesakitan. Walau penisku dapat masuk semuanya tapi ini sangat terasa sempit. Lama-lama kugerakkan agak cepat. Vinna sudah dapat mengikuti permainanku. Ia sudah dapat mendesah nikmat. Klistorisnya tergesek terus oleh milikku. Setelah agak lama, kuganti posisi. Aku berada terlentang di ranjang dan Vinna berada di atasku menghadap ke arahku. Dengan posisi ini, Vinna dapat mengatur sendiri kecepatan penisku. Vinna menggerakkan sendiri pantatnya. Aku pun menaikkan pantatku saat Vinna menurunkan pantatnya. Tanganku pun berada di kedua bukit kembarnya. Sensasi ini sungguh luar biasa. Vinna sangat menikmati permainan ini. Vinna mendesah lantang dan ia bergerak semakin seru setiap kali kejantananku menghantam ujung rahimnya. Gerakan kami berdua semakin cepat dan semakin melelahkan, sampai akhirnya Vinna mengejang dan membusurkan badannya kembali. Gelombang orgasme kedua telah melandanya. Ia tampak masih berusaha meneruskan gerakan-gerakan naik turunnya untuk memperlama waktu orgasmenya yang kedua sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya yang lemas di atas tubuhku dan terdiam untuk beberapa saat. Tubuhnya bermandikan keringat. Aku menatap wajahnya yang menunjukan rasa bahagia.

Setelah memulihkan tenaga sesaat. Kembali aku melakukan permainan. Kali ini doggy style. Kubimbing ia pada posisi itu. Aku berdiri di belakangnya dan menusukkan penisku ke dalam miliknya. Kugerakkan penisku perlahan, namun lama-lama semakin cepat. Vinna berulangkali mendesah sambil mengucapkan kata-kata kotor yang tak dapat kubayangkan mampu keluar dari mulut gadis cantik seperti dia. Sampai akhirnya aku merasakan spermaku sudah mengumpul di penisku. Kukatakan padanya aku hampir orgasme. Dia pun hampir orgasme. Kupercepat laju penisku di dalam vaginanya. Kubuat agar Vinna keluar terlebih dahulu. Vinna pun meraih orgasmenya yang ketiga. Kubiarkan penisku di dalam vaginanya untuk menambah sensasi baginya, walau aku harus mati-matian menahan laju spermaku agar tidak muntah di dalam. Kemudian, kucabut penisku dan kumasukkan dalam mulutnya. Spermaku ternyata tidak mau keluar. Vinna pun berinisiatif mengulum penisku. Tak lama kemudian, spermaku muncrat di dalam mulutnya. Spermaku keluar banyak sekali. Vinna kaget, namun ia segera menelannya. Kami diam sesaat. “Vin, kamu masih kuat untuk main lagi?” tanyaku nakal. “Tentu donk..” jawabnya mesra. Vinna memang memiliki stamina yang kuat. Walaupun tubuhnya telah basah oleh peluh keringat, ia masih belum capai.

Setelah penisku kembali tegang, aku duduk dan Vinna duduk di atasku. Kumasukkan kembali penisku ke dalam vaginanya. Kali ini sudah tidak sesulit tadi walaupun masih agak rapat. Kugoyangkan pantatnya untuk meraih kenikmatan. Kugesek-gesek klistorisnya dengan penisku. Vinna kembali bergairah menyambutnya. Lalu kucoba menusukkan penisku keras-keras. Rasanya sungguh luar biasa. Vinna sangat menyukai tusukan itu. Ketika spermaku sudah mengumpul lagi, aku berganti posisi. Vinna kutidurkan terlentang lalu aku tengkurap di atasnya. Kugerakkan pantatku naik turun dengan cepat. Namun Vinna kurang menyukai posisi ini. Kuanjurkan dia untuk tengkurap di atas ranjang dan aku di atasnya. Seperti kura-kura saling menumpang. Kumasukkan penisku ke dalam liang kenikmatannya. Vinna kembali merasakan rasa puas. Kugerakkan penisku dengan cepat. Vinna akhirnya keluar juga untuk yang keempat kalinya. Aku pun mengeluarkan spermaku lagi di kedua belah dadanya. Kami pun tertidur selama beberapa jam. Ketika aku bangun, jam sudah menunjukkan pukul 19:30. Aku pun mencoba bangkit dari ranjang. Vinna pun terbangun. Saat itulah Vinna mengungkapkan perasaannya padaku. Kuterima cintanya dengan tulus. Kami pun berpacaran. Setelah 5 bulan berpacaran, kami pun putus dengan baik-baik. Tapi aku tetap menyukainya. Vin, di mana pun kamu, kalau kau membaca cerita ini. Ingatlah selalu kepadaku!

Jika ada saran, kritik dan tanggapan dari para pembaca, silakan hubungi penulis via e-mail.

TAMAT

 

[perkosaan]Perampokan aneh


Malam itu udara di kota Gudeg begitu panas. Aku merasa gerah dan gelisah. Herannya isteriku bisa langsung tertidur pulas. Mungkin ia lelah karena sudah berdagang seharian di toko grosir kami. Karena gelisah, pikiranku terbang melayang entah ke mana. Kucoba mengingat apa yang sudah terjadi selama sehari itu. Tak ada yang istimewa memang, tapi ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya dalam hati. Saat aku menyetor uang ke BCA tadi pagi, petugas teller yang biasa melayani penyetoran uangku, terus saja memandangku dan tersenyum. Ada sesuatu dalam senyumannya itu. Entah apa. Sambil terus tersenyum ia menjilati bibirnya yang bergincu merah delima itu. Karena curiga, aku lalu mengajaknya ngobrol sambil ia menghitung tumpukan uang seratusan ribu milikku.

“Mbak Sri kok senyum terus sih hari ini? Sedang senang ya? Bagi-bagi dong kesenangannya.. Ada apa toh, Mbak?” tanyaku memancingnya.
“Ah nggak pa-pa, Pak Ivan.. ‘kan jadi teller begini musti banyak senyum..” jawabnya dengan lembut.
“Oh gitu toh… eh ya, Mbak udah menikah belum? Suaminya kerja di mana?” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Udah dong Pak.. Suami saya pedagang kecil-kecilan yang membuka kios di dekat Hero Supermarket, tidak jauh dari rumah kami… Oh ya, uangnya pas Pak.. Empat puluh juta.. Dan ini bukti setorannya…” jawabnya masih dengan wajah tersenyum. Kali ini senyumnya jauh lebih genit daripada yang tadi. Melihat itu aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ah.. mungkin saja aku yang gede rasa, ia bisa saja berlaku begitu pada nasabah yang lain. Aku pun kemudian pulang dengan mazda-ku.

Memang salah satu hal yang membuatku rajin untuk menyetor dan menabung uang di BCA itu adalah para tellernya yang sebagian besar wanita. Putih, seksi dan cantik-cantik. Terkadang aku sering memperhatikan secara seksama bentuk tubuh Sri Astuti, teller yang tadi kuceritakan. Saat ia berjalan menuju mesin penghitung uang, tubuhnya begitu menggiurkan. Tingginya mungkin sekitar 165 cm, berambut lurus panjang sebahu, kulit putih mulus tanpa cacat dengan rok mini sekitar 15 cm di atas lutut. Tapi yang paling indah dan menarik adalah bulatan di dadanya itu. Bisa kutaksir ia mungkin memakai BH ukuran 38B. Begitu besar dan menantang payudaranya itu. Kejantananku serasa bergairah dan aku menjadi terangsang bila mengingat semua itu.

“Lho kok melamun, Mas..” tiba-tiba terdengar suara isteriku. Rupanya ia terbangun dan sempat melihatku seperti melongo dan tersenyum-senyum sendiri.
“Ah Jeng.. kok terbangun.. aku ora bisa tidur.. hawanya panas ya..” jawabku sekenanya.
“Masa toh, Mas? Padahal tadi pagi ‘kan hujan..” jawab isteriku sambil menguap dalam-dalam. Rupanya ia amat mengantuk.
Kutatap isteriku lekat-lekat. Wajahnya memang tak kalah cantik dibandingkan Sri Astuti. Tubuhnya pun sama-sama menggairahkan. Apalagi ia belum pernah hamil dan melahirkan. Ya, kami memang belum punya anak setelah menikah 2 tahun ini.

Tiba-tiba… “Brak…!” Sepertinya suara pintu depan rumah ditendang dan didobrak orang dengan keras. Mendengar itu hatiku langsung deg-degan. Belakangan ini lingkungan sekitar tempat tinggal kami kena giliran dirampok. Perampoknya, kata tetangga sebelah, dua orang berpakaian hitam-hitam ala ninja di Jepang dan membawa semacam golok panjang, mirip samurai rupanya. Aku langsung bangkit dari ranjang sambil membangunkan isteriku yang kelihatannya hampir tertidur lagi saat itu. Tapi terlambat… “Brak…Buk..!” Pintu kamarku telah terbuka dan masuklah dua orang manusia berpakaian ninja. Yang satu tinggi dan kekar badannya. Yang satu lagi berperawakan sedang dan tidak begitu kekar. Wajah keduanya juga ditutup dengan kain hitam. Yang terlihat hanya mata mereka yang besar, hitam dan bulat.

“Diam di tempat… Kalo tidak akan kutebas leher kalian dengan golok ini…” Yang tinggi terdengar membentak. Suaranya begitu parau dan galak. Wah.. golok keduanya memang kelihatan panjang, besar dan tajam. Aku bergidik ngeri.
“A..A..Ampun… ampun Pak.. Tolong jangan ganggu kami.. kalo mau uang silakan ambil di lemari..” kataku dengan suara gemetar sambil menunjuk lemari di sebelah ranjang kami. Isteriku pun memelukku ketakutan setengah mati.
“Jangan banyak bicara kamu.. bukan uang yang kami minta.. tapi kalian harus bisa memuaskan kami..” kata Si Tinggi sambil memberi kode anggukan kepala kepada temannya. Temannya pun mendekati dan mengacungkan golok ke leherku.
“Ayo ikut aku…” terdengar suara temannya si tinggi itu.

Sepertinya aku mengenal suara feminin ini. Tapi di mana ya. Ya betul, perampok satunya ini adalah seorang wanita! Dengan kasar ia mendorongku sambil tangannya tetap mengarahkan golok ke leherku. “Ayo jalan ke kamar sebelah..!” Perintahnya lagi. Aku bingung. Hendak diapakan aku. Lalu apa pula yang akan dilakukan si Tinggi terhadap isteriku di kamar kami. Setelah sampai di kamar sebelah, aku disuruh melakukan sesuatu yang aneh.

“Buka seluruh pakaianmu… dan naik ke ranjang itu… Jangan turun dari sana, sebelum aku suruh..!” perintahnya ketus.
“Ya.. ya… baik… baiklah…” dengan penuh ketakutan aku membuka baju dan celana tidurku lalu naik ke tempat tidur yang biasanya dipakai untuk tamu yang menginap di rumah. Aku lalu memandang perampok itu dan terheran-heran melihat apa yang sedang dilakukannya sekarang. Ia membuka seluruh pakaian ninjanya!! Ya.. aku pun dibuat kaget dan terbengong-bengong setelah melihat siapa sebenarnya perampok itu. Sri Astuti!

“Lho kok Mbak Sri… Anda…” Ia tidak membiarkan aku melanjutkan perkataanku. Goloknya keburu kembali menempel di leherku. Ia pun berkata, “Layani aku sampai puas malam ini… kalo tidak akan kusuruh suamiku di kamar tidurmu untuk memperkosa isterimu…” ancamnya. Senyum yang pagi tadi kulihat di wajahnya yang cantik sudah tidak terlihat lagi. Kini senyuman itu sudah berganti dengan mimik muka yang amat bengis. Melihat tubuh telanjangnya dengan raut wajah yang amat kejam di dekatku sekarang, mula-mula aku tidak terangsang. Namun apa yang dilakukannya kemudian menjadi lain adanya.

Dengan keras dipegangnya batang kejantananku yang masih loyo. Lalu dikocok-kocoknya pelan-pelan. Lima menit kemudian, ia pun duduk berlutut di dekat tubuhku. Diraihnya batang kejantananku dan dimasukkannya ke dalam mulutnya. Ia menghisap, mengusap, memilin dan menjilati kepala batang kejantananku dengan penuh nafsu. “Ah.. ah… ah…” aku hanya bisa mendesah dan kedua mataku terbeliak ke atas karena merasakan nikmatnya sesuatu yang seperti surga dunia. Aku mencoba merangsangnya dengan meraih buah dadanya lalu meremasnya. Begitu besar menantang dan menggairahkan. Putingnya kecoklatan dan mulai kelihatan mengeras dan tegak sekarang. Aku terus merangsangnya dengan mencoba memasukkan jari telunjuk dan jari tengahku ke liang senggamanya. Melihat apa yang kuperbuat, ia merubah posisinya. Pantatnya yang bulat dan besar dihadapkan ke wajahku sementara mulutnya terus sibuk menghisap dan menjilati senjataku yang mulai mengeras dan panjang. Siap untuk ditembakkan. Aku pun berusaha menjilati bagian sekitar klitorisnya sambil memasukkan jari telunjuk ke liang senggamanya yang beraroma semerbak itu.

Tak lama kemudian ia naik ke atas perutku. Posisinya membelakangiku. Dengan penuh nafsu ia menduduki batang kejantananku yang sudah menegang itu dan dimasukkan ke liang kewanitaannya. “Blees.. Clep.. clep.. cleep..” batang kejantananku sudah separuh masuk dan Sri Astuti terus saja naik turun seperti orang menunggang kuda pacunya. Kedua tangannya memegang payudaranya. Ia pun mendesah. “Uh.. uh.. ah.. ah…” Aku yang melihatnya menjadi terangsang berat. Kini giliranku yang mengambil peranan. Kuangkat tubuhnya dari batang kejantananku. Lalu kubuat dia menungging. Tanpa ba bi bu lagi kuarahkan batang kejantanan ke liang senggamanya dari belakang. “Bles.. cep.. bles..” Lebih dari separuh batang kejantananku masuk. Aku pun bergerak maju mundur. Sementara Sri terus saja berusaha mengimbangi permainanku. Kedua tangannya memegang ujung tempat tidur. Kedua tanganku dengan liar bergerak ke arah payudaranya. Kuremas-remas dan kupegang-pegang dengan penuh gairah. Aku juga mencium bagian punggungnya. Wah wangi sekali parfum yang dikenakannya. Tidak terasa bau keringatnya yang walaupun sudah menetes karena panasnya gairah kami.

Setelah sekitar dua puluh lima kali mengobok-obok liang senggamanya dengan batang kejantanan andalanku, aku pun kemudian membalikkan tubuhnya. Kugendong tubuhnya dalam posisi kami saling berhadapan. Batang kejantananku dengan sigap kuarahkan ke liang senggamanya. Aku menyetubuhinya sambil menggendongnya. “Ah… ah… ah… aku puas Pak Ivan… tak kusangka Bapak sanggup memuaskan saya… Tetangga Bapak semuanya tidak berguna..” erangnya sambil mendesah lagi.

Sepuluh menit kemudian kubaringkan tubuhnya ke kasur karena aku merasa ada sesuatu yang meledak-ledak hendak keluar dari tubuhku. Ya, aku hendak ejakulasi. “Ke mukaku saja Pak …” pinta Sri ketika aku hendak mengeluarkan sperma di atas perut dan dadanya. Dan “Crottt.. crottt.. crott.. crott..” Sperma putihku meluncur dari sarangnya dengan deras ke arah mulut Sri Astuti. Ia sengaja membuka mulutnya seolah-olah seperti anak kecil siap menerima minuman sirup jeruk yang manis. Yang tak kusangka, ia menelan semua spermaku yang keluar. Dan batang kejantananku pun masih terus dihisapnya lagi. Seolah-olah ia berkata siap untuk menelan sperma lagi jika batang kejantanan masih terus menyembur. Dijilatinya sisa-sisa yang ada.

Satu jam kemudian kami berempat duduk di ruang tamu. Apa yang diceritakan mereka sungguh membuat kami bingung dan terkejut. Mereka dengan sengaja mendatangi rumah-rumah nasabah Sri Astuti. Setiap malam sekitar dua rumah mereka satroni hanya untuk membuat Sri menjadi puas nafsu seksnya. Suaminya tidak mampu memuaskan karena nafsu seksnya begitu besar. Padahal Boby suaminya tidak impoten. Ia hanya kewalahan dengan nafsu seks isterinya. Setiap hari ia minta dilayani sampai tujuh kali berturut-turut. Makanya untuk mencukupkan kebutuhan seksnya itu mereka sengaja mencari orang-orang yang mereka kenal betul guna ikut membantu. Duh.. dunia rupanya sudah bejat.

Tapi aku patut bersyukur. Di samping karena apa yang selama ini kulamunkan (walau tanpa sepengetahuan isteriku) sudah terpuaskan, malam itu isteriku juga tidak diapa-apakan selama aku melayani kebutuhan si bahenol Sri Astuti.

Bila ada pembaca wanita yang ingin nafsu seksnya dipuaskan oleh saya karena di rumah merasa kurang atau suami belum punya, silahkan hubungi saya via e-mail secepatnya! Anda pasti puas. Gaya apapun yang Anda minta, pasti akan saya penuhi. Janji!

TAMAT

 

Beastiality


Hallo pembaca KASKUS, namaku Virgi, umurku 18 tahun, saat itu aku masih SMU. Aku ingin berbagi pengalamanku yang benar benar nyata. Aku mulai saja ceritanya.

Pada waktu bulan mei tahun 2005 ada liburan sekolah selama 2 minggu. Saat itu orang tuaku sedang ada acara pesta diluar kota yaitu perkimpoian teman ayahku saat SMP. Bulan Juni aku ada test Semesteran, sehingga aku tidak boleh ikut ke pesta.

Aku dirumah sendirian bersama anjing peliharaaanku namanya Bruno. Hari pertama aku dirumah sendirian perasaanku biasa biasa saja. Pada hari ke 2, saat aku bangun tidur aku rasanya males banget dirumah. Karena dirumah tidak ada seorangpun, setelah selesai mandi aku tidak menggenakan sehelai benang apapun karena aku merasa males untuk pake baju, apalagi dirumah sendirian. Nah, setelah mandi aku memberi makan anjingku, aku memanggilnya “Bruno, Bruno..” lalu dia datang menghampiriku soalnya dia tahu kalau dia akan aku beri makan, sambil menggongong dia melihat makanan yang sedang aku buatkan.

Pada saat dia jongkok entah kenapa aku melihat batang kemaluannya yang besar berwarna merah menjulur keluar dari sarungnya. Tiba tiba birahiku naik dan kutaruh makanannya di lantai, lalu aku masuk kekamarku dan mastrubasi sambil membayangkan seandainya aku berhubungan seks dengan bruno.

Pada saat aku sedang terbaring diranjang smabil meremas payudaraku, bruno datang dan menggongong meminta makan lagi, aku lalu menggambil mentega dan kembali berbaring diranjangku lagi sambil menggoleskannya di bibir vagina ku yang sudah basah. Lalu aku menyuruhnya menjilatnya, bruno pun datang dan menjilati mentega yang aku oleskan, sehingga kau klimaks.

Setelah dia selesai menjila mentega yang bercampur cairan kewanitaannku, dia ingin keluar dari kamarku, tetapi aku cepat cepat menutup pintu kamarku sehingga dia tidak bisa keluar. Lalu aku bergaya doggy style dan menarik bruno yang berbadan besar kepunggungku, aku menggesek gesekkan kemaluanku ke kemaluannya. Dia pun mengerti apa yang diinginkan majikannya, lalu dia mencoba menucukan batang kemaluannya yang besar ke vaginaku. Karena gagal masuk lalu aku membantu memasukkannya.

Setelah masuk ah…ah…ah…rasa perih karena kemaluannya yang besar bercampur geli membuatku nikamt, lalu setelah beberapa saat aku merasa ada cairan hangat yang menyembur dlam liang vaginaku. Akhirnya aku klimaks dan rasanya benar nikmat tetapi saat klimaks kemaluan bruno masih tertanam dalam kemaluanku yang basah, karena kemaluannya yang membesar seperti kacang yang besar sehngga tidak dapat keluar. Aku dan bruno bergesek gesekan pantat.

Setelah selesai aku mandi dan membersihkan tubuhku, sedangkan bruno menjilati kemaluannya yang basah karena cairannku. Saat ini aku masih sering melakukan hubungan seks dengan anjingku saat aku sendirian dirumah.

Tamat….

 

Nikmatnya Kolam Renang Ancol


Aku tinggal disuatu kompleks perumahan kelas menengah di Jakarta Timur , tidak terlampau besar , kurang lebih dihuni oleh 150 keluarga kelas menengah keatas .
Hanya beda 1 jalan dari rumah , dipojokan terdapat rumah yang sangat asri yang ditempati oleh keluarga pak Juli seorang pengusaha tanggung yang kegedean lagunya . Biarin deh dia belagu terus yang penting bokinnya cing?kutilang ( kurus tinggi langsing ) , kulitnya kuning , rambutnya hitam abis dan matanya tuh?geunit pisan .
Dikompleks diantara Bapak – bapak muda pembicaraan mengenai bokinnya Pak Juli enggak pernah kering , giliran yang rumahnya ketiban arisan Ibu-ibu kompleks pastilah sang Bapak selalu stand by dirumah .
Enggak lain enggak bukan soalnya Mbak Candra begitu namanya , terkenal kalau pakai baju paling berani , pakai rok mini baju rendah belahannya dan paling sering ngongkong duduknya .
Yang lebih gile lagi kalau dia tahu sang Bapak ada dan ngelirik doi , secara sengaja dia pamerin CD nya yang sumpah jembutnya sebagian betebaran nongol keluar dari pinggiran CD-nya .
Bulan lalu , rumah gue yang ketiban rejeki ngadain arisan , so pasti gue pura -pura repot bantuin bokin nyiapin segalanya , tau dong gue musti tampil keren abis , jeans Versace dan baju gombrong Guess sengaja gue lepas kancing atasnya , biar sexy katanya .
Bener aja , gue liat si Mbak Candra duduk dipojokan menghadap kamar kerja gue yang pintunya gue buka setengah aja .
Sambil menghadap komputer secara nyamping gue bisa melihat kearah ruang keluarga , khususnya kearah doi duduk .
Sundel banget , doi sore itu pakai rok mini hitam kontras dengan kulitnya dan pakai baju beige yang ketat , tapi bahannya alus banget . Gue masa bodo deh denger ibu – ibu berkicau yang penting gue bisa liat terus Mbak Candra yang sesekali juga ngelirik gue , kalau bertatapan gue senyum doi juga dong .
Mulailah doi buka jepitan pahanya , asli coy celana dalemnya yang krem keliatan , tengahnya keliatan item pasti karena jembutnya yang lebat , dan duile itu jembut gimana sih koq pada berurai keluar .
Tiba – tiba doi ngedipin gue , terus gue bales ngedip sambil julurin lidah , eh dia malah senyum senyum dan sambil meremin matanya seperti orang kalau lagi keasyikan di toi .
Gue makin nekad , sekarang gue ngadep kedia sambil ngangkang dan secara atarktif gue usap-usap ****** gue dari luar celana ,
terus gue kasih kode supaya dia menuju kamar mandi , belagak kencing lah .
Doi ngangguk , terus dia samperin bokin bilang mau numpang kekamar mandi .
Gue dan doi tahu banget , dikamar mandi luar masih dipakai sama ibu Agus yang gendut dan beser melulu .
? Mas , ini ibu Candra mau numpang kekamar mandi yang disini ? bini gue dengan polos ngajakin doi kekamar mandi yang ada diruang kerja gue .
? Ya nih Pak Luki , abis kamar mandinya masih lama rasanya dipakai Ibu Agus ?
? Numpang ya , abis udah enggak tahan kebanyakan minum ? biasalah doi basa-basi biar enak dikupingnya bokin .
? Silahkan Bu , tapi enggak papa khan saya nerusin kerja dikomputer , maklum Bu belum jadi pengusaha seperti Pak Juli ?
? Ah Pak Luki bisa aja ? kata doi sambil nyelonong kekamar mandi gue .
Dasar otaknya juga pinter dalam hal berselingkuh , doi buka pintu kamar mandi setengah dan bilang ? Pak Luki , ledengnya rusak ya ? ? bokin gue masih ada lagi disitu . ? Mas coba liat dulu deh , bantuin Ibu Candra , malu-maluin aja kamar mandinya ? bokin gue setengah ngomel . ? Biar dibantu sama Mas Luki ya Bu , dia yang sering pakai kamar mandi itu ? terus bokin balik lagi kekamar tengah , soalnya bokin musti tanggung jawab dong sama rakyat arisannya .
Dengan belagak males – malesan gue berdiri , eits ****** gue masih ngaceng lagi , ah cuek deh .
Mbak Candra ngelirik juga dan secara refleks doi ngeraba selangkangannya , anjir?.terang aja itu tenda celana gue makin tinggi ,
?Hayo , celananya kenapa tu? dia berbisik waktu gue masuk kekamar mandi .
?Kamu sih bikin aku horny , jadi aku yang sengsara deh , mana pakai jean lagi ? gue nekad ngomong gitu sambil ngeraba paha mulusnya . Gilanya doi bukannya marah malah bilang ? Ya , kalau dibagian itu sih belum asyik ?
? Abis yang mana dong kalau asyik ? gue masih setengah berbisik menyelusurin pahanya kearah memeknya yang bejembut gila .
? Nah yang itu baru asyik , kamu juga kalau saya gituin juga asyik lah ? gantian doi yang ngelus ****** gue dari luar sambil coba – coba buka retsleitingnya . Busyet gila juga ini perempuan , mana bau Isei Miyakenya merangsang banget .
Gue enggak tahan , ? Mbak ******* yuk ? kata gue edan-edanan . ? Ayo , kapan dong , mending berani lagi ? tangannya sekarang udah masuk kedalam jeans gue dan mulai narikin halus ****** gue .
? Eh , siapa takut apalagi kalau *******nya bareng Mbak ? gue sekarang udah berhasil masukin jari kedalam memeknya yang basah dan lembab . ? Besok ya , kekolam renang Ancol , jam 10 ?
Babi banget nih si Mbak , kenapa kekolam renang sih , emangnya gue kecebong .
Besok jam 10 kurang seperempat gue udah stand by diparkiran kolam renang Ancol , gue telepon dia dengan no yang dikasih kemarin secara rahasia .
? Mbak , aku udah sampe nih , kamu dimana ? gue rada was was juga kalau doi enggak dateng .
? Ini aku baru mau masuk Ancol , tungguin ya , ******nya udah ngaceng lagi belum ? sialan ngetest gue kali , tapi koq kedengarannya rame banget sih ada yang cekikikan dibelakangnya .
Mati gue , jangan – jangan gue mau dijebak , siapa tau dia bawa bokin gue juga .
? Kamu sama siapa sih , koq rame banget , gue jadi bisa enggak ngaceng lagi nih ?
? Janjinya gimana sih , katanya mau ML eh kamu bawa orang lain ? setengah kesel gue ngomong ditelpon .
? Pasti deh janjinya , pokoknya asyik banget kamu nantinya ? dia ngalemin gue .
Enggak sampai 10 menit , mobil Honda putihnya mendarat persis disamping mobil gue .
? Surprise , nah ketauan ya enggak ngajak – ngajak kita ? suara 2 Ce temennya Candra teriak bareng .
Waduh pucet banget gue , karena ternyata yang diajak juga tetangga gue , Mbak Rina bininya pak Joko dan Mbak Ita bininya
pak Raja . Salah tingkah abis gue . ? Eh , kaget ya , take it easy aja , khan udah kenal , asyik-asyik aja deh pak Luki , eh kalau diluar Mas Luki dong ? Mbak Ita yang mungil dan putih ( persis banget Kris Dayantie ) itu nyerocos aja membuat suasana jadi enggak tegang . ? Enggak deh kita bilangin sang istri ? si Rina yang body dan facenya seperti Dian Nitami nambahin , ya gue makin
ngerasa siep banget dong . Tapi kewaspadaan tetap dipertahankan jangan lengah man .
Setelah basa basi bentar , ? Udah ya , pokoknya enggak ada yang boleh tahu selain kita – kita ya Mas ? Rina sekarang yang
membuat gue makin PD . ? Pokoknya enjoy aja deh , kita bertiga udah kompak berat lho ? Candra tanpa sungkan ngegandeng gue
menuju loket . ? Khan gue yang janjian sama Mas Luki , elo pada jangan ngiri ya , entar juga kebagian ? .
Kepala jalan sekarang si Rina , doi pesen kamar ganti dan bilas keluarga . Sekalian pesan ban renang 2 buah yang guede banget .
Ampun , ide apalagi sih . Seolah kita sekeluarga enteng aja mereka ngajak gue masuk bareng keruang ganti dan bilas .
Denngan tenang mereka buka rok , baju dan terus BH , sialan mereka tenang aja seolah gue enggak ada disitu .
Gila aja kalau gue enggak ngaceng liat Candra , Rina dan Ita yang umurnya sekitar 30 an pada memamerkan bodynya .
? Eh , Mas Luki mau berenang atau mau nonton kita streap tease ? kata si Ita sambil buka BH putih transparantnya .
? Ya terang mau berenang dong , tapi aku maunya sih bilas dulu ah , masak langsung berenang ? gue akal – akalan supaya mereka juga mau berbulat ria , tanggung amat baru liat toket dan setengah body .
Gue buka baju dan celana , begitu tinggal CD mereka teriak bareng ? Asyik ya , udah ngaceng ?
? He eh abis kalian sih begitu merangsang dan mempesona ? kata gue sembarang siap – siap mau buka CD gue .
? Ah enggak fair nih , masak jadi aku duluan yang telanjang , barengan dong jadi aku enggak malu ?
? Hu?maunya tuh , ya Candra kamu khan yang punya ide , kamu dulu dong?mana jembutnya aduh udah pada keluar tu ?
kata si Ita sambil narikin jembutnya Candra yang nongol terus dari pinggiran CD .
? Aku sih Ta prinsip , sekali buka celana pantang kalau enggak di???
? Joss !!!!! ? Ita dan Rina seperti koor nerusin apa maunya si Candra .
? Ia deh , gue juga malu khan kalau keluar kamar ganti nanti swempaknya ada tenda mancung ?. Cari pembenaran dong .
? Bisa bubar orang dikolam nanti , elo pada mau ya gue jadi tontonan ? gue belagak memelas sambil nunjukin si Monas.
Supaya enggak kaku , gue datengin si Candra yang masih berdiri dekat gantungan baju , gue peluk doi dengan kedua tangan dibagian pantatnya , gue cium bibirnya ala French kissing , lidah saling ketemu .
? Wow , nafsu nih ya ? si Ita ngeledek . Asyik banget deh pantat si Candra yang nonggeng gue remes – remes , tempelin abis mekinya dengan ****** gue , Candra langsung horny pingggangnya digoyang yang otomatis mekinya berputar diatas ****** gue .
Sekitar 3 menit adegan itu gue pertahankan , sebenarnya gue udah nafsu banget mau langsung masukin ****** gue kememeknya
Candra yang gue yakin udah basah . Sabar cing gue musti cool dong , pasang strategi soalnya masih ada 2 nonok lain menanti .
Perlahan gue melorot , dengan tetap mata memandang dia tangan gue pindah berputar meremas perlahan toketnya yang pentilnya
relatif masih belum gede . ? Eh elo jangan ngiri , sementara belum dapat giliran elo pada meremas sendiri aja dulu ? masih sempat juga Candra ngeledek temannya yang terpana melihat gue yang sambil meremas toketnya sambil usaha jongkok depan dia , pakai gigi gue tarik perlahan CD nya . ? Enak ya Can remasannnya Mas Luki ? ? Rina bertanya tanpa arah karena gue tau dia juga tanpa
sadar meremas dan memilin pentil toketnya .
? Kita suruh buka sendiri ya ? Ita protes narik sedikit CDnya sambil tangannya ngobel memeknya sendiri .
? Sini dong sayang , tangan gue enggak sampe kalau elo pada jauh – jauh ? Gue enggak bisa ngomong panjang lagi karena Candra narik kepala gue kearah nonoknya minta dijilat , setelah CDnya melorot sampai dengkul kakinya .
Anjir?.kesampean juga gue jilatin dan rasain nonoknya Candra yang jembutnya gilaaaaaa !!!!!
Itilnya agak gembung , merah banget , gue tahu setelah berupaya keras menepis bulu jembutnya .
Sejenak ruang ganti sunyi , sambil ngejokil abis liang kenikmatannya Candra gue solider untuk pelorotin CD nya Rina dan Ita barengan , dan inilah pemandangan matanya pemirsa sekalian :
Candra , toketnya 34 bentuknya bagus banget , pentilnya agak gede kecoklatan , kulit seluruh bodynya coy kuning kencang mengkilat , bagian pantat ada sedikit selulit , jembutnya?khan udah tau elo pada en bulu keteknya idem ditto.
Yang jelas enggak rapi , serabutan menutup semua bagian memeknya mendekati puser .
Sambil ngedorong pantatnya kedepan supaya lidah gue bisa lebih dalam masuk kelobang nonoknya , dia terus mendesah ,
kaki kananya ngegesek pelan ****** gue dari luar CD , sambil usaha masuk dari samping CD .
Rina , yang gue pelorotin pakai tangan kanan , toketnya gede agak panjang seperti pepaya , kulitnya sawo matang , maklum Jawa
Solo sepertinya , bulu ketek anti cukur , serabutan disekitar susunya yang 36 . Pentilnya agak masuk kedalam .
Pahanya kencang , tinggi sekitar 170cm , jembutnya keriting rapi , diatur sekitar lobang nonoknya ( Sering berbikini kali..)
Lobang nonoknya memanjang , dibawah lipatan perut ada bekas jahitan Caesarnya .
Doi terus meremas susunya sambil liatin tangan gue yang lagi berusaha nurunin CD pinknya .
Supaya cepat , doi ikut ngebantu nurunin CDnya .
Ita , siimut , tinggi sekitar 158 lah , jembutnya paling jarang jadi bagian dalam memeknya yang merah muda gampang keliatan ,
toketnya kecil kenceng ukuran 32 , perutnya rata , paling kalem keliatannya tapi tangannya aktif terus megangin bokongnya sendiri , jangan – jangan doi paling hobby dibol dari belakang .
Ngimpi apa gue liat tetangga gue pada telanjang bulet , elo elo yang belum ada pengalaman maen sama bini orang , gue anjurin deh elo cari mereka bertiga , enggak resek , berpengalaman dan tahu penuh apa enaknya ML .
Kalau mau orgy cari yang sehati , kompak istilahnya dan enggak egoist , artinya mereka berupaya menikmati SEX sepenuhnya tanpa ada rasa sungkan , rilex dan terbuka .
Hal ini juga gue buktikan sebelumnya dengan 2 sahabat mahasiswi yang kompak , tapi ya kita harus konsider atas kebutuhan jajannya lah , jangan merki . Kurang yakin kemampuan ya modalin VIAGRA yang paling mahal Rp. 150.000 / pil 100 mg .
? Ya kamu pada mandi dulu deh dishower ? kata gue pelan , sambil menjilat sisa juicenya Candra yang ada disekitar bibir gue .
Candra enggak bereaksi , dia nuntun gue ketempat duduk , pas gue duduk dia jongkok didepan gue dan brebet dia tarik CD gue ,
dia pandangin seluruh kostruksi ****** gue , enggak pakai komentar yang basi seperti cerita bokep yang lain ,
? Aduh gede amat ******nya , atau sok ngebandingin sama ****** Co yang lain , itusih kuno , tipu?.!!! Jangan mau elo dibohongin sama yang bikin cerita , itukan cuma kebanggaan semu , yang penting gocekannya bukan gedenya , emangnya mau modal berat aja?tipuuuuu???
? Jangan kelamaan Can , langsung maenkan , tunjukan kecanggihannya , apa perlu gue nih yang terjun ? Rina sewot ngeliatin Candra yang masih memandang ****** gue sambil ngurut dari arah palkon kepangkalnya , tanpa komentar sambil tangan kirinya kasih kode enggak perlu , langsung ****** gue mulai dijilatin perlahan .
Seluruh kepala ****** gue ( helmnya ) dijilat berputar , doi tau bagian yang paling enak yaitu dibagian bawah Palkon sekitar sambungannya . Cairan bening gue dijilatin sambil matanya memandang arah mata gue , seolah butuh pengakuan atau komentar
Gue cuma bisa angkat 2 jempol , bravo go ahead Can .
Selanjutnya cepet banget lidahnya bergeser enggak berhenti menari disekitar batang ****** , begitu dikemot kedalam mulutnya yang memang sexy dia keluarin cadangan ludahnya , jadi rasanya ****** gue berenang didalam air ludah , enggak ada rasa gigi Cing , belajar dari banci Taman Lawang kali .
Gue udah seperti kura – kura yang dibalik , kaki gue kelayapan , gue tumpangin diatas pundaknya sambil kalau gue udah enggak tahan kepala si Candra gue bekep abis sama paha gue .
? Rina – Ita sini dong , gue mau nih megangin tetek dan nonok kamu ? Enggak sampai 2 kali order mereka langsung nyamperin gue dan Candra . Si Rina nyodorin susu pepayanya minta gue isap dan siimut Ita ngangkat kaki sebelah keatas bangku , berdiri disamping gue dan minta dirojok nonoknya dengan telunjuk gue yang masih bebas karena belum ada order .
Gue pegang nonoknya yang merah sudah rada becek , maklum turunan Cina , begitu telunjuk gue masuk dia yang gerakin pinggulnya maju mundur kaya lagi ******* aja gayanya .
Doi merem melek ngerasain bulu – bulu yang ada ditangan gue , tangannya ngusap pentil susu gue secara beraturan .
Bibirnya ngejilatin bagian dalam kuping gue yang rada caplang , kadang ngemut juga bagian gelambir telinga ogud , terus berbisik
supaya enggak kedengaran sama yang lain ? Mas Luki , pejunya jangan diabisin semua ya , kamu mau enggak ngerasain bokongnya Ita ? ?Busyet bener khan doi doyan dibool , buktinya begitu gue pindahin jari kelobang pantatnya udah rada longgar ,
gila kali pak Raja , doyan bener sodomi bokinnya yang imut .
Gue cuma ngangguk dan nyodorin bibir gue buat ngerasain juga ciumannya si Ita .
Wangi banget deh si Ita , bau Kenzonya makin ngerangsang gue .
Biar adil nonoknya Rina yang jembutnya rapi gue rojok juga , masih agak kering tapi mantap itilnya tebal , karena ngerasa agak dicuekin kali , enggak sabar si Ita sekarang jongkok dibelakang Candra , tangan kanannya ngelus tetek dan pentilnya Candra dan tangan kirinya berusaha ngobok – ngobok nonoknya Candra yang makin basah , soalnya gue liat kadang – kadang si Ita jilatin jarinya yang basah berlendir , apalagi kalau bukan juicenya Candra yang asyik banget rasanya .
Candra makin asyik aja nyepong gue , badannya menggeliat – geliat karena keasyikan dikobel Ita , gue tau terkadang Ita masukin telunjuknya kedalam pantat Candra , entar gue timpa juga deh boolnya Candra , gue berandai andai .
Gue cuma bisa teriak kecil ? *******?..gila ******* enak bener sama kamu pada , Candra uhhhh?uhhhh?.abis ini gue entotin elo ya , gue nggak mau *******in kamu dari belakang , gue mau ******* sambil terus ngeliatin nonok kamu yang jembutnya gila..?
? Rina , gue mau *******in kamu sambil duduk biar gue bisa terus meres tetek kamu yang sexy banget ? gue ngomong terus ngaco .
? Ta , gue *******in kamu dari belakang ya Ta , gue pengen ******* dilobang pantat Ta , abis elo sexy banget sih goyangnya ?
Elo gue saranin deh kalau lagi ******* musti sering – sering ngomong yang vulgar , Ce jenis apapun makin nafsu dengernya ,
dan elo gue jamin makin nafsu kalau Ce yang bukan Cabo atau Pecun teriak ngomong vulgar juga . Wuih ai jamin dah?..
? Mas Luki , nanti pejunya buat Rina juga ya , jangan disemprot semua kemulutnya Candra ? Rina sambil narik perlahan rambut gue juga turut berharap dengan memandang nafsu kerah ****** gue yang udah abis dikemot Candra .? Terus gue kebagian apa dong , gue mau juga dong ngerasain pejunya Mas Luki ? Ita protes ke Rina pura – pura belum minta jatah dari gue .
Enggak tahan gue tarik ****** gue yang enggak begitu gede dari mulutnya Candra , gue dudukin si Rina kebangku ,
gue kangkangin pahanya yang juga seperti si Dian Nitami , penasaran gue sih mau liat dalemnya .
Gue jilat itilnya yang udah rada ngegelambir , gile cing juicenya asyik banget rasanya , banyak banget dan meleleh ke bagian lobang pantatnya . Tanggung gue jilat sekalian lobang pantatnya yang berwarna coklat , yang didalamnya masih juga bejembut .
Candra bantuin ngisepin teteknya Rina , tangannya ikut bantu ngedorong kepala gue supaya makin masuk ngejilatin nonoknya Rina
yang rapi tercukur jembutnya . ? Ah gila Candraaaaa??.Mas Luki enak banget ya jilatannya , aduh mama?..mama?.aku ndak
tahan nih ,?..Candra elo apain sih pentil aku?.enakkkkkk Can?.? Rina meronta – ronta yang membuat toketnya bergelantungan kekiri dan kekanan , pemandangan semakin horny cing .
Eh kemana si imut Ita , doi kalem aja , pantat gue diangkat pelan sampai ketinggiannya sejajar kepala gue yang berada didaerah selangkangan Rina , doi duduk menyelinap melalui selangkangan gue sekarang jadi duduk menghadap ****** gue yang terayun bebas . Cepat dan tangkas dia hisap ****** gue dengan mulutnya yang mungil , maju mundur berupaya menelan habis seluruh batang ****** gue . Sesekali dia pindah mengulum biji peler gue yang jembutnya lumayanlah , wuih cing asyik banget??.
Saking imutnya seprti kancil dia menyelinap melalu selangkangan bergerak menuju arah belakang , dia remas – remas pantat gue..
Gue kaget , tiba tiba ada rasa aneh geli – geli asyik dilobang pantat gue yang sedikit berjembut ,?.ih apaan sih ?
Anjir ?..rupanya lidahnya Ita yang menari disekitar lubang pantat yang kadang – kadang dia coba julurin masuk .
Nah sekarang gue enggak heran kenapa Homo doyan dimonon , rupanya emang enak kalau bool kita dimasukan sesuatu .
?Ta?..terus Ta?.entar gantian deh gue jilatin anus kamu yang merah jambu?..terus Ta?asyik?, enak gila?..? gue sejenak melupakan tugas ngejilatin nonoknya Rina .
? Mas Luki?.Rina hampir nih?.lagi dong jilatin?.tanggung dikit lagi Mas?aduh tega ya?.? Rina mengharap gue bertindak .
Langsung gue sosor lagi nonoknya , gue jilat abis lelehan juicenya yang mengarah kelobang pantatnya , gue jilat terus ?menuju
bolnya dan Rina makin menggeliat – geliat seperti ayam yang dipotong tanggung .
? Mas?..entotin aku dong , sebentar aja deh pasti keluar ? Rina mengangkat kepala gue sambil berharap benar .
Gua bertindak gentle dong , jangan buat dia kecewa , secara berlutut gue pegang batang ****** gue yang masih basah karena
campuran ludahnya Candra dan Ita . Ita sigap pindah tempat disisi kiri Rina , sementara si Candra tetap pada posisinya dikanan
Rina sambil terus meremas toket pepayanya Rina .
Kesemuanya kelihatan menanti apa yang akan terjadi , ? Candra – Ita , gue *******in Rina duluan bukan berarti elo pada gue nomor duakan , gue janji deh elo semua satu persatu akan gue entotin juga ?
? Okay Mas , buat kita enggak ada masalah yang penting kita bener – bener ML ? Candra memberi semangat .
Gue salut abis sama si Candra , solidaritasnya tinggi , tidak egois , pantas dia jadi kepala gang .
? Ya Mas Luki , khan Mas Luki nantinya bisa ganti namanya jadi Mas Cipto ( Cicip roto ) ? si Ita ikut nimpalin .
Perlahan gue arahin ****** gue yang bentuknya agak mengarah kekiri kepalanya , enggak sulit masukin nonoknya Rina ,
tapi buat menghargai doi gue pura – pura merasa susah dong .
Blebessss??gile cing , emang bener ******* tu enak banget .
Gue tolak pinggang pakai tangan kiri , ****** gue yang 15 cm maju – mundur terus , meliuk kiri kanan , berputar mencari itil dan G spotnya Rina ???.? Mas Luki ,??ya..ya?yang disitu yang marem Mas ? Rina bergetar , semua bagian bodynya yang enak – enak ada yang bertanggung jawab , nonok – toket kiri dan kanan , lobang pantat ada koordinator lapangannya ( KorLap )
? Enak ya ******nya Mas Cipto ..eh Mas Luki ?.,?terus Rin ..goyang terus Rin?nikmatin abis?jangan ditahan – tahan ? Candra
tetap memilin pentilnya Rina sambil matanya nafsu melihat ****** gue yang bekerja dimemeknya Rina .
? Ayo terus Mas Luki ?bikin si Rina puas ,?sini dong tangannya yang satu ? Candra bernasehat sambil minta jatah dirojer nonoknya . Kalau mau jujur seharusnya gue musti muasin Candra duluan , disamping memang target utamanya khan dia tadinya ,
enggak pakai dua kali lagi gue masukin jari tengah gue kedalam nonoknya yang sudah semakin basah .
? Aghhhhhh?.agh??. aku dapet Can?aku dapet Ta??, Mas?.ini ya Mas rasanya enaknya ******* ? Rina makin mengelinjang .
? Mas?.nanti lagi ya?.Massss??.asu?.asu?..peline kui lho Mas?, maremmmmmm? hu?keliatan aslinya deh si Rina , keluar Jawanya . Gue tancep lebih dalam ****** gue , tanpa gerakan lagi gue pendam habis?.dan emang bener enaknya Ce Solo ,
tau enggak lo?tiba-tiba gue merasa ada sesuatu yang berputar – putar cepat dibagian kepala dan batang ..
? Aduh..aduh apaan nih Rin , aduh?gila asyik – asyik?.? gue senyum sambil terus tancepin ****** gue .
? Nah , baru tau dia ?makanya jangan main – main sama Ce Solo ? Rina nyubit perut gue sambil senyum lebar ngeledek .
Perlahan gue tarik keluar ****** gue yang masih ngaceng abis , keliatan makin berurat kayaknya .
? Waduh Candra , enggak salah deh kita janjian sama Mas Luki ? kata Rina sambil balik meres toketnya Candra dan Ita .
? Bener ya Rin , enak banget ya *******nya?.ih kamu keringetan banget deh ? Ita melap keringat disekitar leher sampai perutnya Rina .
? Hayo ,sekarang siapa nih yang bertanggung jawab mengeluarkan peju gue ? dengan pura – pura marah gue liat kearah Candra .
Soalnya seperti gue bilang , Candra adalah target utama , jadi dia musti tau dong .
Elo ngebayangi enggak sih Candra seperti siapa , tidak lain adalah paduan antara Iis Dahlia dan Cut Keke , nafsuin khan .
Nah gimana gue *******in Candra dan siimut Ita , ya ntar deh gue terusin ceritanya .
Elo boleh bilang bullshit , tapi yang diatas adalah cerita bener?.meskipun ada yang sedikit salah , soalnya gue enggak tahu persis
sebenarnya mereka mirip siapa?.yang jelas ******* bareng mereka asyik banget .
Satu saat , kalau mereka udah bosen ******* sama gue sendiri , elo gue ajak joint deh .
Mereka fair banget , karena memandang Sex adalah sesuatu yang harus dinikmati , yang penting jaga rahasia .
Kita harus menghormati status dan privacy keluarga mereka dong , baru kita akan sangat dihargai juga oleh mereka .
Buat pembaca Ce , mereka juga welcome kalau ada yang mau joint .
Mereka bukan lines koq , cuma sekedar pecinta Sex yang sehat , bersih dan tanpa rasa tabu dalam melaksanakannya.

 

(hot) a tight valentine’s day


Lynn felt sad and depressed because it was Valentine’s Day and she did not have a sweetheart. She was a beautiful young woman with a perfect and sexy figure. Her bust size was 48DD. She knew that men always adored her globes but couldn’t understand why she didn’t have a sweetheart or a lover at least for Valentine’s Day. She decided to go for a jog on the beach. She put on her loose fitting shorts and a very revealing top. She liked the way her breasts were pointy and her nipples felt so good as they rubbed against the soft fabric. She reluctantly left the house and jogged all the way to the beach.
There weren’t too many people out yet — it was only ten in the morning. She was jogging hard now and was sweating profusely. Several men stared as she passed them and let out wolf whistles. This made her smile and she stopped to lean over as if tying her shoe laces so they could get a good glimpse of her goodies. The men’s eyes almost fell out of their sockets and they drooled at her immense tits. She saw the effect she had made, winked and jogged on. She got a little turn on from that display. She was tiring now and began to slow her pace. As she got near the lifeguard’s station, she saw a real hunk of a man standing and talking to the lifeguard on duty for the day. He was a tall and bronze god-like hunk. His black bathing trunks fit him perfectly and his manhood was outlined for all to see.
She could see at least a ten-inch length hanging in his trunks and did she want to circle her tongue on that. What a nice Valentine’s gift to herself that would be. If she couldn’t have a sweetheart, then she could have a big dick between her legs before day’s end. Well it was time for her bold display of her overstuffed tits again. She was right in front of that man of her dreams and she bent down to supposedly tie her shoe laces again. One of her huge breasts actually fell out of her top. The men were watching very intently. She feigned embarrassment and quickly tried to push it back in place but it seemed to have a mind of its own. The nipple hardened and her breast just bounced right out of her hand. The hunk walked over and gently kneaded her run-a-way breast and pushed it back inside her top. Shock waves ran over her body. His hands were so gentle and struck nerves all over her body.
“Hi hot lady, my name is Ray,” the bronze god said to Lynn. She barely could move her lips as she stammered, “Hi, I’mmmmmmmm Lynnnnnnn.” It now was her turn to drool for he was inches away from her body. His dick stood up and it seemed too big to be real. Ray went on, “Your body is a real dick turn on; Let’s go for a swim to cool me off.” Lynn beamed and they both ran for the water. Her love juices were flowing and she could tell that her shorts were moist already. She didn’t mind at all that she didn’t have on a bathing suit. She would do anything for this man whom she had just met. Ray let Lynn swim ahead of him for a little bit. He swam harder and caught up to her. He reached out and pulled off her top to fully expose her gigantic breasts. He got close to her and pinched one nipple and then the other. Lynn moaned, “Ooohhhhhh.” Ray swam a little ways from her and came back underneath as he pushed his hand into the front of her shorts. Lynn was burning up now. His touch was exquisite and she wanted to ride his hand all day if she could. She pushed against his hand and one finger glided into her pussy hole. She moved up and down and down and up against his finger. Ray did not want her to cum yet so he quickly pulled his finger out of her. Lynn was disappointed that she had missed an orgasm. Ray slid his hands along the waistband of Lynn’s shorts and yanked them off of her. She blushed, “Ray, I can’t go completely naked out here.” “Shut up and enjoy it,” he responded. Ray brushed his dick against her legs and she almost reached her peak right there and then. He then pulled her to him and moved his dick between her legs. His dick felt like what she imagined a stallion’s would be like. It was at least four inches wide and it had to be twelve inches long. Lynn was breathing heavily and Ray was enjoying her horniness. He wondered whether she could take all twelve inches of him but would soon find out. Ray let go of his hold on her and swam underneath her. He opened her legs and clamped onto her clit.
Then he began to suck and suck it harder and harder. Lynn wriggled and squirmed and oooooohhhhhhh and came right into his mouth. He swallowed her sweet cum and then came up for air. Next he told her to suck on his dick. Lynn took a deep breath, swam underneath him and opened her mouth wide as he pushed his dick partly into her mouth. It was so huge and it almost choked her. But she was hot for him and tried to get as much into her mouth as she could. Ray reached behind her and spanked her hard and heavy-handedly. She encircled his penis tip with her hot and roving tongue. She couldn’t breathe but he held her firmly in place so she couldn’t come up for air. She thought she would lose consciousness before he finally let his load off into her mouth. She came up for air with a mouthful of his cum. She was about to spit it out, but he told her to swallow every last bit of it. She had never swallowed cum before and it wasn’t too bad. As a matter of fact, it was good. He seemed to be the controlling type, but right now she certainly didn’t mind. She only wanted a good fuck on Valentine’s Day.
At this point, Ray pointed out that they were going to swim to the cave on the other side of the beach. Lynn followed him there. Once there, he pulled down some flowers and vines to make a makeshift bed for them. It was in the shape of a heart. He indicated to her that it was a Valentine’s bed to fuck on. He made it especially for her and her heart leapt with joy. She didn’t mind the crude way he said it to her. Her pussy was dripping with juices and needed to be satisfied — minor imperfections of his wouldn’t bother her now. Ray pulled Lynn down beside him and began to suck on her nipples and she was immensely aroused. Her nipples grew a full 1/2-inch with his ministrations. He was rough at times and then gentle. She let out a low growl, “yeoowwwwww, that hurts but it feels so damn good, Ray.” Then she came with a full force. Her love juices flowed all over the Valentine’s bed. She straddled Ray and took his erect penis into her hands as she kneaded it and rubbed it up and down. “Suck it baby, suck it hard,” yelled Ray. Lynn obeyed him and she slurped and sucked and sucked. He spurted his cum down her throat and she gladly drank until he had no more.
Ray pushed Lynn off him and told her to lie down. She did as she was told. Ray whipped his hard-on between her legs. It was amazing how he was erect again so quickly. He seemed to be half man and half horse looking at the size and width of his dick. Lynn licked her lips and anticipated what was coming next. She was wet and Ray shoved his huge cock into her pussy hole. She was small though and it wouldn’t go in further than two inches. Lynn screamed in pain. She wanted this fuck but he was larger than she thought. Ray kept rocking back and forth for he couldn’t stop now — nothing could stop him now. He got another inch inside her wet pussy. His dick filled her up completely and there was more to go. Lynn thought she would go mad with the pain she was experiencing. “Stop Ray, pleeeeeease stop,” begged Lynn. She thought this part man, part horse, would rip her insides apart. His dick seemed to be getting larger all the time. Ray heard nothing. He was in another world. One where his dick ruled and it would not be denied. He pushed harder groaning all of the time. Another inch in.
Lynn was beating at his chest and trying to push him off. He was ram rod hard and strong as a bull. He pulled her legs wider and stretched them back behind her as far as they could go. He felt a little give and another inch of his manhood squeezed in. This was going to be the best Valentine’s fuck he had ever had. Each Valentine’s Day, he always seemed to have a new conquest and one that was too small for his giant of a dick. But perseverance and determination always won for him. Lynn was gurgling at this point. She was in so much pain and saw death as the only way out for her. This fuck certainly wasn’t what she thought she wanted or needed. He was a damned mad man and one with a dick that wasn’t one of this world. She kept trying to make him stop. She screamed and screamed but no one was around to help her and even if there had been someone around, nothing would have been able to stop Ray — not now. He was ramming her harder and harder. Her pussy lips stretched wide and tight against his dick. She thought she would split at any moment. “Fuck me, fuck me, fuck me,” Ray kept saying over and over as he grinded further into this woman with the big tits. Too bad her pussy hole didn’t match the size of her titties he thought to himself.
Lynn couldn’t stop screaming. She felt like a caged animal about to be slaughtered on Valentine’s Day no less. When she thought he had no more dick to push inside her tight pussy, another inch seemed to be added on. Ray put his hands under her ass and pulled her closer to his dick. He could fuck her for the rest of the day. Ray felt himself about to cum and “Oh Goddddddd, I am cumming,” he growled. Lynn felt that this was her saving grace. She just knew that he would shoot all of his cum inside her and then his dick would gradually slide out and she would be saved. He slowly pulled out of her, but no such luck; his dick sprang to attention again. He fell back onto their Valentine’s sex bed and pulled her on top of him. Lynn kept saying, “No, no, no I can’t endure anymore; Please let me go before your big assed dick kills me.” Ray would hear nothing of it. He spread her legs and commanded, “Sit your pussy on my dick and swallow it up inside of you.”
A miracle happened, as Lynn reluctantly sat her pussy hole onto Ray’s huge cock, it began to go in slowly and deeply until all of it was inside her. She felt such a relief and began to slide up and down on his half man, half horse cock. She was filled with a fire that would not be quenched for a long time. Ray smiled as he saw the joyful expression on Lynn’s face. He pushed up and she pushed down. Her pussy hole seemed to expand and allowed his dick easy entry in and out in and out they went. They both became animals of the wild, needing sex and wanting more and more. Lynn moaned and she groaned, “ooooooooooohhhhhh, aahhhhhhhhhhhhh, give me all of your big cock, Ray, give it to me all the way.” Ray shoved it hard and she rocked back and forth. They sped up and shock waves washed over their bodies, their brains and their sexual members. Love juices flowed for hours non stop. They both experienced orgasm after orgasm on Valentine’s Day and her pussy was stretched and made ready for this half man, half horse cock too.

 

 

 

(seleb xxx) Olga Lydia


Olga Lydia

“Ya, jadi menurut bapak kira-kira berapa lama ya selesainya?? ”
“Paling 2 sampai 3 hari non…Kalau mau hari ini juga kita bisa
mulai bongkar, jadi bisa hemat waktu juga…Gimana Non Olga??” Jawab
bapak-bapak separuh baya itu
“Boleh pak, tapi saya ada perlu hari ini,gapapa saya tinggal pak??”
jawab wanita yang dipanggil Olga.
“Oh, gapapa Non, urusan disini jadi tanggung jawab saya..Non tenang
aja..”
“Ga bukan masalah itu, saya percaya koq ma bapa,.Kan dulu rumah mama
juga
bapak yang beresin,..Soal pembayaran gimana pak,..??”
“Ya, kita minta 50% aja dulu bisa??Buat belanja bahan nich non.sama
urusan
ma pihak apartement gimana,nanti kita dimarahin lagi kerja disini??”
jawab
mandor itu..
“Oke tapi untuk pembayaran tunggu saya pulang ya pak. Paling jam
empat saya sudah pulang, urusan maintenance sudah saya urus pak, ga
masalah, ke tetangga juga sudah saya omongin”
“Oh, kalo gitu kita kan enak kerja-nya,.. Ya sudah non kalo non mang
ada pekerjaan, bisa ditinggal, pokoknya Non tau rapi saja…hehehe”

“Oke, kalo gitu saya tinggal ya pak, pemotretan-nya jam 12
soalnya..Takut telat..” Kata wanita itu sambil mengangkat tasnya..
Dia tampak tergesa-gesa sekali, Ya, wanita tinggi putih berwajah
oriental itu memang Olga, Olga Lydia, foto model, aktris dan
presenter yang cukup terkenal di Indonesia.
“Hati-hati Non,..”
“Ya makasih Pak, tolong tunggu saya ya pak..” ingatnya
“Baik Non” jawab mandor itu,..
Olga pun bergegas keluar dari apartementnya, para pekerja berjumlah
dua orang plus seorang mandor itu pun segera melakukan pekerjaannya,
merenovasi dan
memperbaiki beberapa saluran air di apartement itu.
“Bagus ya pak apartementnya” Kata salah satu dari pekerja
“Ya bagus lah, namanya juga punya artis, hehehe” jawab mandor itu.
“Udah lama pak kenal ma keluarga dia?” tanya mandor berkumis dan
kekar
itu, umurnya kira-kira 50an.
“Dari kecil Ded, dah lama juga kenal keluarganya, jadi kerja yang
bener ya. Ga enak gue kalo asal jadi aja..”
“Ya pasti pak, tenang aja.hehehe” jawab pekerja bernama Dedi itu.
“Ya bapak tinggalin aja disini biar kita yang urus dulu, kan bapak
bisa belanja cat dulu, siapa tau kita bisa mulai cat sore” Kata
seorang pekerja yang sedang merokok,..
“Oke gue tinggal, tapi lu jangan ngerokok aja Bakrie, takut kena
karpet ya”
“Siap Boss..” jawab pria 30an berambut cepat dan berbibir tebal itu
sambil mematikan rokoknya..

###

Di pinggiran kolam renang, sebuah rumah mewah, terlihat beberapa
orang mempersiapkan alat-alat pemotretan, dari dalam rumah keluarlah
Olga dan beberapa asisten serta Darwis Triadi, salah satu fotografer
terkenal di tanah air.
“Gimana??Udah beres alat-alatnya? ?masa mindahin dari dalem keluar
aja lama??” tanya Darwis ke krunya.
“Sudah Boss, nich lagi test aja,..” Jawab salah satu kru..
“Oke Olga bisa dimulai sekarang??”
“Sip Darwis, lagian gue dah risih nich..Hehehe” sambil melepas
selendang yang
menutupi bagian pinggangnyya kebawah.
Olga dengan swimsuit merahnya kini sudah masuk set pemotretan itu
dengan dibantu beberapa assisten-nya untuk mempersiapkan pose yang
diinginkan Darwis. Kipas angin pun dinyalakan untuk membuat kesan
rambutnya yang tertiup angin. Tak lama pemotretan itu pun dimulai,
beberapa scene, dan mereka mulai berpindah-pindah set.

“Ya bagus, coba angkat tangan kiri kamu, jangan liat ke
kamera..natural aja”
Klik !!!
“Ya bagus, Liat kesini, majukan kaki kiri kamu, ya bungkuk sedikit..”
Klik !!!
“Lightening pindah kebelakang, Ya tahan sebentar pose itu, senyum
sedikit, yaa..”
Klik !!!
“Oke Thanks, Olga sip banget, ini saya usahain jadi cover
ya…sayang banget kalo ga jadi cover..” Kata fotografer itu,..
“Oooo..bayaranya nambah donk,.hehehe, Ga becanda, Gue liat donk
hasilnya ya, jangan naek cetak dulu baru lu kasih gue,..” jawab Olga.
“Oke santai, kamu tau gimana saya kerja kan..”
“Hahaha, ya udah, dah beres kan gue tinggal ya??”
“Oke ga masalah thanx ya..Bye-bye”
“Sip, take care ya..Bye”
Olga pun segera menuju ruang ganti pakaian di rumah itu, scene di
kolam renang itu, memaksanya untuk berpose dengan swim suit, Sopan
sich, tapi pemotretan ini jarang sekali dia lakukan. Di ruang ganti
itu ada Anna, sahabat Olga yang juga seorang model.

“Gmana Lyd??” tanyanya.
“Ga tau gue juga belum liat hasilnya, lu tahu sendiri si Darwis,
belum perfect buat dia mana mungkin dikasih liat ke kita?? Jawab
Olga..
“Hahaha, iya juga yee.Lupa gue,..Mau kemana nich kita??”
“Aduh sory Ann, gue musti buru-buru balik, mau ke ATM dulu, gue mau
ambil duit, apartemen gue kan lagi dibenerin, gila keran bocor
terus, sekalian lapis cat lagi…”
“Ohhh, jadi nich dibenerin, terus yang jaga siapa??Besok aja kita
masih ada satu roll lagi kan..”
“Ah tenang aja,..Hari ini gue tinggal, besok sich nyo gue yang jaga.”
“Yawda lu ati-ati aja barang lu ya..”
“Rabu lu jadi kan ke tempat, gue ga da Job juga kan kita??”
“Oce dech, tar gue dateng dech lusa ya..,Gue cabut dulu nich, Biasa
Roby dah nunggu..”
“Yawda TitiDJ Na,..”
“Hahaha, Lu juga ye, Bye..” Jawab Anna, sambil membuka pintu ruang
ganti itu, Olga pun segera mengambil pakaiannya di loker, Dia segera
berganti pakaian, Tak lama Olga pun selesai dan segera keluar dari
ruang ganti itu. Setelah berpamitan pada Darwis dan beberapa kru,
Olga pun segera meninggalkan lokasi pemotretan itu.

###

Pukul 4.20 Olga sudah kembali, setelah mengambil Uang di ATM untuk
membayar 50% biaya perbaikan apartement-nya. Sesampainya di
apartementnya, Ibu Olga sudah disana, selain itu beberapa bagian
ruangan apartement itu sudah dilapis ulang, Pekerjaan-nya cukup rapi
juga…Dia segera menghampiri ibunya di dapur..
“Kapan dateng Mi??”
“Dah pulang, tadi jam 2an lah…Minum dulu jus di lemari es tuch…”
“Makasih Mi, tar dech..Nginep kan Mi???”
“Iya, tapi besok sore mami pulang, kasian Papi kamu sendiri,..”
“Yee, kenapa papi ga diajak kesini aja sekalian??” Jawab Olga sambil
mengambil jus
“Tau sendiri kan Papi mu itu, lebih seneng burung daripada nyenengin
Mami mu..”
“Dasar Mami..hehehe, ..Pak Jabir mana Mi ??”
“Diatas kayaknya..Dia lagi bongkar pipa ma anak buahnya..”
“Oh, Olga keatas dulu ya Mi, sekalian bayar Uang muka nich,..Mami
belum dinner kan?”
“Belum, mau Mami masakin??”
“Ga usah mi, nanti kita makan aja diluar, mami dah mandi??”
“Belum, yawda Mami mandi dulu dech..”
“Oke..aku naek dulu ke atas..” kata Olga yang dibalas senyuman oleh
maminya..Ia pun segera naik ke tingkat 2, menemui si mandor Jabir.

“Gimana Pak untuk hari ini??” tanya Olga.
“Ya Non liat sendiri, buat pipa ini juga udah ketemu penyakitnya,
cuman kita ga bawa peralatannya, mungkin besok kita urus dech
Non,kita lagi ngikis cat aja dulu besok di Cat ulang, kalo sekarang
ga keburu,..” Jawab Pak Jabir
“Oh yawda, ini pembayaranya pak, 50% dulu,..Dihitung Pak,..” Sambil
menyodorkan amplop berisi uang tunai..
“Ah, percayalah bapak ma Non,..Habis ngikis cat di ruangan ini kita
pamit dulu ya Non, sudah jam 5 juga..”
“Oke Pak, ga masalah, beresin aja dulu pak, Saya tinggal ya?”
“Silahkan Non..”
Olga pun segera turun, tak lama rombongan pak Jabir pun
menyelesaikan pekerjaannya. Mereka berpamitan dengan Olga dan
ibunya, yang sedang berbincang sambil menonton televisi..
“Sudah sana mandi, katanya mau makan,..’ Tegur Ibu Olga,..
“Iya Mi, baru pada pulang sich ga tenang ada mereka..Hehehe. .”
“Dasar, bagus dech, kamu itu wanita, jaga baik-baik harga diri kamu
Olga.”
“Iya Mi, ya Olga mandi dulu ya.”
“Ya sudah, besok kamu ada acara ??”
“Besok aku musti ke agency, kenapa Mi??”
“Ya sudah kamu mandi saja dulu, nanti malam ada yang mau Mami
bicarakan..”
“Yawda dech, aku mandi dulu Mi..”

Sejam kemudian Olga pun sudah berdandan, maminya yang sudah siap
dari tadi sudah menunggunya di ruang tamu, mereka pun pergi makan
malam, menyantap makanan Eropa di sebuah restoran elit, Pukul 10
lewat mereka kembali ke apartement Olga.
“Mami mau tidur??” tanya Olga,.
“Ga sich, kamu mau tidur sayang ?” Jawab ibunya..
“Ngantuk sich mi, tapi katanya ada yang Mami mau omongin..”
“Oh iya, ampir Mami Lupa,.Gini tentang issue belakangan ini tentang
kamu nak,.”
“Ah itu lagi, Mami percayakan ma Aku ??”
“Iya Mami juga ga percaya, tapi Mami mau dengar dari kamu langsung”.
“Oke dech, aku ga da hubungan apapun dengan pejabat itu..Oke
Mi..Percayakan
ma aku”..Kata Olga sambil mengacungkan 2 jarinya, seperti bersumpah.
“Iya kamu ga usah gitu lah, mami percaya koq ma Kamu sayang..Mami
cuma
kuatir aja, kamu kan tahu itu pejabat + kamu juga tau kan dia udah
berkeluarga, jangan sampai kamu nganggu hidup orang lain, kita juga
dari keluarga berada, ga perlu mikirin harta kaya Orang lain,..”
ingat ibu-nya
“Iya Mi, Makasih ya,..Tidur yuk Mi”
“Ya sudah kamu tidur saja dulu, Mami nunggu telepon Papi-mu,..”
“Oc, dech Mi, Tar tidur bareng aku aja ya,..Nitez mi..”
“Ya sudah nanti mami nyusul sayang..”
Olga pun meninggalkan Ibunya di ruang keluarga, tak lama dia pun
tertidur..

Keesokan harinya,”Pagi Mih,..Aku dah telat nich, aku musti cepet-
cepet ke agency, Mami dah makan kan??” Tanya Olga..
“Udah kamu tenang aja,..Kamu pulang jam berapa??”
“Mami mau pulang jam berapa, nanti aku yang anter aja??”
“Ga usah, nanti Mami naik taksi saja,..Paling jam tujuhlah, nunggu
Pak Jabir pulang kan..”
“Ooh, kalau gitu tunggu aku ya Mi, aku ga malem koq pulanganya,. .”
“Kamu beresin aja pekerjaan kamu, mami sich gampang…”
“Ya pokoknya Mami tunggu aja, aku kan masih kangen.”
“Ya sudah, Mami tunggu kamu ya sayang..”
“Oke dech,..Mam aku pergi dulu ya ?”
“Eeeeh, Gak sarapan dulu sayang ??”
“Telat Mih,..”
“Udah minum dulu susunya ya..”
“Yawda dech,..Aku pergi ya…” Ujar Olga setelah meminum susunya
sambil meninggalkan Apartementnya
Sepulangnya dari Agensy, Olga pun melihat pekerjaan rumahnya yang
sudah 75 % rampung, tampaknya pekerjaan ini akan selesai lebih cepat
dari jadwal. Masih jam lima sore, ketika ibunya minta ditemani ke
minimarket, maka Olga turun mengantar ibunya.

###

“Sayang ya Pak, Non Olga jarang Disini..” Ujar Bakrie.
“Ya mau ngapain juga dia disini…” Jawab Jabir..
“Ya kan lumayan pak, baru hari ini aja dia dirumah, ma temen-nya
lagi..’ sambung Dedi.
“Lu pada ngeres aja..Pengen liat paha-nya aja lu pada ya??” Canda
pak Jabir.
“Iya lah, normal toh Pak, namanya juga laki-laki” Kata Bakrie yang
disambut tawa keduanya.
“Ayo, siap geser yah, hati-hati loh !” Pak Jabir mulai memberi
perintah pada anak buahnya untuk menggeser sebuah lemari yang
awalnya digeser kembali ke tempat semula.
Karena terlalu bertenaga mendorongnya tiba-tiba sebuah koper kecil
diatasnya jatuh dan terbuka sehingga isinya berceceran keluar.
“Hadoh, gimana sih lu, dorong pelan-pelan aja ngapain pake tenaga
gitu !” Pak Jabir mengomeli Bakrie dan Dedi, “untung orangnya lagi
kebawah, cepet-cepet beresin lagi sebelum dia balik”
Mereka pun buru-buru memunguti barang-barang yang tercecer dari
koper yang terbuka itu, isinya adalah beberapa album foto. Ada
sebuah album foto yang terbuka, jadi bagaimanapun isi album itu
terlihat oleh mereka yang sedang berusaha merapikan semua album ini
kembali ke dalam koper.

“Eh lihat Pak Jabir, non Olga itu cantik sekali ya.. mana kulit
perutnya putih mulus gini. Bener bener amoy dah”, kata Bakrie
memandang foto Olga di album itu sambil menelan ludah. “Gimana
halusnya ya? Jadi pingin ngerasakan nih”, timpal Dedi yang kini ikut
memandangi foto sexy Olga yang memakai bikini. Pak Jabir mau tidak
mau tertarik juga untuk melihat. Reaksinya tak jauh beda, ia menelan
ludah dan malah melamun membayangkan Olga kecil yang dulu ia lihat,
sekarang sudah menjadi wanita yang menggairahkan di dalam foto foto
itu.

“Pak? Pak Jabir? Lagi ngelamun apa pak? Melamun non Olga ya?”,
senggol Dedi melihat pak Jabir yang terus memandang foto Olga dari
tadi, membuat pak Jabir tersadar dari lamunannya. “Hush.. mau tau
saja. Sudah cepat, kita kembalikan semua, nanti non olga marah lagi
melihat koper ini terbongkar seperti ini!”, kata pak Jabir. Sambil
terus memasukkan album album foto itu, Bakrie berkata, “Kalo bisa
besok aku kepingin melihat lihat koleksi foto non Olga ah”.

Tepat selesai Bakrie mengatakan itu, tinggal 1 album foto yang
tersisa di luar koper yang dipegang pak Jabir, tapi ia tak segera
memasukkan album itu ke dalam koper. Album itu terkunci, dan di
covernya ada tertulis `Popular, Edisi Lanjutan’. Pak Jabir
berkata, “yang foto bikini tadi, aku memang pernah lihat di sebuah
majalah waktu dipanggil pertama sama non Olga untuk merenovasi
apartemen ini. Kalau membaca ini, jadi ingat nama majalah itu
popular. Jadi penasaran juga, memangnya lanjutannya foto sexy ini
seperti apa ya?”

“Wah kalau dikatakan lanjutan, apa ya? Lanjutan dari pakai pakaian
lengkap, terus bikini. Terus ya mungkin tinggal pakaian dalam ya…
terus, bugil kali ya?” kata Bakrie yang mulai ngeres pikirannya.
Mereka diam sejenak, tiba tiba Dedi mengeluarkan obeng dari
sakunya. “Kita buka saja daripada penasaran mikirin apa isinya”,
katanya dengan yakin. Pak Jabir sempat berpikir untuk mencegah, tapi
akhirnya rasa penasarannya mengalahkan moralnya. Ia meminjam obeng
Dedi dan mulai berusaha membongkar kunci yang ternyata tak semudah
itu dilakukannya.

Akhirnya dengan tak sabar, pak Jabir mencongkel kunci itu, dan saat
album itu terbuka, ketiga orang ini terpana. Tak pernah pak Jabir
membayangkan, akan bisa melihat foto dari Olga Lidya dengan
berbagai pose erotis. Balutan bikini itu makin lama makin tak
menyembunyikan keindahan tubuhnya yang amat ideal, foto-foto itu
memang satu seri dengan foto-foto seksi Olga yang pernah ditampilkan
di majalah Popular itu, latar belakang dan pakaian renang yang
dipakainya pun sebagian sama persis, namun dalam album itu posenya
lebih menantang, misalnya posenya di tangga kolam renang dengan
pakaian renang berwarna perak itu kini dipeloroti atasnya sehingga
menampakkan payudaranya yang berukuran sedang dan montok. Foto-foto
itu tentu bukan untuk konsumsi umum, Olga memang sengaja membuatnya
untuk koleksi pribadinya saja sehingga disimpannya pun di tempat
khusus ditambah dengan album foto berkunci. Ketika semua sedang
terperangah, tiba-tiba pak Jabir menutup buku itu, membuat yang lain
bersiap protes. Pak Jabir segera menjelaskan tindakannya ini pada
kedua orang itu.

“Kita jangan lihat buku ini di sini. Nanti kita pamit ke non Olga
untuk malam dulu di warung bawah, seolah olah kita sudah lapar. Di,
kamu sembunyikan album ini di jaketmu”, kata pak Jabir. Dedi segera
membungkus album itu di jaketnya yang butut. Bakrie yang memang agak
lebih bodoh ini bertanya, “Kita ngapain pakai makan lagi? Masih
kenyang lah! Bukannya tadi kita makan siangnya telat sampai jam
tiga lebih?”. `plak’, pak Jabir memberikan tamparan ringan pada
kepala belakang Bakrie. “Pakai otak sedikit! Tapi.. sudalah.. kalo
kamu sih mending gak usah ikut mikir, nanti tambah kacau. Yang jelas
kalau mau enak, diam dan ikuti saja aku dan Dedi”, kata pak Jabir,
tepat ketika Olga masuk ke ruangan itu.

“Non Olga, sepertinya kami harus makan dulu, sudah terlalu lapar
nih. Kami ke warung bawah sebentar Non”, kata pak Jabir pada Olga.
Tanpa prasangka apapun, Olga mengiyakan saja, kebetulan juga Olga
sudah ingin mandi. Maka setelah mereka bertiga keluar, Olga segera
masuk ke kamar mandi. Sementara itu, di bawah, pak Jabir berhenti
pada ujung lorong yang ada lampunya. Di sana, mereka meneruskan
membuka-buka album itu. “Gila bener.. mulus amat”, kata Bakrie yang
tak bisa melepaskan pandangan matanya dari foto tubuh Olga yang
sudah nyaris telanjang bulat dengan pose yang menggoda. Pose-pose
telanjang itu sesungguhnya sangat elegan dan artistik tidak seperti
pose-pose bugil asal ngangkang dengan muka mupeng yang mengundang
birahi ala penthouse atau hustler, namun orang-orang seperti mereka
mana mungkin mengerti yang namanya artistic nude, bagi mereka bugil
= porno dan ujungnya membangkitkan birahi.

Dedi tidak bisa bicara lagi, dengan gelisah ia menanti pak Jabir
yang sudah hampir tak bisa menguasai diri, tangannya gemetar ketika
membalik halaman demi halaman album itu, hanya untuk melihat tubuh
indah Olga yang sudah tak tertutup sehelai benangpun. Di beberapa
pose, kemaluannya hanya terlindung telapak tangannya, sementara
kedua payudaranya yang indah menggelantung bebas, sungguh menantang
orang yang melihat foto itu. Mata mereka melotot dengan mulut
melongo menatapi pose Olga yang sudah tidak tertutup sehelai
benangpun sedang duduk di bibir kolam dengan kaki disilang, seluruh
lekuk tubuhnya terlihat jelas kecuali kemaluannya yang tersembunyi
di balik lipatan kaki.
“Buka lagi dong, mau liat yang keliatan memeknya, mau tau jembutan
ga !” pinta Dedi yang penasaran melihat kemaluan Olga.
Akhirnya mereka dapat menyaksikan seluruh keindahan tubuh Olga dalam
sebuah pose bugil frontal dimana Olga sedang berdiri di bawah
siraman shower, kedua tangannya menyibak rambutnya ke belakang
sehingga payudara dan vaginanya yang berbulu tipis terekspos jelas.
Setelah melihat halaman terakhir, mereka bertiga berusaha
menenangkan diri.
“Yah, kok ga ada yang ngangkang sih, padahal pengen yang lebih
jelas” Bakrie sepertinya tidak puas dan ingin melihat lebih dari itu.
“Gini, kita kembali ke atas terus lihat perkembangan situasi di
sana. Jangan bertindak gegabah” kata Pak Jabir

Dedi dan Bakrie menurut saja pada kata kata sang bos. Bakrie sempat
bertanya, “pak Jabir, bisa tidak kita mencicipi servis non Olga?”
Dedi menimpali, “Buku ini kita pakai saja buat memojokkan non Olga
pak”. Pak Jabir manggut manggut, “Iya, kan tadi aku sudah bilang.
Kita lihat situasinya. Kalau memungkinkan, kenapa tidak?”. Mereka
mulai merencanakan bagaimana mereka bisa membuat Olga talkluk di
tangan mereka. Setelah rencana dirasa bisa diterapkan, mereka
kembali ke atas, bersiap untuk membuat Olga jatuh dalam derita.

###

 

Ketika sampai, mereka melihat Olga sedang melihat lihat hasil kerja
mereka. Olga yang sudah mandi, kini memakai pakai baju rumah yang
santai, kaus singlet putih tanpa lengan yang hampir menunjukkan
belahan dadanya, lengannya yang putih mulus terekspos jelas. Warna
putih pada kaus itu membuat warna pink bra Olga sedikit membayang.
Celana pendek mini yang dikenakan Olga membuat mereka hampir tak
bisa mengalihkan pandangan mereka dari paha Olga yang terpampang
jelas. Untung saja pak Jabir menguasai keadaannya, ia menyapa Olga
yang masih belum menyadari keberadaan mereka. “Malam non Olga”, kata
pak Jabir diikuti rekan rekannya, dan Olga membalik badan melihat
mereka semua yang keringatan. Rupanya ketika di bawah tadi, mereka
sudah begitu terbakar nafsu, tapi tentu saja Olga tak mengetahui
semua itu.

“Wah bapak bapak… habis makan apa sampai keringatan gitu? Kepedasan
ya.. saya ambilkan minum dulu ya”, kata Olga sambil berlalu ke
dapur. Mereka bertiga tahu, kini kesempatan jelas terbuka. Pintu
yang dari tadi terus terbuka itu ditutup oleh Bakrie, Pak Jabir
memposisikan diri ke dekat jendela, sementara Dedi pura pura
mengemasi peralatan pertukangannya, dan Bakrie yang selesai menutup
pintu, ikut membantu Dedi. Tiba tiba, “Ded! Albumnya!”, kata Bakrie
melihat jaket Dedi ternyata tak menutupi album itu seluruhnya.
Terdengar langkah Olga yang sudah akan kembali dari dapur, membuat
Dedi panik karena album itu diluar jangkauannya. Tapi sekali ini,
otak Bakrie lumayan jalan, ia melepas bajunya dan melempar ke jaket
Dedi, lemparannya tepat sasaran dan menutupi album itu, tepat ketika
Olga memasuki ruangan itu.

“Nih, diminum dulu. Silakan bapak-bapak” , kata Olga sambil tersenyum
manis, lalu duduk di kursi yang ada di tengah ruangan itu, sambil
mengistirahatkan tubuhnya yang lumayan capai setelah melewati urusan
kerja yang panjang dengan agency siang tadi. Mereka bertiga
mengambil minum itu, lalu mengelilingi Olga dengan jarak yang
lumayan jauh, jadi tidak sampai mencurigakan Olga. Sambil minum, pak
Jabir memulai obrolan ringan, seperti yang tadi direncanakan di
bawah. “Non Olga, gimana dengan hasl kerja kami? Nggak buruk kan”,
tanya pak Jabir. Olga segera menjawab, “Oh.. baik kok pak, saya puas
kok”.

“Kalau gitu, kali kali ada kenalan non Olga yang butuh renovasi,
tolong non Olga kenalkan pada kami ya”, kata Dedi. Bakrie
menimpalin, “Kenalan non Olga juga artis ya? Iya.. enak ya jadi
artis”. Olga hanya tersenyum kecil, lalu menjawab, “Iya deh, nanti
kalo ada teman saya yang butuh bantuan bapak bapak, saya pasti
mengenalkan pada kalian. Dan tentang artis, ada enaknya, ada nggak
enaknya juga lah. Apalagi, kalau ada rekan artis lain yang iri,
kadang menggunakan segala cara untuk saling menjatuhkan” . Pak Jabir
menyambung, “contohnya RUU APP itu ya, non Olga?”. Olga segera
merespon, “Betul, itu salah satu contohnya! Untungnya salah satu
tokoh yang mengusung ini kebongkar rahasianya kalo ternyata moralnya
juga nggak bener. Jadi pelan pelan suara suara yang pro jadi surut
sendiri, karena itu merupakan satu pukulan telak buat kubu pro RUU
APP”

Pak Jabir dan yang lain tertawa, kemudian Dedi bertanya, “iya non,
saya jadi ingat. Dulu non Olga termasuk yang keras menentang RUU APP
itu ya? Kenapa non”. Ditanya begini, Olga sempat menerawang,
kemudian Olga menjawab, “iya. Cuma gara gara ego orang yang sok suci
yang berselisih dengan seorang artis wanita, memanfaatkan
popularitasnya yang waktu itu belum jatuh, melontarkan ide yang
jelas mengorbankan hak hak kaum wanita. Laki laki yang nggak bisa
menahan diri untuk berpikiran atau berbuat mesum, wanita yang
disalahkan dengan alasan penampilan atau perbuatan yang mengundang
hasrat. Itu kan keterlaluan? Lelucon yang sama sekali tidak lucu
dari berbagai lelucon yang pernah saya dengar!”, kata Olga berapi-
api.

“Untung saja, seperti yang saya katakan tadi, orang yang sok suci
yang mengusung hal itu kebongkar rahasianya. Pintar sekali menutupi
kalau dia itu punya hasrat yang begitu menggebu, dengan cara berkoar
koar tentang moral dan RUU APP. Padahal, sudah punya banyak istri,
masih pakai kimpoi siri sama artis muda. Itu kan menunjukkan kalau
dirinya amat tidak tahan godaan hawa nafsu. Dengan kemunafikannya
yang sudah kelewat batas itu, maka saya merasa harus memprotes
keras”, kata Olga lagi pada mereka bertiga yang manggut manggut,
jelas mereka mengerti siapa tokoh yang dimaksud oleh Olga. Tiba tiba
Olga merasa risih, ia menyadari sejak tadi mata mereka bertiga
memandang tubuhnya seolah olah ingin menelanjanginya. Selain itu, ia
satu satunya wanita di sini, di antara 3 kuli yang salah satunya
bahkan telanjang dada. Ia sudah akan mengakhiri percakapan ini,
ketika Jabir bertanya, “Protes yang Non Olga maksud itu, dengan cara
berpose seksi di majalah Popular?”

Olga makin merasa risih, dan berusaha menjelaskan dengan
halus, “Pak, kalau yang di majalah Popular itu, menurut saya bukan
pose seksi yang bersifat porno pak, tapi itu bersifat seni.” Bakri
mengambil album yang sejak tadi disembunyikan di bawah tumpukan baju
dan jaket, sambil menunjukkan ke Olga dia berkata, “pose seni itu,
termasuk yang di buku ini non Olga?”. Olga tersentak, jantungnya
serasa berhenti berdetak melihat album yang harusnya ada di dalam
koper di atas lemari itu, tak tahu harus menjawab atau berbuat apa.
Melihat Olga yang hanya bisa diam, pak Jabir meneruskan, “Nggak
salah juga kalau non Olga menentang RUU APP mati matian, kiranya non
Olga nggak suka ya difoto seperti itu…”. Olga menguatkan diri dan
memotong kata kata pak Jabir, “Kalian ini kok bisa nggak tahu aturan
gitu sih, seenaknya saja melihat lihat koleksi pribadi orang lain.
Foto itu hanya untuk…”, dan Bakrie langsung memotong, “untuk
ditampilkan di majalah Playboy?”

Olga yang sudah terpojok, dengan putus asa setengah
berteriak, “Kalian jangan macam macam! Kembalikan buku itu pada
saya!” Berkata begitu, Olga segera berdiri dan berusaha meraih buku
itu dari tangan pak Jabir, tapi kedua tangannya sudah dipegang dan
ditelikung ke belakang oleh Bakrie dan Dedi. “Aduh… lepaskan saya…
to..”, Olga yang hampir berteriak minta tolong langsung tersadar
dirinya dalam posisi yang tidak menguntungkan melihat pak Jabir
mengeluarkan albumnya ke jendela. Sekali album itu jatuh ke bawah,
entah apa yang terjadi dengan reputasinya, maka Olga hanya bisa
menatap mereka dengan lemas. Pak Jabir mengerti bahwa Olga sudah tak
berdaya, ia mulai melancarkan intimidasinya. “Non Olga, kami sudah
melihat tubuh non Olga di dalam album ini. Tapi tentu saja lebih
menyenangkan lagi kalau kami bisa melihat bentuk asli dari tubuh non
Olga. Nah, non mau kan nunjukin tubuh non pada kami secara langsung
di sini?”. Berkata demikian, pak Jabir menutup album yang tadi
sempat pura pura akan dilempar keluar, dan menaruhnya di meja
telepon dekat jendela itu.

“Tentu saja saya tak perlu menjelaskan lagi pada non Olga, bagaimana
dengan album ini jika non Olga berani macam macam. Sekali saya
lempar ke bawah, orang orang di sana akan dapat gempar, dan besoknya
infotainment di TV tak akan ketinggalan memberitakan hal ini juga”,
kata pak Jabir dengan ketenangan yang tidak dibuat buat, Olga memang
sudah terlihat menyadari nasibnya ada di tangan para kuli yang
sekarang sedang bersiap untuk melumatnya habis babisan. Tapi Olga
masih mencoba mencari celah untuk lolos dari keadaan ini. “Bapak
bapak, tolonglah. Saya punya duit, kalian mau dibayar berapa?”. Pak
Jabir segera menjawab, “Kalau soal duit, itu gampang. Non memang
harus bayar kami untuk tutup mulut. Tapi non juga harus tahu, kami
semua ingin mencicipi servis non juga”. Olga menyadari ia sudah tak
punya harapan lagi, dan tertunduk lemas. “Lepaskan pegangan kalian.
Non Olga, sekarang non boleh pilih. Non mau buka baju non sendiri
dengan sukarela, atau kami bantuin non untuk membukanya,” kata pak
Jabir. Olga yang sudah dilepaskan oleh Dedi dan Bakrie, tertunduk
menggigit bibir menahan tangis, dan mulai melepasi bajunya dengan
terpaksa.

Kaus dan celana pendeknya sudah terjatuh ke lantai. Kini Olga hanya
mengenakan bra dan celana dalam, membuat mereka bertiga tertegun
memandangi tubuh Olga yang putih mulus tanpa cacat. Mereka menunggu
tapi Olga tak melanjutkan melepas semuanya. Kini Olga mulai
menggigil dan melipat kedua tangan memeluk dirinya sendiri, bukan
karena hawa dingin AC di ruang itu, tapi selain malu yang amat
sangat, ia membayangkan tubuhnya akan dinikmati oleh ketiga kuli
bejat ini.
“Lho non Olga, kok pilih kasih sama yang jadi fotografer itu. kami
kan juga mau liat yang ada di dalam beha dan celana dalam non.”,
kata Bakrie.
“Lagi dong” sambung Dedi
Pak Jabir menimpali, “Lanjut.. lagi”. Mereka bertiga bersahut
sahutan seolah sedang menonton aksi striptease. Olga mulai menangis,
ia tak bisa berpikir lagi apa yang harus dilakukannya. Tak ingin
menunggu lebih lama lagi, mereka bertiga mulai mendekati Olga yang
mundur mundur ketakutan. Olga jatuh terduduk ke sofa yang tadi
memang didudukinya. Dalam kepanikannya, Olga mulai memohon, “Sudah
pak.. saya mohon, jangan begini”. Tapi semua itu hanya usaha yang
sia sia, mana mungkin tiga orang pria yang sudah begitu bernafsu mau
melepas wanita cantik menggiurkan seperti Olga?

“Tenang non Olga. Pokoknya non Olga nurut saja, maka kami nggak akan
berbuat kasar. Lagipula, ingat soal album tadi. Jadi sebaiknya non
Olga layani kami tanpa berbuat yang macam macam”, kata pak Jabir
dingin. Olga hampir menjerit ketika bra yang masih melekat di
payudaranya ditarik ke belakang hingga kedua tangannya terangkat ke
belakang, dan bersamaan dengan itu celana dalamnya juga dilorotkan
hingga kini Olga sudah telanjang bulat. Mata mereka bertiga hampir
copot melihat keindahan payudara dan vagina Olga yang sudah pasrah
dan hanya bisa menangis. “Lho non Olga, kok nangis terus sih? Di TV
katanya cuma bisa mimpi.. hahaha..”, ejek Bakrie. Pak Jabir mendekat
dan berkata, “cup cup.. non Olga jangan nangis. Sini bapak cium ya”.
Bibir Olga dilumat oleh pak Jabir dengan penuh nafsu, sementara
kedua rekan pak Jabir mulai meraba raba tubuh Olga sambil sesekali
meremasi payudara yang indah itu.

Bakrie yang semenjak tadi berdiri saja, kini berjongkok di antara
kedua belah paha Olga. Pria itu tampak mengagumi keindahan sepasang
paha yang sudah lama dikaguminya, paha itu dielus dan dijilatinya
alam Olga. Kini kemaluan Olga yang di tumbuhi oleh bulu-bulu halus
itu menjadi sebuah pertunjukan gratis bagi orang-orang kampung ini..
“Gila memek-nya aja putih gini, wangi lagi…” ejek Bakrie
“Ya iyalah, kalo ga mana bisa jadi artis atau model” sahut Dedi.
Ejekan ini kontan membuat wajah Olga memerah, namun perasaan itu
tidak berlangsung lama, salah satu jari Bakrie mulai menggelitik
kemaluan Olga. Tubuh Olga mulai bergerak-gerak, belum lagi sapuan
lidah di leher dan telinganya yang juga mulai meningkatkan
birahinya. Jemari Bakrie makin lancar mengesek-gesek kemaluan Olga
karena dibantu oleh cairan kemaluannya yang mulai keluar, terlebih
lagi sesekali pria itu memijit klitorisnya sehingga makin merangsang
artis cantik itu..

Olga terus mendesah tertahan sambil sesekali melayani lidah Pak
Jabir. Dedi yang memainkan puting susu Olga mulai menjilati benda
mungil yang sensituf itu, terkadang dia menyusu sambil menggigit
puting kemerahan itu. Olga pun makin hanyut dalam birahinya. Wajah
Bakrie semakin terbenam pada vaginanya, tubuh Olga menggeliat ketika
dirasakannya lidah pria itu mulai menyapu bibir vaginanya. Dengan
rakus Bakrie menjilati vagina Olga yang sudah becek itu. Setiap
sapuan lidahnya membuat darah Olga makin berdesir dan tubuhnya
menggeliat. Pak Jabir yang sejak tadi berciuman dengannya juga ikut
menggerayangi payudara yang satunya. Tangan kasar itu meremas-remas
serta memilin-milin puting susunya sehingga semakin mengeras. Nafas
Olga semakin memburu seiring dengan semakin hotnya percumbuan itu.
Suara kecupan-kecupan beserta desahan tertahan terdengar dari mulut
mereka yang saling beradu. Mau tak mau Olga tak dapat menyangkal
lagi bahwa dirinya telah terbuai dalam perkosaan ini. Dia tidak
dapat menahan sensasi nikmat pada vaginanya yang sedang dijilati
Bakrie, lidah pria itu bergerak liar seperti ular menjilati dinding
vagina dan klitorisnya. Olga semakin tidak tahan lagi dengan siksaan
birahi ini, sepasang paha mulusnya makin mengencang mengapit kepala
si Bakrie dan cairan orgasmenya mengalir deras di sela-sela
vaginanya. Cairan itu segera diseruput Bakrie dengan rakusnya
sehingga tubuh Olga makin menggelinjang.

Pak Jabir melepaskan lumatan bibirnya setelah puas menciuminya
selama sepuluh menitan, sebuah percumbuan yang cukup lama. Olga
langsung bernafas tersenggal-senggal mengambil udara segar dan juga
sisa orgasmenya barusan. Ketiga kuli bangunan itu menatapnya dan
tersenyum puas melihat reaksi Olga yang baru saja mencapai klimaks
pertamanya.
“Hehehe…gimana Non Olga ? Enak kan ?” ejek Pak Jabir.
“Non kerangsang juga yah, gile sampe becek gini !” sahut Bakrie di
antara kedua pahanya yang baru menegakkan kepala.
“Gimana Krie rasanya ?” tanya Dedi pada temannya.
“Wuihh…enak tenan, pejunya artis, gurih banget deh !” komentar pria
itu.
Wajah Olga memerah dan kupingnya terasa panas mendengar kata-kata
mereka yang tak senonoh itu, namun disisi lain dirinya juga sangat
menikmati percumbuan dan orgasme barusan. Pak Jabir menyuruh kedua
anak buahnya membereskan meja ruang tamu dan mereka segera
menyingkirkan gelas-gelas bekas minum tadi dan sebuah pot bunga
kecil diatasnya.
“Aah…mau apa Pak ?” tanya Olga ketika si mandor itu mengangkat
tubuhnya.
“Santai aja Non, cuma mindahin aja supaya lega” jawabnya santai
Tubuh telanjang Olga kini diletakkan diatas meja ruang tamu dari
bahan fiber itu dengan kaki terjuntai ke bawah. Ketiga kuli itu
berdiri mengelilinginya dan menatapnya dengan pandangan lapar. Olga
kini bagaikan sebuah makanan nikmat yang siap disantap bulat-bulat.
Mereka lalu mulai membuka pakaiannya masing-masing sampai bugil.
Olga terhenyak melihat alat vital mereka yang rata-rata besar dan
hitam. Rasanya sudah lemas dulu membayangkan ketiga batang itu
mengaduk-aduk vaginanya.

Pak Jabir mengambil posisi diantara kedua pahanya, kemudian ia
berlutut dan membenamkan wajahnya pada selangkangan Olga sama
seperti bawahannya tadi. Tubuh Olga pun kembali menggeliat karena
lidah pria itu segera menjilati vaginanya dan libidonya pun naik
lagi. Jurus menjilat Pak Jabir lebih lihai daripada Bakrie tadi, ia
membuka bibir vagina Olga dengan kedua jarinya sehingga lidahnya
dapat menjelajah lebih leluasa dan menyentil-nyentil klitorisnya.
Dedi berdiri disamping kepalanya sambil menyodorkan penis yang telah
tegang itu ke wajahnya.
“Ayo sepongin Non” perintahnya sambil menepakan penis-nya ke wajah
Olga.
“Ga mau Pak, saya belum pernah” iba Olga, jijik sekali baginya kalau
harus mengulum
penis bau itu, mana hitam dan kepalanya memerah lagi.
“Oh jadi mau ya albumnya kita lempar ke bawah sana terus diliat
orang-orang ?” ancam Dedi yang makin tak sabar.
“Aaah, jangan Pak, baa…baaik dech saya mau” jawab Olga ketakutan.
Dengan gemetaran, Olga meraih penis Dedi, dengan ragu-ragu dia mulai
membuka mulutnya dan mulai memasukan penis itu kemulutnya. Belum
sempat penis itu masuk kemulutnya, Dedi yang sudah birahi tinggi
menyodokan penisnya ke mulut Olga yang membuatnya kalang kabut
“Mmmmph!” setelah beberapa detik baru Olga dapat menyesuaikan
dirinya dengan benda asing dimulutnya.
Penis itu sungguh menyesakkan baginya belum lagi baunya yang tidak
sedap itu. Olga terpaksa memaju-mundurkan kepalanya yang ditahan
oleh Dedi, setidaknya dengan demikian sedikit lebih lega.

“Wuuuiihh…asyik banget nih sepongannya, baru pernah gua disepong
artis, mimpi apa gua semalem” gumam Dedi sambil merem-melek keenakan.
“Makannya jangan cuma BBM, baru bisa mimpi !” timpal Bakrie yang
penisnya sedang dikocok dengan tangan Olga.
Mereka tertawa terbahak-bahak mendengar komentar Bakrie yang
menirukan slogan yang biasa diucapkan Olga dalam Republik Mimpi,
sebuah program televisi yang dipandunya. Pak Jabir tidak berlama-
lama menjilati vagina Olga, baru lima menit saja dia sudah bangkit
dan menyangkutkan kedua betis Olga ke bahunya yang lebar sambil
mengarahkan penisnya ke vagina model cantik berusia 31 tahun itu.
“Pak, pelan-pelan, jangan kasar dong” pintanya melepas sebentar
penis Dedi dari mulutnya.
“Tenang aja Non, yang penting enak kan” jawab Pak Jabir yang
disambut tawa mereka.
Perlahan-lahan mandor itu mulai menancapkan penisnya pada vagina
Olga, lumayan sulit karena vagina Olga, walau sudah tidak perawan,
terlalu sempit untuk menerima penis sebesar itu. Selama proses
penetrasi itu baik Pak Jabir maupun Olga mengerang-ngerang merasakan
alat kelamin mereka beradu dan saling bergesekan. Dedi dan Bakrie
tertawa-tawa dan menyoraki menyaksikan prosesi `pencoblosan’ itu.
“Uuiii…seret banget, memeknya artis emang beda !” kata Pak Jabir
ketika penisnya menancap setengahnya.
Kemudian pria itu mendorong-dorongkan penis itu agar semakin dalam
memasuki vagina Olga. Model cantik itu mengerang panjang ketika Pak
Jabir menyodokkan penisnya hingga menyentuh g-spot nya.

“Asyik ya Pak ngentotin sama terkenal ?” tanya Bakrie
“Iya, aaahhh, enak banget…jauh lebih enak dari lonte-lonte di
kampung” jawab Pak Jabir sambil terus menggenjot.
Cemoohan itu membuat wajah Olga makin memerah, masa dia dibandingkan
dengan lonte kampung, namun dia mulai tidak perduli, kini ia
terkonsentrasi untuk menyelesaikan pekerjaannya secepatnya. Dia
masih harus mengoral penis Dedi dan mengocoki si Bakrie. Tak lama
kemudian Bakrie minta giliran dioral karena sudah ngiler melihat
reaksi temannya yang demikian menikmati sepongan Olga.
“Gantian bentar dong Ded, kayanya enak banget tuh, ayo Non gantian”
katanya seraya menjenggut rambut Olga dan menghadapkan wajahnya pada
penisnya, “yuk, isep yang enak, jangan dia doang dong !”
Olga pun kini melayani penis Bakrie yang ukurannya lebih pendek
sedikit dari Dedi sehingga Olga sedikit bersyukur karenanya. Pada
saat itu tubuhnya terguncang hebat akibat sentakan-sentakan Pak
Jabir.
“Mmmm…mmhhh…eennggg !” di tengah oral seks ia tak sanggup menahan
desahannya.
Mandor itu semakin liar menyodoki vaginanya dengan penisnya, semakin
lama vagina Olga semakin basah sehingga batang itu semakin lancar
keluar masuk di liang itu. Sesekali Pak Jabir menjilati kakinya yang
mulus yang disangkutkan di bahunya, hal itu memberikan sensasi geli
pada Olga. Ia semakin tak berdaya terhadap mereka yang menjarahi
tubuhnya dengan liar, ia bahkan telah hanyut dan menikmatinya walau
itu diluar kehendaknya.

Dedi melepaskan tangan Olga yang sedang mengocok penisnya karena
tidak ingin buru-buru keluar. Ia lebih memilih menikmati kemolekan
tubuh model cantik itu sambil menunggu Pak Jabir selesai
menggarapnya. Pria berkumis tipis itu berlutut di samping tubuh
Olga, mulutnya mendekat dan mulai menjilati payudara wanita itu.
Darah Olga semakin berdesir karena sapuan dan sentilan lidah Dedi
pada payudaranya. Setelah menyusu sebentar, dikecupi dan dijilatinya
lekuk-lekuk tubuh Olga yang indah itu sambil tangannya meraba-raba
bagian pinggul dan pahanya yang kencang dan berkulit halus.
“Uuhhh…asyik Non iya…iyahhh…isep terus, ntar keluar telan yah !”
nampak si Bakrie makin berkelejotan menikmati penisnya dioral.
Ia menggerakkan pinggulnya seolah seperti menyetubuhi mulut wanita
itu karena sebentar lagi akan mencapai klimaks. Olga sebenarnya
kelabakan atas perlakuannya itu, berkali-kali wajahnya terbenam di
selangkangan pria itu yang berbulu lebat dan berkali-kali pula
kepala penis itu menyentuh tenggorokannya, namun karena kepalanya
dipegangi oleh pria itu, ia pun hanya bisa pasrah saja.
“Aaarrggghhh !” pria itu mengerang dan menumpahkan spermanya di
mulut Olga.
Cairan putih kental itu sebagian tertelan olehnya sedangkan sisanya
meleleh keluar di pinggir bibirnya. Aromanya begitu menusuk sehingga
ia buru-buru menelan cairan itu agar tidak terlalu berasa. Semburan
sperma itu mulai berkurang seiring penis Bakrie yang menyusut di
mulut Olga. Setelahnya, pria itu masih memintanya menjilati penis
itu hingga bersih.

Lima menitan kemudian, giliran Pak Jabir berejakulasi, dia menekan-
nekan penisnya lebih dalam sambil mulutnya menceracau.
“Uuhhh…eeennghh !” lenguh pria itu seperti kerbau liar, kedua
tangannya makin erat mencengkram betis Olga.
“Oohhh…oohh…sudah, jangan…aaahh !” Olga juga mendesah tak karuan
karena ia juga merasakan gelombang birahinya meledak.
Olga pun kembali mencapai puncak, cairan kewanitaannya meleleh
semakin membasahi vaginanya. Tubuhnya mengejang dan menekuk ke atas
tak terkendali. Namun itu semua belum selesai karena Pak Jabir masih
terus menyetubuhinya sampai dua-tiga menit ke depan. Akhirnya
barulah si mandor itu orgasme dan menyemburkan lahar hangatnya di
dalam vagina Olga. Frekuensi genjotannya menurun dan akhirnya
berhenti lalu penis itu tercabut dari vaginanya, nampak lelehan
sperma bercampur cairan kewanitaan membasahi selangkangan wanita
cantik itu begitu penis itu terlepas.
“Liat nih si Non Olga Lydia, tadi sok jual mahal gak taunya enjoy
juga main sama kita-kita” ejek Dedi yang duduk di sampingnya sambil
meremas payudaranya.
“Lu liat ga Ded tadi, gua ngecrot di mulutnya, di mulut artis, gile
ga kebayang bisa dapet kesempatan gini hehehe !” kata Bakrie dengan
bangga.
Pak Jabir yang baru orgasme tidak berkomentar apa-apa, ia hanya
terduduk di sofa dengan lemas dan nafas terengah-engah, sebuah
senyum puas tersungging di wajahnya.

Sementara Olga yang sudah mulai pulih dari orgasmenya merasa dirinya
sudah hancur, tidak pernah disangka olehnya dirinya akan menjadi
objek pemerkosaan kuli-kuli bangunan seperti mereka. Kata-kata tak
senonoh yang terlontar dari mulut mereka membuat kupingnya panas,
namun ia tidak bisa memungkiri bahwa ia juga menikmatinya. Olga pun
menangis tersedu-sedu mengingat penderitaan yang dialaminya, ia
menyalahkan diri sendiri karena kalau tahu begini album koleksi
pribadi itu dia simpan di tempat lain yang lebih tersembunyi dan
juga sangat kesal pada mereka yang berani lancang mengoprek barang
pribadinya.
“Hayo Non Olga, sekarang sama saya, jangan nangis melulu !” Dedi
meraih bahunya.
Pria itu duduk di kursi panjang dan menepuk kedua pahanya sebagai
tanda menyuruh Olga naik ke pangkuannya. Dengan terpaksa, Olga pun
turun dari meja ruang tamu dan mendekati pria itu. Ia naik ke
pangkuan Dedi dengan posisi berhadapan, Dedi menggenggam penisnya
dan mengarahkan ke vagina Olga. Dibimbingnya Olga menaiki penisnya
hingga vagina wanita itu menelan penisnya.
“Nnggghh…aaahhh Bang !” lenguh Olga saat penis itu tertancap makin
dalam.
Cairan yang membasahi selangkangannya berfungsi sebagai pelumas yang
memperlancar masuknya penis Dedi yang besar dan berurat itu. Olga
menggeliat dan matanya terpejam merasakan penis itu tertanam
seluruhnya pada vaginanya, rasanya sesak sekali dan juga sangat
keras. Sensasi nikmat menjalari tubuhnya ketika Dedi mulai
menggerakkan pinggulnya perlahan sehingga penisnya bergesekan dengan
dinding vaginanya.

Sambil menggenjot, tangan Dedi menggerayangi tubuh Olga mulai dari
punggung, pantat, payudara, dan paha.
“Wah…wah, mulus banget Non, bikin gemes aja” puji Dedi sambil
menghirup tubuhnya.
“Aakkhh…sakit Bang, jangan keras gitu dong !” rintih Olga karena
kedua buah dadanya diremas dengan brutal.
Mulut pria itu juga tak henti-hentinya menjilat dan mencupangi
payudaranya yang montok itu hingga meninggalkan jejak ludah dan
bekas-bekas cupangan. Dirangsang sedemikian rupa, Olga semakin tak
bisa mengendalikan dirinya. Ketika Dedi tidak lagi menyentakkan
pinggulnya, Olga menggerakkan sendiri pinggulnya mencari
kenikmatannya. Tak lama kemudian tubuh Olga berkelejotan, otot betis
dan pahanya mengejang, nafasnya semakin memburu sambil terus
merintih keras dan panjang. Setelah mencapai klimaks tubuhnya
kembali lemas di pelukan Dedi yang tersenyum puas karena telah
berhasil menaklukan sang model cantik itu. Kedua rekan Dedi yang
sedang duduk beristirahat juga tertawa dan mengejek melihat adegan
itu.
“Weleh, hot banget Non goyangannya, ketagihan nih ceritanya ? Kenapa
ga jadi artis bokep aja Non, pasti laku keras deh !” sahut Pak Jabir
“Non Olga ternyata suka ngebor juga, si Inul aja kalah hot hahaha !”
timpal Bakrie.
“Asyik kan Non, ngentot sama saya, enak ga ?” tanya Dedi masih yang
menaik-turunkan pinggulnya dengan perlahan. “liat tuh Non dibawah
sana, banjir gitu”
Olga terdiam lemas tidak bisa berkata apa-apa menanggapi cemoohan
mereka yang melecehkan harga dirinya itu. Tubuhnya sudah basah oleh
keringat dan tulang-tulangnya seperti mau copot karena lelahnya.

“Gimana rasanya Non, jawab dong !” kata Dedi sambil terus menyentak
pinggulnya menyodoki vagina Olga.
“Ampun Bang…iya enak, tapi tolong udah dong” kata Olga dengan lemas
dan mengiba.
“Ded ke kamar aja, lebih lega, gua masih belum nyicipin memeknya
nih !” ajak Bakrie.
“Ayo aja, sekalian rasain enaknya seranjang sama artis hehe” Dedi
mengiyakan, “yuk Non kita ke kamar Non, pegangan yang benar yah,
jangan nyalahin kalau tar jatoh”
Olga dengan pasrah menuruti apa kata tukang bangunan itu, ia
memeluknya dengan erat dan sepasang kakinya melingkari pinggangnya.
Setelah mengumpulkan tenaga, Dedi berdiri sambil mengangkat tubuh
Olga yang memeluknya, penisnya masih tertancap pada vaginanya. Bagi
seorang yang terbiasa dengan kerja kasar seperti Dedi, tidak terlalu
sulit mengangkatnya. Pria itu menopang tubuh Olga dengan memegang
kedua pantatnya sambil berjalan dengan hati-hati menuju ke kamar.
Sambil berjalan sesekali Dedi menyentakkan pinggulnya sehingga
membuat Olga mendesah nikmat.
“Wei, ati-ati lo, gituan sambil jalan kalo jatuh patah tulang nyaho
deh” goda Bakrie
Merekapun tiba di kamar Olga yang tertata rapi dan beraroma
pengharum ruangan yang sedap. Dedi membaringkan tubuh Olga di atas
ranjangnya dengan hati-hati, dia sendiri berlutut diantara kedua
paha mulus itu. Setelah itu dia melanjutkan genjotannya dengan lebih
bernafsu, Olga mengerang sambil meremasi sprei di bawahnya. Kedua
kuli lainnya mengerubutinya dan tangan-tangan kasar mereka menjamahi
lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Pak Jabir dengan gemas melihat
payudara Olga yang bergoyang-goyang langsung melumat dan menggigiti
puting yang sudah mengeras itu. Olga merintih sambil menjambak
rambut pria itu, gigitan pria itu menimbulkan rasa nyeri bercampur
nikmat baginya. Pada saat yang sama Bakrie melumat bibirnya sehingga
mau tak mau Olga harus melayani permainan lidah pria itu.

Kira-kira sepuluh menit kemudian Dedi sudah akan ejakulasi, terlihat
dari genjotannya yang makin ganas dan lenguhannya. Tubuh Olga ikut
terguncang dengan hebat karena sodokan-sodokan kerasnya. Dengan satu
hentakan keras disertai erangan panjang Dedi menyemprotkan spermanya
di dalam vagina Olga. Mata Olga pun merem-melek menahan nikmatnya
semburan cairan hangat itu di dalam vaginanya. Genjotan Dedi
berhenti dan penisnya yang masih belum dicabut mulai menyusut, dia
bernafas ngos-ngosan sambil berpegangan pada kedua betis wanita itu
yang terangkat ke atas.
“Hhhsshh…hhhh… uenaknya, memek artis emang top” kata Dedi yang nampak
puas.
Lidah Pak Jabir menari-nari di leher Olga, wajah cantiknya perlahan
tampak sayu menikmatinya. Namun ia tetap malu mengakuinya, bagaimana
mungkin dia bisa menikmati diperlakukan begini oleh tiga orang yang
lebih rendah status sosialnya dibanding dirinya.
“Udah kan Ded ? misi dulu dong, sekarang gua, udah kebelet pengen
nyicipin punya Non Olga, tiap nonton Republik Mimpi gua udah ngidam
nih” Bakrie menyuruh temannya menyingkir untuk mendapat jatahnya.
Bakrie membalik tubuh Olga dan menunggingkan pantatnya hingga Olga
bertumpu pada kedua lutut dan telapak tangannya. Tanpa buang waktu
lagi ia langsung menekan penisnya membelah vagina Olga. Penis itu
mulai memompa vaginanya, terdengar bunyi berdecak dan tepukan setiap
kali pria itu menyodok penisnya. Goyangan mereka semakin cepat,
nampak payudara Olga yang menggantung itu terayun-ayun.

Pak Jabir berlutut di hadapan Olga, ia menjenggut rambutnya sehingga
kepalanya terangkat. Sebatang penis hitam yang basah itu telah
mengacung ke arah wajahnya begitu wajahnya terangkat. Mandor itu
menjejali mulut Olga dengan penisnya sebelum wanita itu sempat
protes.
“Mmmm..mmmhh !” nampak Olga kelabakan ketika penis itu dimasukkan
secara paksa ke mulutnya, baunya yang tidak enak itu menambah
deritanya.
“Jilat Non, mainin lidahnya, uuuhh…ya gitu !” kata Pak Jabir sambil
memegangi kepalanya.
Susah payah Olga menggerakkan lidahnya mengelilingi kepala penis
yang seperti jamur itu, ia merasakan ada sedikit asin ketika
lidahnya menyentuh lubang kencingnya, sempat terasa jijik memang,
tapi di tengah keroyokan seperti ini ia tidak sempat berlama-lama
memikirkan hal itu. Di belakangnya Bakrie terus menghela tubuhnya
seperti menunggang kuda. Payudaranya pun tidak luput dari tangan
Bakrie dan Dedi yang sedang mengistirahatkan penisnya. Putingnya
ditarik-tarik, dipencet atau dipelintir memberi sensasi nikmat yang
luar biasa walau di luar kehendaknya. Dua penis perkasa memompanya
dari dua arah berlawanan membuatnya pasrah tanpa bisa melawan.
Cairan hasil persetubuhan di sekitar selangkangannya sudah meluber
kemana-mana dan meleleh di pahanya yang mulus. Syukur bagi Olga, Pak
Jabir tidak berlama-lama menyetubuhi mulutnya, 6-7 menit saja pria
itu sudah mengubah posisi dengan duduk berselonjor dan bersandar
pada kepala ranjang, pegangannya pada kepala Olga juga mengendur.
Kali ini dia memerintahkan agar Olga yang memanjakan penisnya
sementara dia sendiri menikmati dengan santai.

“Eeehhmm…sedap! ” Pak Jabir mendesah nikmat ketika jari-jari lentik
Olga menggenggam penisnya, lidahnya menyapu kepala penisnya yang
memerah itu.
Olga setidaknya merasa lega karena dengan begini ia bisa mengambil
nafas setelah setelah mulutnya disenggamai setengah mati sampai
bernafas pun sulit. Ia kini berusaha agar Pak Jabir puas dengan
pelayanan tangan dan mulutnya agar tidak menyetubuhi mulutnya
seperti tadi lagi. Tusukan-tusukan pada vaginanya dan rangsangan
dari tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya membuatnya larut
dalam birahi dan tidak malu-malu lagi menunaikan tugasnya melayani
penis si mandor. Tak lama kemudian penis di dalam mulutnya itu
semakin berdenyut-denyut, Pak Jabir menahan kepala Olga sehingga ia
mulutnya kembali dipenuhi penis.
“Uuuuhh !” erang Pak Jabir sambil memuntahkan spermanya dalam mulut
Olga.
Sperma si mandor ini sangat kental dan aromanya lebih menusuk
daripada milik si Bakrie tadi. Olga hampis saja memuntahkan cairah
itu tapi pria itu tidak melepas kepalanya sehingga mau tidak mau ia
harus menelan cairan itu. Baru setelah batang itu menyusut dan tidak
menyemburkan sperma lagi Pak Jabir melepaskan kepalanya. Olga
langsung terbatuk-batuk dan mengambil nafas, sementara di
belakangnya Bakrie masih menyetubuhinya, kuat sekali staminanya, ada
mungkin setengah jam ia memacu tubuhnya. Akhirnya kurang dari lima
menit setelah diberi minum sperma oleh Pak Jabir, barulah pria
berambut cepak itu mencabut penisnya. Dia buru-buru menuju ke dekat
kepala Olga dan menyelipkan tangannya ke bawah kepala serta
mengangkatnya.
“Buka mulutnya Non !” perintahnya sambil satu tangannya mengocok
penisnya.
Dan cret…cret…penis itu menembakkan isinya dan mengenai wajah cantik
Olga sebelum ia sempat membuka mulut karena masih lelah.

Banyak sekali sperma Bakrie yang muncrat membasahi wajah Olga,
setelah berhenti ia masih menyuruh Olga membersihkan penisnya dengan
lidah. Mereka tertawa-tawa mengejek melihat Olga yang sudah tak
berdaya dan takluk itu.
“Ini Non, ayo dijilat, biar ga mubazir!” perintah Bakrie setelah
mencolek sperma di pipi Olga dan menyodorkan jari itu di depan
mulutnya..
Jijik sekali rasanya ketika dia diperintahkan seperti itu, apalagi
jemari Bakrie kini tinggal beberapa centi di depan mulutnya. Dengan
terpaksa dan rasa takut Olga mulai membuka mulutnya, dan memasukan
jemari bersperma Bakrie itu ke mulutnya. “Mmmm…!” dengan rasa jijik
yang ditahannya, Olga mulai menjilati jemari itu sampai bersih.
“Enak kan Non ? gurih begitu” ujar Bakrie.
“Uiii…Non Olga demen minum peju juga yah !” sahut Dedi disambut
gelak tawa teman-temannya.
Mereka beristirahat sekitar lima menitan, selama itu tangan mereka
tidak pernah absent mencolek atau menjamahi tubuh Olga yang sudah
basah oleh keringat, kata-kata tidak senonoh juga terlontar dari
mulut mereka, namun ia sudah pasrah, harga diri apa lagi yang perlu
dipertahankan toh baru saja direnggut mereka. Setelah cukup
istirahat Dedi berbaring dan meraih lengan Olga menyuruhnya naik ke
penisnya.
“Naik sini Non, saya demen banget sama goyangan Non, jadi ketagihan
nih !” suruhnya.
Tanpa harus diperintah lagi, Olga meraih penis yang sudah tegak itu
lalu mengarahkannya ke vaginanya. Perlahan-lahan ia turunkan
tubuhnya hingga penis itu melesak masuk membelah bibir vaginanya
sambil mengeluarkan desahan dari mulutnya. Mulailah ia menaik
turunkan tubuhnya disana, matanya terpejam dengan wajah menengadah
ke atas, payudaranya diremas oleh pria itu.

Olga menggerakkan sendiri tubuhnya mengikuti birahi yang membara
dalam dirinya. Kemudian ia merasakan sepasang tangan kekar
mendekapnya dari belakang meraih payudaranya, sebuah ciuman mendarat
di lehernya.
“Sori ganggu bentar nih, numpang nyoblos yah, kan masih ada satu
lubang lagi !” kata Pak Jabir yang memeluknya dari belakang itu.
Olga langsung merinding mendengar kata-kata si mandor, satu lubang
lagi ? berarti dia bermaksud bermain belakang, tidak…pasti rasanya
sakit sekali, seumur-umur ia belum pernah merasakan bagian itu
ditusuk apalagi oleh penis yang besar seperti itu.
“Nggak Pak, tolong jangan disitu….saya ga mau !” Olga memohon dengan
terbata-bata ketika pria itu mendorong tubuhnya ke depan sehingga
pantatnya nungging.
Dedi yang berbaring telentang di bawahnya langsung mendekap
punggungnya ketika ia meronta.
“Kenapa ngga mau Non ? Asik kok, sakitnya cuma sebentar” kata Pak
Jabir santai sambil mengarahkan penisnya dubur Olga.
“Tidak, aahh…aduh, pelan-pelan Pak, aahhh !” rintih Olga merasakan
benda tumpul menekan anusnya memaksa masuk.
“Ini juga udah pelan-pelan non, santai aja” kata Pak Jabir.
Olga cuma bisa meringis dan merintih menahan nyeri dalam dekapan
Dedi. Nyerinya tak tertahankan sampai air matanya keluar. Setelah
tarik-dorong berapa saat akhirnya penis itu masuk juga ke pantatnya.
Ia merasakan dua lubang dibawahnya penuh sesak, rasa sakit dari
pantatnya masih terasa sehingga ia menangis menumpahkan deritanya.

Olga sedang dalam posisi disandwitch oleh kedua buruh bangunan itu,
mereka mulai memacu tubuhnya. Desahan Olga bercampur isak tangisnya
memenuhi kamar ini, ia tak pernah menyangka akan mengalami
pemerkosaan brutal seperti ini gara-gara album foto itu. Namun bila
dipikir lebih jauh diperlakukan seperti ini baginya jauh lebih baik
daripada kalau album itu dilempar ke bawah dan ditemukan orang-orang
lalu menjadi berita panas di infotainment atau tabloid gosip,
reputasinya akan hancur dimata seluruh rakyat dan kalau sudah begitu
bunuh diri pun malah akan semakin menghancurkan namanya. Daripada
menanggung semua akibat mengerikan itu terpaksa Olga merelakan diri
dikerjai habis-habisan oleh mereka. Ia mencapai klimaks lagi
ditengah genjotan kedua orang itu, namun mereka terus menyetubuhinya
tanpa mempedulikannya. Kini ditambah lagi Bakrie yang maju dan
menodongkan senjatanya di wajah Olga. Begitu wanita itu membuka
mulut, Bakrie langsung menjejalinya dengan penis. Air matanya terus
mengalir selama disetubuhi tiga arah itu. Pak Jabir meledak lebih
dulu di anusnya, mungkin karena sempitnya. Setelah menumpahkan
spermanya ia pun mencabut penisnya sambil mendesah nikmat. Dengan
mundurnya Pak Jabir, Dedi lebih leluasa menggarap tubuhnya, ia
berguling ke samping hingga tubuhnya berada di atas Olga lalu
mencabut penisnya dan naik ke dada wanita itu. Ia meletakkan
penisnya di antara payudara Olga lalu menjepitnya dengan kedua
gunung itu. Nampak wajah Olga meringis lagi merasakan remasan pada
dadanya. Pria itu lalu memaju-mundurkan penisnya diantara himpitan
payudara itu. Pada saat yang sama Olga juga menggerakkan tangannya
mengocok penis Bakrie yang berlutut di sebelah kepalanya, ia
mengocoknya dengan cepat dengan harapan pria itu segera menyudahi
aksinya.

Dedi akhirnya orgasme di dada Olga, ketika keluar ia meremas kedua
payudara Olga kuat-kuat sehingga membuatnya merintih kesakitan.
Spermanya tumpah kemana-mana mengenai wajah, leher dan dadanya.
Disusul tak lama kemudian Bakrie juga orgasme oleh kocokan tangan
Olga, spermanya menyemprot di wajah model cantik itu sehingga
membuatnya semakin basah, sebagian mengenai rambutnya. Mereka semua
ambruk kelelahan, suara nafas yang ngos-ngosan terdengar bersamaan
dengan hembusan AC. Olga telah luluh lantak, rambutnya kusut
berantakan, tubuhnya bersimbah peluh dan ceceran sperma, vagina dan
anusnya rasanya panas sekali. Ia mendengarkan obrolan ketiganya
dengan sesama mereka dan juga komentar cabul terhadap dirinya.
“Puas banget gua malem ini biar nih badan pegel-pegel !” kata Bakrie
“Iya tuh musti dipuas-puasin kapan lagi coba ngentotin artis kaya
gini” Pak Jabir menimpali.
“Gak nyangka yah bisa asik gini, ini sih bukan BBM namanya, tapi
BCM” kata Dedi.
“BCM ? apa tuh ?” tanya teman-temannya.
“Bukan Cuma Mimpi” jawabnya lalu mereka tertawa-tawa, “ya gak Non
hehehe” tangannya meraba dada Olga sambil iseng meratakan ceceran
sperma disitu.
Olga hanya diam saja karena untuk bersuara pun ia masih terlalu
lelah, suaranya seakan telah habis untuk mendesah dan menjerit
ketika orgasme tadi.

Pak Jabir keluar dari kamar lalu ia masuk lagi tak lama kemudian
sambil membawa segelas air. Ia menyelipkan tangan ke bawah punggung
Olga lalu menegakkan badannya, gelas itu ditempelkannya ke bibir
wanita itu dan menyuruhnya minum. Cukup pengertian juga pria
setengah baya itu. Olga langsung meneguk air di gelas itu sampai
habis, air itu sungguh menyejukkan tenggorokannya yang telah kering
serta memberi sedikit tenaga pada tubuhnya.
“Kasian si Non Olga jadi acak-acakan gitu, kita mandiin aja yuk !”
ajak Bakrie sambil cengengesan.
“Boleh juga tuh, sekalian kita juga mandi, gerah nih udah keringetan
gini, jadi bisa mandi bareng artis juga kan” Dedi menyambut girang
ajakan itu.
“Oh God, please jangan lagi” keluh Olga dalam hatinya, ia
membayangkan akan dibantai lagi di kamar mandi bila mandi bareng
mereka.
“Aduh udah dong, saya udah ga kuat lagi saya mohon” katanya dengan
suara lemas ketika Dedi memapah tubuhnya hendak menurunkan dari
ranjang.
“Mandi doang Non biar seger, biar Non tidurnya juga enak” kata Pak
Jabir menenangkan.
“Bener Non, kita kan tanggung jawab, udah bikin Non berantakan gini
masa ga dibersihin lagi hehehe !” goda si Bakrie.
Di kamar mandi Bakrie meletakkan tubuh Olga yang masih lemas itu di
atas lantai marmer putih bermotif flora dengan posisi duduk
bersandar ke tembok. Pak Jabir menyalakan kran shower dan mengatur
suhunya sehingga air hangat menyiram Olga hingga basah. Guyuran air
yang segar itu membuat kepenatan tubuhnya berkurang, ia menggerakkan
tangan menyeka wajahnya yang lengket oleh sperma.

Olga tidak peduli lagi ketiga pasang mata mereka sedang memandangi
tubuhnya yang sudah basah. Pak Jabir mengulurkan tangannya
membantunya berdiri,
“Yuk Non, Non ga usah repot-repot kok, biar kita aja yang mandiin,
kan Non juga masih cape” katanya.
Ia mengangkat wajah memandang pria itu, sungguh seksi dan
menggairahkan sekali ia dalam keadaan basah seperti itu, dengan ragu
diangkatnya tangan membalas uluran tangan mandor itu. Kemudian ia
mengangkat tubuhnya perlahan-lahan dengan tenaga yang mulai pulih,
punggungnya masih bersandar ke tembok karena belum cukup tenaga
untuk menopang tubuhnya dengan kedua kaki. Mandor itu berdiri di
hadapannya dan kedua bawahannya di samping kiri dan kanannya, semua
mata memandangnya, Olga tidak tahu lagi apa yang akan terjadi, sudah
terlalu lelah untuk memikirkan semuanya. Pak Jabir mengambil botol
sabun cair dari rak disampingnya dan ditumpahkannya cairan kental
berwarna pink ke tubuhnya.
“Ayo bersihin !” perintahnya.
Segera tangan-tangan mereka menggosoki tubuhnya, mereka meratakan
sabun cair itu ke seluruh tubuhnya hingga licin berbusa. Mereka jadi
begitu lembut sekarang, beda sekali dengan beberapa saat lalu yang
begitu brutal menggangbangnya. Elusan-elusan mereka ditambah lagi
lembutnya busa sabun, membuat Olga merasa rileks dan terbuai.

“Album saya Pak, tolong kembaliin yah !” pinta Olga pada Pak Jabir
yang kebagian tugas menyabuni wajah dan payudaranya.
“Nanti Non, seudah renovasi selesai pasti saya kembaliin, saya
sumpah kok” jawab Pak Jabir sambil menggosok memutar sepasang
payudaranya.
“Please Pak, kembaliin sekarang juga, saya gak mau kalau sampai
ketauan orang lain lagi” suaranya makin memelas.
“Tenang aja Non, pasti saya simpan baik-baik sampai dikembaliin
nanti, dijamin gak ada seorangpun yang bakal nyentuh tuh album” Pak
Dahlan memencet putingnya hingga ia mendesis.
“Iya Non tenang aja, kita juga ga mau kena perkara kalau sampai
albumnya bocor lagi, pasti kita jaga baik-baik kok” Bakrie yang
sedang mengkramas rambutnya dari belakang menambahkan.
“Kita simpan dulu biar kita bisa sama-sama senang, tul ga Non
Olga ?” Dedi yang sedang jongkok menyabuni daerah paha dan
kemaluannya ikut nimbrung.
“Sama-sama seneng apanya, dasar tengik !” maki Olga dalam hati.
Olga menghela nafas panjang, ia hanya bisa berharap kuli-kuli bejat
ini menepati janjinya seusai renovasi nanti, masa ia selamanya jadi
budak orang-orang seperti mereka. Ia tidak bisa menahan desahannya
ketika jari Dedi mengorek vaginanya.
“Biar bersih Non hehehe” katanya dengan senyum memuakkan.
Usai menyabuni dan mengkramas Olga mereka kembali mengarahkan shower
ke tubuhnya untuk membilasnya.

Mereka lalu membasuh diri mereka sendiri, kecuali satu, si Dedi, ia
masih saja berjongkok dan mengobok-obok vagina Olga.
“Aahh…udah Bang, jangan gitu lagi !” Olga hanya bisa mendesah sambil
mendorong-dorong kepala pria itu.
“Wei, belum cukup juga apa, besok kita masih harus kerja, simpen
tenaga dong !” tegor mandor itu sambil menoel kepala Dedi.
“Sabar dikit Pak, saya tadi kan belum sempat nyicipin sininya Non
Olga, cuma jilat-jilat dikit aja kok, boleh kan Non ?” jawabnya
seraya mengangkat paha kanan Olga ke bahunya, tanpa menunggu
diiyakan ia membenamkan wajahnya ke kemaluan Olga yang baru dicuci
bersih.
Lidah Dedi bergerak liar menjilati bibir vagina dan dinding bagian
dalamnya sehingga wanita itu tidak tahan untuk tidak mendesah. Kali
ini dia bermain gentle, sambil menjilat tangannya membelai-belai
paha, pinggul dan payudaranya. Kelembutan ini membuat Olga yang baru
saja dikasari tadi serasa mendapat air di setelah berhari-hari di
gurun.
“Aaahh !” akhirnya ia kembali mengeluarkan cairan kewanitaanya.
Dedi langsung mengisapinya dengan rakus. Olga menggelinjang menahan
nikmat dan geli karena lidah Dedi terus mengais-ngais seolah tak
pernah puas. Akhirnya pria itu menurunkan pahanya dan bangkit. Baru
sekarang ia membasuh tubuhnya, dengan buru-buru ia menyabuni diri
lalu membilasnya sementara teman-temannya saat itu sudah mengelap
tubuh masing-masing.

Akhirnya ketiga kuli bangunan itu telah berpakaian kembali dan
membereskan peralatan mereka. Mereka pamitan pada Olga yang hanya
memakai handuk kuning yang dililit di tubuhnya, satu-satunya handuk
yang tergantung di gantungan baju kamar mandinya. Dengan langkah
gontai ia mengantar mereka ke pintu, ia hanya membukakan pintu
setengah sambil sembunyi di baliknya karena hanya memakai handuk.
Mereka pamitan dengan mengecup bibirnya atau menyentuh tubuhnya
sebelum keluar. Orang terakhir, si Bakrie bahkan lebih kurang ajar,
sebelum keluar ia dengan sengaja menarik handuk yang melilit di
tubuhnya lalu membuka pintu lebar-lebar, kontan Olga pun menjerit
kecil sambil menutupi tubuh dengan tangan, mereka malah tertawa-tawa
melihatnya.
“Tenang, sepi kok Non, ga ada wartawan !” ejek Bakrie sambil
melemparkan kembali handuk itu padanya.
Ia menutup pintu dengan kesal, tidak dibanting karena takutnya
memancing perhatian tetangga. Dalam hatinya berkecamuk perasaan
marah dan sedih, di kamarnya ia langsung menjatuhkan diri ke ranjang
tanpa memakai baju. Disana ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk
bantal, kepenatannya membuatnya tertidur dengan posisi demikian,
tengkurap dengan memeluk bantal. Ia baru bangun keesokan harinya
ketika matahari masuk ke jendela kamarnya yang tirainya belum sempat
ditutup. Ia berharap baru bangun dari mimpi buruk, namun ternyata
tidak, semua nyata, ranjang itu masih berantakan spreinya kusut sana
sini bekas pergumulan kemarin, bekas-bekas cupangan masih membekas
di tubuhnya. Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih,
untung hari ini Jumat dan tidak masuk pagi. Kemudian terdengarlah
bel berbunyi tanda ada tamu.
“Ya, siapa ?” tanyanya lewat speaker sebelum mempersilakan masuk.
“Kita Non, kangen gak ?” kata suara di seberang sana dengan nada
ceria.
Olga langsung lemas mendengar suara yang tak asing itu,
penderitaannya akan segera dimulai lagi.

NB : cerita ini diambil dari kisahbb. thx buat penulisnya…

 

 

 

special anniversary


I mean, what the hell would you have done if you had been faced with the same dilemma as I was last year? It was Sherry’s doing, I mean she instigated the whole thing, I wouldn’t have thought about doing anything so radical if it hadn’t been for what she did. Oh well, I guess you can’t tell me if I did right or not unless you hear my story, so here goes.

Who’s Sherry, you ask? She’s my wife, and at the time of the ‘incident’ we had been married for eighteen years, and we had gotten into the not-all-that-uncommon rut. Yeah, our sex life sucked, but with us it was more than that. We just got on each other’s nerves much too often, we argued more and fucked less.

Even though we had had problems, I had never been unfaithful to her and I don’t have any reason to believe that she had ever cheated on me. I didn’t know about Sherry, but in order to keep some semblance of sanity, I jacked-off a lot, it had become easier and less complicated than trying to fuck her. Oh, we fucked, but it was very infrequent and decidedly uninspired.

After several years of frustration, I had reached a crossroads, I couldn’t take any more of the then current state of affairs. Something had to be done, either we revitalized our marriage, or called it quits. Status quo was not an option.

I made the decision to take the initiative and make an attempt to give our relationship a much-needed shot in the arm. The week before the nineteenth anniversary of our first date, I stepped out of character and became a romantic. I phoned Sherry at work and asked her out on a date for the upcoming Saturday, which fell nearest the anniversary. I suggested that we return to the club where we had gone on our first date, for an evening of dining and dancing. She readily accepted my invitation and seemed very pleased, almost giddy. It was as if we were starting over again, on our first date, ‘returning to the scene of the crime,’ if you will.

On the big day, I finished getting ready before Sherry, and drove off alone. I’m sure that my departure had puzzled her, but I had a plan. I went to the local florist and bought a small bouquet of flowers. When I returned, I parked the car in the driveway, in lieu of pulling into the garage, went up to the front door and rang the doorbell. It was as if we were still single and I was picking her up at her house for our first date, trying to make a good impression with the flowers.

She was pleasantly surprised as I presented her with the flowers at the door, and she greeted me with a big smile and giddily invited me in. She said that she’d be ready in just a few more minutes – just like a woman, she kept her date waiting.

I waited for about ten minutes, and when she finally appeared in front of me, she was all smiles. I’ll have to admit that she looked pretty damn good in her sleek black outfit with the tight pants, and I told her so. I stood, took her hand and we proceeded out the door, into the car and on to the restaurant, radiant smiles on both our faces.

Dinner went fine, but we didn’t seem to have much to talk about. We each caught ourselves on the verge of saying something upsetting to the other – bad habits are hard to break.

After dinner, we moved into the lounge and sat at a table near the dance floor. I waited for the DJ to play a slow song, and when he did, I asked her to dance. We proceeded to dance to all of the slow, and even a few of the fast songs over the next hour, or so. I was beginning to feel that things were coming together, as I had originally hoped. I held her close and she put her head on my shoulder as we danced to the slow numbers. Both of us were feeling very mellow and romantic.

The mood changed in a hurry.

We decided to sit out a fast dance, and as soon as we sat ourselves down, a man that I didn’t know came over to our table. “Sherry! It is Sherry Johnson, isn’t it?” He asked as if he were an old friend of hers.

She recognized him immediately, “Ken, Ken Blake! Yes, I’m Sherry, but it’s not Johnson any more.”

She got to her feet and they hugged, obviously they were old friends. She introduced us and asked him to join us.

That was a mistake.

The two of them monopolized the conversation, as one might expect, after not having seen each other in many years. I gathered from what I over heard, that they were former lovers. He had been living out of state and was in town visiting his mother, and decided to stop in at the old watering hole for a drink or two. He said that he had spotted her out on the dance floor and waited until we sat down to say hello.

He complimented Sherry on how good she looked after not seeing her for more than nineteen years. She loved the compliments and attention he was paying her, I became oblivious to the both of them. Actually, I hadn’t seen her glow like that in years; he must have stirred up some pleasant memories.

I felt a twinge of jealousy.

He went on to tell her what a big mistake he had made by not pursuing her with more vigor, way back when. He said that he had never married because he could never find anybody that could compare to her.

Boy! Did she eat that up! I almost puked.

After about thirty minutes of conversation, he asked her to dance. He didn’t bother to ask if it was OK with me, nor did she. They merely ignored me and got up to dance.

I became a little miffed at the snub.

I watched as they danced and noticed that the gap between their bodies became progressively smaller as time went on. They stayed on the floor for the entire slow set, a fast set and then another slow set. By the end of the last slow song, they were in a very tight embrace (zero gap), and I felt another distinct twinge of jealousy. Her head was on his shoulder with both arms around his neck, and both of his hands were on her lower back just above her shapely buns.

As time dragged on, I became increasingly miffed, as I sat by myself with nothing to do except twiddle my thumbs and watch the two of them. Well, that’s not exactly the truth. There were a few other good-looking women out there that I noticed and followed with my eyes, sometimes drooling a bit. I always have enjoyed looking, but as I said earlier, I never touched.

Ken and Sherry took a break for the next fast set, and I took the opportunity to ask her to dance, but she refused, saying she was tired and needed a rest. I waited for the next slow song, but before I had a chance to get up, Ken had grabbed her hand and had her up on the dance floor again. She beamed as if he had just rescued her from a fate worse than death.

I was pissed and bemoaned the fact that my wife was paying more attention to Ken than to me.

When the second slow song started, I decided that I needed to take some affirmative action. I got up, tapped Ken on the shoulder and cut in. Neither he nor Sherry seemed especially pleased with my action, but both relented so as not to cause a scene.

As soon as I had her in my arms, I asked, “why are you allowing Ken to monopolize you on our special anniversary date?”

“It’s so good seeing him after such a long time, and we have a lot of catching up to do. You should be a little more understanding.”

“I might be just a little more understanding if this wasn’t our special anniversary date. Besides, you’re my wife and it appears to me that his intentions aren’t exactly honorable.”

“You’re way off base about his intentions, and I’ll make it up to you some other time.”

Ken cut in at the beginning of the next slow number, Sherry beamed and I frowned. I didn’t get to dance with her the rest of the evening; I just sat and watched as they held each other close during every slow number. I even thought that I saw them kissing when they were on the far side of the dance floor, but I could’ve been wrong about that, the lighting was poor. Of course I tried to make the best of a bad situation by continuing to ogle some of the other lookers on the dance floor.

One gorgeous redhead caught my attention and held it for some time. Our eyes met several times when she and her dance partner came near where I was sitting. Her eyes seemed to sparkle when we locked gazes, or maybe it was my imagination, but I found some solace in that twinkle in her eyes. I noticed that she wasn’t with anyone in particular and never danced with the same guy twice in succession.

The redhead danced out of my view, and I began to stew again, becoming angrier with Sherry by the minute. I tried very hard to maintain some self-control, but had a great deal of difficulty.

When they finally came off the dance floor, Sherry sat down next to me and Ken went off toward the Men’s room.

I got up, took her hand, and told her, “we’re leaving.”

She pulled her hand away, and said, “no, not yet.” She paused and seemed deep in thought. The look on her face was one of indecision, and maybe a little trepidation.

She looked up at me with pleading eyes, then looked away, and finally came out with, “honey, I have something to tell you.”

“What might that be?”

“You know how you’ve been telling me about those erotic stories that you’ve been reading on the Internet, you know, the ones about husbands who want their wives to sleep with other guys?”

I had a feeling that I wasn’t going to like where this was headed, “yes, what about them?”

“Tonight I’m going to give you your chance to experience what it would be like.”

I was shocked at first, then pissed as I responded, “you’re kidding, right?”

“No, I’m not kidding, I’m going with Ken to his place,” she said very unemotionally and matter-of-factly, as if it was an every day occurrence. “You would like that, wouldn’t you?” She had dropped her head and broke eye contact with me as she asked that question, knowing full well what the answer would be.

“HELL NO! I wouldn’t like that!” I shouted. Several people turned to look at me, as I hadn’t realized just how loud I was. I took a deep breath, lowered my voice, clenched my teeth and proceeded, “if you’ll remember correctly, I not only told you about those stories, I also told you that I couldn’t see how those husbands could do that. I’m not one of those guys in those stories, I don’t want my wife to fuck anyone other than me.”

She gathered herself together, took a long pause to summon the courage, then told me, “well, I hope you can get used to the idea, because I’m going with him. I’m so turned on that I just have to have him, and he wants me. Besides, it’s not like I’ve never slept with him before, we were lovers before I met you.”

I was dumbfounded, almost to the point of being speechless, but I was able to tersely remind her of the difference between then and now. “You weren’t married to me back then.”

As I recovered from the initial shock, my heart began to race, and I became flushed and very angry, with Sherry, and with the prick, Ken. Before we had a chance to continue the discussion, Ken returned to the table, stood behind Sherry’s chair, placed his hands on her shoulders and glared defiantly at me. It was as if he was an animal ready to do battle over the female-in-heat, it mattered not to him that she was my wife.

Since Ken was decidedly bigger than me, and I wasn’t much of a fighter anyway, I composed myself as best I could and made an effort to get her to change her mind, “Sherry, I don’t want you to go with him. You’re my wife, please come home with me, now.”

“No, I’ve made up my mind, I’m going with Ken. You’ll just have to get over it,” she said as she got up, looked lustily into his eyes and took his hand. He turned to me and glared defiantly and smirked. He didn’t have to say anything; he won the battle without a fight from me. The bitch-in-heat had made her choice, and I lost.

‘A fine anniversary date this has turned out to be,’ I thought to myself, as I pondered my next move.

As they turned to walk away, I stood up and made one last plea, “Sherry, please don’t do this.”

She turned back, looked at me for a moment, turned again and left with Ken without uttering another word. It didn’t take her long to make her decision, she preferred to fuck Ken and not give a damn about me.

I was stunned, I was pissed, I was humiliated, you name it. I could just feel the stares of the people near our table who had to have heard some of what was going on. I just sat there for what seemed like hours, but was only five or ten minutes, not knowing how to react or what to do.

As I was trying to decide what to do, I looked over at the redhead as she was seated at the bar. I stared, but didn’t really focus on her, as I had Sherry and Ken on my mind. When she finally looked my way, our eyes made contact again and I quickly snapped out of my self-pity and the healing process began. Those beautiful green eyes of hers were bedroom eyes if I had ever seen them, my heart skipped a beat and my cock twitched, as if ready for action.

With a combination of lust and revenge in my heart, I strode over to the bar and asked her to dance, she readily accepted.

By the end of the third song, I had my hands on her ass and was pulling her crotch into my thigh, where she could easily feel my hard-on. When the song ended, the DJ started to pack up.

I didn’t want the night to end right there, and while I pondered my next move, Judy said, “if I’m the cause of that bulge in your pants, I feel obligated to do something about it, your place or mine?”

My heart skipped a few beats and all lingering thoughts of Sherry and Ken disappeared. “You, beautiful lady, are most definitely the cause, my place will do, let’s go.”

We hopped in the car and began the thirty-minute drive to my house. As soon as we pulled out of the parking lot, Judy reached over, unzipped my pants and fished my hard cock out from its hiding place. She began stroking it slowly, and proceeded to give me the most wonderfully soft, hand-job that I had ever had. She alternately stroked and pinched the base to keep me from cuming. It was a damned good thing that I was traveling at a slow rate of speed, or I might have lost control of the car.

As soon as we entered the door to the house, we attacked one another, as we frantically tried to disrobe each other while lip locked in a passionate kiss. As clumsy as it was, we were both naked in a matter of minutes, at which time I picked her up and carried her up to the bedroom, and laid her down onto the bed.

I positioned myself between her spread-eagled legs and went right for the grand prize. I began to lick her engorged lips – up and down, up and down, several times. I finally flicked her clit a few times and she came hard and fast, bucking her hips and screaming, “oh yes, yes.” I eased up for several seconds, then gently began flicking her clit again. She moaned and quivered continuously, as if she were having a series of small orgasms, then began to buck her hips again. She grabbed my head and pulled it into her crotch and bucked furiously and screamed loudly as another major orgasm hit, better than the first.

I waited a few minutes, repositioned myself, then took hold of my cock, rubbed the head up and down her slit a couple of times, and rammed it home, into her velvety smooth and very wet pussy. We moaned in unison at the initial penetration.

I fucked her like there was no tomorrow, hard and fast. I came very quickly, but continued to pump her with my semi-limp cock until she came again, after which I collapsed onto her chest. I rolled over beside her as my cock slid out of her well-fucked and very sloppy pussy.

With a creature as beautiful as she lying next to me, it didn’t take me long to recover, and we went at it again, this time doggy style. After a couple of hours of fucking and sucking and licking we dozed off, totally spent. When we awoke, late the next morning, we proceeded to fuck again, this time with her riding me.

Judy was fantastic, without a doubt the best piece of ass that I had ever had. She was even nice enough to tell me that I was the best that she had ever had, too. She may have been shading the truth a bit, but I didn’t care, she made me feel damn good about myself.

We continued to cuddle, fondle, suck, lick and fuck until the middle of the afternoon. When we both had had enough, we showered and dressed. Just as I had finished dressing, Ken and Sherry pulled up.

Sherry! I had completely forgotten about her. I looked out the window and smiled as I saw her emerging from the passenger side of Ken’s car. ‘Maybe she and I ought to compare notes to see who had the better time,’ I thought to myself.

Sherry got out of the car, and Ken pulled away as she entered the front door. I took a seat in the family room and waited for her. Judy was still upstairs in the bathroom putting on the finishing touches.

Sherry approached me very slowly and deliberately, acting extremely guilty. I looked up at her and smiled, actually it was more of a smirk, a reaction that she hadn’t expected. I think it put her at ease a little, but she was still quite reserved. “Honey, I-I’m so sorry for last night, can you ever forgive me?”

I decided to have a little fun with her, as I’d made no decision regarding our marriage or any part of the complex situation. “Last night? What about last night?”

She got a puzzled, surprised look on her face, then went on, “you know, with Ken and I.”

“Oh, Ken, you mean the old boyfriend that you ran into at the club and left with?”

Noting the facetious tone in my voice, she got a little peeved. “Yes, are you trying to be smart with me?”

I smirked and said somewhat tersely, “smart with you? Why would I be smart with you when you humiliated me and took off with another man?” That’s certainly no reason to be smart with you, is it?”

The guilt overwhelmed her again, tears formed in her eyes as she lowered her head and attempted to apologize once again, “I-I didn’t mean to humiliate you. I was just swept off my feet and lust ruled my brain. I’m so, so sorry, please find it in your heart to forgive me.”

Sherry didn’t like to talk dirty, or explicit, whatever you want to call it, so I egged her on once again, “you mean you were thinking with your pussy, isn’t that right?”

“Y-yes, I guess so.”

“Say it then.”

“I-I was thinking with my p…, my p…, I can’t say it!” She shouted as she burst into tears.

Without any sympathy, I sternly replied, “if you want to have any chance of getting my forgiveness, you had better say it, now!”

She looked up with the tear filled, pleasing eyes, saw that I was perfectly serious and started again, “I was thinking with my, my pussy. There, I said it!” She seemed relieved.

At that moment, Judy entered the room, sauntered seductively over to me, put her arms around me gave me a playfully passionate kiss. Sherry took one look at Judy and the scene before her and her jaw fell open, she was stunned, probably more so than I was the previous night when she told me that she was leaving with Ken. Before she had a chance to say anything, I quickly made the formal introductions.

Sherry stammered and Judy smiled, winked at me and said, “I’m pleased to meet you. You’re a very lucky lady to have a husband like lover boy here. He’s quite a roll-in-the-hay.” She punched me lightly on the shoulder as if to add emphasis to her statement, and I smirked as my chest swelled.

Sherry still couldn’t get any meaningful words out of her mouth, as she was in a state of shock, still wide-eyed and open-mouthed.

Before Sherry had a chance to recover, I took Judy by the hand and proceeded out the front door. We were gone before Sherry had composed herself enough to say anything other than some incoherent babble that I didn’t understand and ignored.

Please Support Our Sponsor
index : Loving Wives : Our ‘Special’ Anniversary

Our ‘Special’ Anniversary
by Charley_Ace ©
After I dropped Judy off at her car, I headed back home with a satisfied smile on my face and a song in my heart.

As I entered the house, Sherry had all of her ammunition in place and was waiting to ambush me. She tore into me with anger in her voice, “just what the hell were you up to last night with that, that hussy?”

“I guess Judy and I were doing the same things that you and Ken were doing, we fucked like minks,” I answered calmly, with a shit-eating grin on my face – I loved it.

“You bastard, you have no right to bring another woman into my house. You’re a married man.”

“Did all that fucking that you and Ken did last night affect your memory? Was it not you, a married woman, who humiliated me, your husband, and went off with another man last night?”

That put her on the defensive, “y-yes, but that doesn’t give you the right…”

“The fuck it doesn’t,” I interrupted angrily. “You opened Pandora’s box last night, my dear, now you’re going to have to live with the consequences.”

“B-but I don’t want you fucking other women, you’re my husband,” she responded meekly.

“You should have remembered that I was your husband last night.” I paused and went on, “I’ve been thinking and I’ve made some decisions regarding our relationship.”

“What do you mean?”

“Here’s the way things are going to be from now on. I’m not finished with Judy, I like her and I intend to keep on seeing her.”

“B-but…”

I sternly interrupted her, “keep quiet until I finish. I’m telling you how it’s going to be from now on. Anytime you decide that you don’t like it, don’t let the door hit you in the ass on your way out.”

She was shocked and speechless, as she didn’t expect that from me, I had never been very assertive with her. My experience with Judy had given me a shot of much needed confidence.

“Last night you told me, you didn’t ask me, that you were going with Ken. From now on things will be a lot different around here. I’ll be telling, not asking, you what to do. Do you understand?”

She was still in a state of shock, but managed a meek, “y-yes.”

“Now, the first thing I want from you is a blow-job, get down on your knees and suck my cock. And you had better be good.”

She quietly dropped to her knees in front of me, undid my pants, pulled out my cock and proceeded to suck it like she had never done before. As drained and sore as I was from my session with Judy, I quickly got hard as she bobbed her head back and forth over my shaft and swirled her tongue around the head. I could feel the power that comes with being in control, and it aroused me even more. I soon felt myself building to another climax, but I pulled out of her mouth before I came, I had other plans.

“Now, take off your clothes and bend over the back of the couch, with your ass up in the air.”

Once again, she obeyed without a word.

I positioned myself behind her, fingered her pussy and found that she was sopping wet. It occurred to me that she may have been wet from her dalliances with Ken, or she may have been aroused at what I was doing to her. It mattered not, I inserted two fingers into her pussy and used her juices to lubricate her ass hole. Blow-jobs from her had been rare over the years, but she had never, ever let me fuck her in the ass, and I was determined to do it, right then and there. It took awhile before she relaxed enough for me to get two fingers into her back door, but she did, and without complaint. When I thought she was ready, I stuck my cock into her pussy to lubricate it, moved it up a notch, and began to penetrate her ass hole. I wasn’t very gentle and I could tell that she was experiencing some pain, as was I, but I didn’t care. I could also see that she was breathing very heavily, she was obviously very aroused over the prospect of getting ass fucked.

It took several minutes, but I finally got my cock all the way in and began a very slow rhythmic in and out movement. It only took a few strokes before the “ughhs” became “oohs” and she began pushing her ass back to meet my increasingly forceful thrusts. I pulled almost out of her, stopped and asked, “what do you want me to do now, you fucking bitch?”

“Fuck me, fuck me in my virgin ass hole,” she gasped, in a barely audible voice.

“Beg me, you whore who humiliates your husband and fucks other men, beg for it!”

The combination of the dirty talk, the humiliation and the pleasure that she was receiving from the ass fucking really had her aroused, “please, please fuck my ass. I want to feel your hard cock ramming my ass hole. Ooh, please.”

I resumed the thrusting and continued to pick up the tempo until I was ramming her hard and fast. She came in a screaming loud and spasmodic orgasm. I came within a few minutes of her, and shot whatever semen I had left into her bowel.

I pulled out of her ass and pulled her around to her face me and pushed her down to her knees. “Now clean me off,” I ordered. She did so without a complaint, then rushed off to the bathroom, presumably to throw up.

I felt vindicated and was on a major high. I had gained the upper hand and the only question that remained was how I was going to play it out.

Our sex life from that point on was never better. I had been jump-started by the events of that weekend. I maintained control, and she loved it as much as I did.

Even though my marital sex life had improved dramatically, I wanted to continue to see Judy, and did so two more times, both at her place, before another major change in our relationship occurred. Judy confided to me that she was bi, and that she found Sherry to be an attractive woman. She asked if we could have a threesome, and I readily agreed.

I immediately became excited about the prospect of sharing naked body parts with two desirable women. What self-respecting, red-blooded male wouldn’t love to have the opportunity that lay before me?

Of course I had no idea what Sherry might think of the arrangement, but since she hadn’t left me to that point, I felt confident that I could coerce her into at least one session with Judy.

Judy and I set it up for one Saturday evening, but I didn’t tell Sherry what was going to happen. I merely told her that Saturday was a special day and that we were going to experience a few new things, sexually. She looked worried when I told her, but she agreed to do whatever I asked.

Judy showed up about 7:30 pm and, much to my surprise, Sherry was very civil to her, a bit aloof, but civil. As we sat down in the family room, there was a noticeable tension in the air. The room was quiet as I was trying to think of a way to tell Sherry what the game plan was.

Sherry made it easy for me as she came out with, “well, I suppose we’re all here to get naked, why don’t we get on with it.”

After recovering from the mild shock, we all stood up and began disrobing at the same time. As soon as we were naked, I ordered Sherry to sit on the edge of the couch and spread her legs, which she did. Judy knew what was next and she knelt in front of Sherry and began to entice Sherry’s pussy with her tongue. I glanced at Sherry’s face and her expression was not one of contempt or disgust, in fact she seemed to be enjoying the tongue lapping.

Judy spread her legs and stuck her ass up in the air as high as she could and I positioned myself behind her. I felt her pussy and she was already wet, so I guided my stiff rod into her fuck hole from behind. I began to pump Judy’s cunt as I watched Sherry’s face. Her eyes were mostly closed and she was moaning a bit, seemingly building to an orgasm. After a short while, she opened her eyes, saw me fucking Judy and cut loose with a convulsive orgasm.

As I watched Sherry thrusting her hips into Judy’s face, I lunged into Judy’s cunt and deposited my full load. I only had to pump a few more times before Judy also shuddered in orgasmic delight.

Judy and I collapsed onto the floor, recovered a bit, looked up at Sherry’s face, and saw a satisfied smile. Without being prompted, Sherry said, “wow! That was all right. Why haven’t we done this before?”

The three of us chuckled in unison and embraced one another. After a few minutes, Sherry again surprised us by suggesting that she and Judy trade places. “I’ve always wondered what a cum-filled pussy tastes like,” she offered.

That night was the beginning of a new and exciting sexual arrangement. The three of us have been getting together for similar lust-filled sessions at least three or four times a month since – and we all love every minute of it. I hope nothing changes until I just can’t get it up any more.

With two sexy women to keep me satisfied, I’ll probably fuck myself into an early grave. But when I go, it’ll be with a big smile on my face.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[Setengah Baya] Gejolak Nafsu Terpendam


Ini adalah pengalamanku yang kesekian kalinya bersetubuh dengan wanita setengah baya. Kejadiannya pada saat kenaikkan kelas, aku mendapat liburan satu bulan dari sekolah. Untuk mengisi waktu liburanku, aku mengiyakan ajakan Mas Iwan sopir Pak RT tetanggaku untuk berlibur dikampungnya. Disebuah desa di Jawa Barat. Katanya, sekalian mau nengok istrinya. Aku tertarik omongan Mas Iwan bahwa gadis-gadis di kampungnya cantik-cantik dan mulus-mulus. Aku ingin buktikan omongannya.

Dengan mobil pinjaman dari ayahku, kami berangkat ke sana. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya sekitar jam 17.00 WIB kami tiba di kampungnya. Rumah Mas Iwan berada cukup jauh dari rumah tetangganya. Rumahnya cukup bagus, untuk ukuran di kampung, bentuknya memanjang.
di rumah Mas Iwan kami disambut oleh Mbak Irma, istrinya dan Tante Sari mertuanya. Ternyata Mbak Irma, istri Mas Iwan, seorang perempuan yang sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan bodynya sangat sexy. Sedangkan Tante Sari tak kalah cantiknya dengan Mbak Irma. Meskipun sudah berumur empat puluhan, kecantikannya belum pudar. Bodynya tak kalah dengan gadis remaja. Oh ya, Tante Sari bukanlah ibu kandung Mbak Irma. Tante Sari kimpoi dengan Bapak Mbak Irma, setelah ibu kandung Mbak Irma meninggal. Tapi setelah lima tahun menikah, bapak Mbak Irma yang meninggal, karena sakit. Jadi sudah sepuluh tahun Tante Sari menjanda.

Sekitar jam 20.00 WIB, Mas Iwan mengajakku makan malam ditemani Mbak Irma dan Tante Sari. Sambil makan kami ngobrol diselingi gelak tawa. Walaupun kami baru kenal, tapi karena keramahan mereka kami serasa sudah lama kenal. Selesai makan malam Mas Iwan dan Mbak Irma permisi mau tidur. Mungkin mereka sudah tak sabar melepaskan hasrat yang sudah lama tak tersalurkan. Tinggal aku dan Tante Sari yang melanjutkan obrolan. Tante Sari mengajakku pindah ke ruang tamu. Pas di depan kamar Mas Iwan.

Saat itu Tante Sari hanya mengenakan baju tidur transparan tanpa lengan. Hingga samar-samar aku dapat melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang sexy. Tante Sari duduk seenaknya hingga gaunnya sedikit tersingkap. Aku yang duduk dihadapannya dapat melihat paha mulusnya, membangkitkan nafsu birahiku. Penisku menegang dari balik celanaku. Tante Sari membiarkan saja aku memelototi paha mulusnya. Bahkan dia semakin lebar saja membuka pahanya.

Semakin malam obrolan kami semakin hangat. Tante Sari menceritakan, semenjak suaminya meninggal, dia merasa sangat kesepian. Dan aku semakin bernafsu mendengar ceritanya, bahwa untuk menyalurkan hasrat birahinya, dia melakukan onani. Kata-katanya semakin memancing nafsu birahiku. Aku tak tahan, nafsu birahiku minta dituntaskan. Akupun pergi kekamar mandi. Sampai di kamar mandi, kukeluarkan penisku dari balik celanaku. Kukocok-kocok sekitar lima belas menit. Dan crot! crot! crot! Spermaku muncrat kelantai kamar mandi. Lega sekali rasanya.

Setelah menuntaskan hasratku, aku balik lagi ke ruang tamu. Alangkah terkejutnya aku. Disana di depan jendela kamar Mas Iwan yang kordennya sedikit terbuka kulihat Tante Sari sedang mengintip ke dalam kamar, Mas Iwan yang sedang bersetubuh dengan istrinya.

Nafas Tante Sari naik turun, tangannya sedang meraba-raba buah dadanya. Nafsu birahiku yang tadi telah kutuntaskan kini bangkit lagi melihat pemandangan di depanku. Tanpa berpikir panjang, kudekap tubuh Tante Sari dari belakang, hingga penisku yang sudah menegang menempel hangat pada pantatnya, hanya dibatasi celanaku dan gaun tidurnya. Tanganku mendekap erat pinggang rampingnya. Dia hanya menoleh sekilas, kemudian tersenyum padaku. Merasa mendapat persetujuan, aku semakin berani. Kupindahkan tanganku dan kususupkan kebalik celana dalamnya. Kuraba-raba bibir vaginanya.

“Ohh… Don… Enakk,” desahnya, ketika kumasukkan jari-jariku ke dalam lubang vaginanya yang telah basah. Setelah puas memainkan jari-jariku dilubang vaginanya, kulepaskan dekapan dari tubuhnya. Kemudian aku berjongkok di belakangnya. Kusingkapkan gaun tidurnya dan kutarik celana dalamnya hingga terlepas. Kudekatkan wajahku ke lubang vaginanya. Kusibakkan bibir vaginanya lalu kujulurkan lidahku dan mulai menjilati lubang vaginanya dari belakang, sambil kuremas-remas pantatnya. Tante Sari membuka kedua pahanya menerima jilatan lidahku. Inilah vagina terindah yang pernah kurasakan.

“Oohh… Don… Nik… mat,” suara Tante Sari tertahan merasakan nikmat ketika lidahku mencucuk-cucuk kelentitnya. Dan kusedot-sedot bibir vaginanya yang merah.
“Ohh… Don… Luarr… Biasaa… Enakk… Sedott… terus,” pekiknya semakin keras.

Cairan kelamin mulai mengalir dari vagina Tante Sari. Hampir setiap jengkal vaginanya kujilati tanpa tersisa. Tante Sari menarik vaginanya dari bibirku, kemudian membalikkan tubuhnya sambil memintaku berdiri. Dia mendorong tubuhku ke dinding. Dengan cekatan ditariknya celanaku hingga terlepas, maka penisku yang sudah tegang, mengacung tegak dengan bebasnya.

“Ohh… Luar biaassaa… Don… Besar sekali,” serunya kagum.
“Isepp… Tante, jangan dipandang aja,” pintaku.

Tante Sari mengabulkan permintaanku. Sambil melepaskan gaun tidurnya, dia lalu berjongkok dihadapanku. Wajahnya pas di depan selangkanganku. Tangan kirinya mulai mengusap-usap dan meremas-remas buah pelirku. Sedangkan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku dengan irama pelan tapi pasti. Mulutnya didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku. Aku meringis merasakan geli yang membuat batang penisku semakin tegang.

“Ohh… Akhh… Tan… Te… Nikk.. matt,” seruku tertahan, ketika Tante Sari mulai memasukkan penisku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh batang penisku yang besar dan panjang. penisku keluar masuk di mulutnya. Tante Sari sungguh lihai memainkan lidahnya. Aku dibuatnya seolah-olah terbang keawang-awang.

Tante Sari melepaskan penisku dari kulumannya setelah sekitar lima belas menit. Kemudian dia memintaku duduk dilantai. Dia lalu naik kepangkuanku dengan posisi berhadapan. Diraihnya batang penisku, dituntunnya ke lubang vaginanya. Perlahan-lahan dia mulai menurunkan pantatnya. Kurasakan kepala penisku mulai memasuki lubang yang sempit. Penisku serasa dijepit dan dipijit-pijit. Mungkin karena sudah sepuluh tahun tidak pernah terjamah laki-laki. Meski agak susah, akhirnya amblas juga seluruh batang penisku ke dalam lubang vaginanya.

Tante Sari mulai menaik-turunkan pantatnya, dengan irama pelan. Diiringi desahan-desahan lembut penuh birahi. Sesekali dia memutar-mutar pantatnya, penisku serasa diaduk-aduk dilubang vaginanya. Aku tak mau kalah, kuimbangi gerakkannya dengan menyodok-nyodokkan pantatku ke atas. Seirama gerakkan pantatnya.

Oh, senangnya melihat penisku sedang keluar masuk vaginanya. Bibirku menjilati buah dadanya secara bergantian, sedangkan tanganku mendekap erat pinggangnya. Semakin lama semakin cepat Tante Sari menaik turunkan pantatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Dan kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin keras.

“Ohh… Don… Aku… Mau… Keluarr,” pekiknya.
“Tahan… Tan… Te… Akuu… Belumm… Mauu,”sahutku.
“Akuu… Tak… Tahann… Sayang,” teriaknya keras.
Tangannya mencengkeram keras punggungku.
“Akuu… Ke… Ke… Luarr… Sayangg,” jeritnya panjang.

Tante Sari tak dapat menahan orgasmenya, dari vaginanya mengalir cairan yang membasahi seluruh dinding vaginanya. Tante sari turun dari pangkuanku lalu merebahkan tubuhnya dipangkuan. Kepalanya berada pas diselangkanganku. Tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku. Dan mulutnya mengulum kepala penisku dengan lahapnya.

Perlakuannya pada penisku membuat penisku berkedut-kedut. Seakan-akan ada yang mendesak dari dalam mau keluar. Dan kurasakan orgasmeku sudah dekat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya keselangkanganku. Hingga penisku semakin dalam masuk kemulutnya.

“Akhh… Tante… Akuu… Mau keluarr,” teriakku.
“Keluarin… Dimulutku sayang,” sahutnya.
Tante sari semakin cepat mengocok dan mengulum batang penisku. Diiringi jeritan panjang, spermaku muncrat ke dalam mulutnya.
“Ohh… Kamu… Hebatt… Don, aku puas,” pujinya, tersenyum ke arahku. Tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa spermaku.

Suara ranjang berderit di dalam kamar, membuat kami bergegas memakai pakaian dan pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Kemudian masuk ke kamar Masing-masing. Beberapa menit kemudian kudengar langkah kaki Mbak Irma ke kamar mandi. Dari balik jendela kamarku dapat kulihat Mbak Irma hanya mengenakan handuk yang yang dililitkan ditubuhnya. Memperlihatkan paha mulus dan tubuh sexynya. Membuatku mengkhayal, alangkah senangnya bisa bersetubuh dengan Mbak Irma.

Sekitar jam 02.00 dinihari, aku terbangun ketika kurasakan ada yang bergerak-gerak di selangkanganku. Rupanya Tante Sari sedang asyik mengelus-elus buah pelirku dan menjilati batang penisku.

“Akhh… terus… Tante… terus,” gumanku tanpa sadar, ketika dia mulai mengulum batang penisku. Dengan rakus dia melahap penisku. Sekitar sepuluh menit berlalu kutarik penisku dari mulutnya. Kusuruh dia menungging, dari belakang kujilati lubang vaginanya, bergantian dengan lubang anusnya. Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang basah dan memerah. Sedikit demi sedikit penisku memasuki lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam, hingga seluruh batang penisku amblas tertelan lubang vaginanya.

Aku mulai memaju mundurkan pantatku, hingga penisku keluar masuk lubang vaginanya. Sambil kuremas-remas pantatnya.

“Ooh… Don… Nikk… Matt… Bangett,” rintihnya.

Aku semakin bernafsu memaju mundurkan pantatku. Tante sari mengimbangi gerakkanku dengan memaju mundurkan juga pantatnya, seirama gerakkan pantatku. Membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Semakin lama semakin cepat gerakkan pantatnya.

“Don… Donnii… Akuu… Tak… Tahann,” jeritnya.
“Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” imbuhnya.

Kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan menjepit penisku. Tangannya mencengkeram dengan keras diranjang.

“Ooh… Oo… Aku… Keluarr,” lolongnya panjang.

Dan kurasakan ada cairan yang merembes membasahi dinding-dinding vaginanya. Tante Sari terlalu cepat orgasme, sedangkan aku belum apa-apa. Aku tak mau rugi, aku harus puas, pikirku. Kucabut penisku dari lubang vaginanya dan kuarahkan ke lubang anusnya.

“Akhh… Donn… Jangann… Sakitt,” teriaknya, ketika kepala penisku mulai memasuki lubang anusnya. Aku tak memperdulikannya. Kudorong pantatku lebih keras hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Dan kurasakan nikmatnya jepitan lubang anusnya yang sempit. Perlahan-lahan aku mulai menarik dan mendorong pantatku, sambil memasukkan jari-jariku ke lubang vaginanya. Tante sari menjerit-jerit merasakan nikmat dikedua lubang bawahnya.

“Enak khan Tante?” tanyaku.
“Hemm… Enakk… Banget… Sayang,” sahutnya sedikit tersipu malu.

Semakin lama semakin cepat kusodok lubang anusnya. Sambil kutepuk-tepuk pantatnya. Kurasakan penisku berkedut-kedut ketika orgasmeku akan tiba dan crott! crott! crott! Kutumpahkan spermaku dilubang anusnya.

“Penismu yang pertama sayang, memasuki lubang anusku,” katanya sambil membalikkan tubuhnya dan tersenyum padaku.
“Kamu luar biasa Don, belum pernah kurasakan nikmatnya bersetubuh seperti ini,” imbuhnya.
“Tante mau khan, setiap malam kusetubuhi?” tanyaku.
“Siapa yang menolak diajak enak,” sahutnya seenaknya.

Sejak saat itu, hampir setiap malam kusetubuhi Tante sari. Ibu tiri Mbak Irma yang haus sex, yang hampir sepuluh tahun tidak dinikmatinya, sejak kematian suaminya.

Tak terasa sudah lima hari aku berada di rumah Mas Iwan. Selama lima hari pula aku menikmati tubuh Tante Sari, mertuanya yang haus sex. Tante Sari yang sepuluh tahun menjanda, betul-betul puas dan ketagihan bersetubuh denganku. Meski telah berusia setengah baya, tapi nafsu birahinya masih meletup-letup, tak kalah dengan gadis remaja.

Sore itu, sehabis mandi dan berpakaian, Mas Iwan mengajakku jalan-jalan. Katanya mau ketemu seorang teman yang sudah lama dirindukannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, sampailah kami di rumah teman Mas Iwan. Sebuah rumah yang berada dikawasan yang cukup elite. Kedatangan kami disambut dua orang wanita kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak Vira. Keduanya sama-sama cantik dan sexy. Mas Iwan memperkenalkanku pada kedua teman wanitanya.

“Mas Iwan, aku kangen banget,” katanya sambil memeluk Mas Iwan.
“Aku juga Rin,” sahut Mas Iwan.

Sambil meminum kopi susu yang disuguhkan Mbak Rina, kami bercakap-cakap. Mbak Rina duduk dipangkuan Mas Iwan. Dan Mas Iwan merangkulnya dengan mesra. Mbak Rina tanpa malu-malu menceritakan, kalau Mas Iwan adalah pacar pertamanya dan Mas Iwanlah yang membobol perawannya.

Mbak Vira hanya tersenyum mendengar cerita kakaknya yang blak-blakan. Makin lama kelakuan Mbak Rina makin mesra saja. Tanpa malu-malu, dia mengecup dan melumat bibir Mas Iwan dan Mas Iwan menyambutnya dengan sangat bernafsu. Aku jadi risih menyaksikan kelakuan mereka. Sekitar sepuluh menit mereka bercumbu di depan kami.

“Kita lanjutin di kamar aja say,” kata Mbak Rina pada Mas Iwan. Mas Iwan mengangguk tanda setuju, sambil membopong tubuh Mbak Rina ke dalam kamar.
“Kalian jangan ngintip ya,” kata Mas Iwan pada kami sambil tersenyum.

Aku dan Mbak Vira hanya bengong melihat kemesraan mereka. Tanpa menghiraukan larangan Mas Iwan, Mbak Vira beranjak dari tempat duduknya sambil meraih tanganku menuju kamar Mbak Rina. Kami kemudian berdiri di depan pintu kamar Mbak Rina yang terbuka lebar. Dari situ aku dan Mbak Vira melihat Mas Iwan merebahkan tubuh Mbak Rina diatas ranjang dan mulai melepaskan gaun Mbak Rina. Aku terkesima melihat mulusnya dan sexynya tubuh Mbak Rina, ketika seluruh pakaiannya dibuka Mas Iwan.

Nafsu birahiku tak tertahankan lagi, penisku menegang dibalik celanaku. Tanpa sadar kupeluk tubuh Mbak Vira yang berdiri di depanku. Mbak Vira diam saja dan membiarkanku memeluknya. Malah tangan dibawa ke belakang dan disusupkan ke balik celanaku. Mendapat perlakuan seperti itu, nafsuku semakin memuncak dan penisku semakin menegang. Apalagi saat Mbak Vira menggerak-gerakkan tangannya mengocok-ngocok batang penisku.

Sementara di dalam kamar, Mas Iwan menarik tubuh Mbak Rina ketepi Ranjang. Kedua paha Mbak Rina dibukanya lebar-lebar. Maka terpampanglah vagina Mbak Rina yang indah, dihiasi bulu-bulu yang dicukur rapi. Mas Iwan kemudian berjongkok dan mendekatkan mulutnya kebibir vagina Mbak Rina.

“Ohh… Say… Yang… Nikk… Mat,” desah Mbak Rina tertahan, ketika Mas Iwan mulai menjilati vaginanya. Lidah Mas Iwan menari-nari dan mencucuk-cucuk vagina Mbak Rina. Pantat Mbak Rina terangkat-angkat menyambut jilatan Mas Iwan. Kedua pahanya terangkat dan menjepit kepala Mas Iwan.

“Sudah… Say… Aku… nggak tahan… Masukin punyamu say,” pinta Mbak Rina penuh nafsu. Mas Iwan kemudian berdiri dan melepaskan semua pakaiannya.

Dengan sedikit membungkukkan badannya, Mas Iwan memegang penisnya dan mengarahkannya ke lubang vagina Mbak Rina yang telah basah dan merah merekah. Slepp! Kepala penis Mas Iwan mulai memasuki vagina Mbak Rina.

“Aow… terus… Say… terus… Genjot,” seru Mbak Rina, ketika Mas Iwan mulai mendorong pantatnya naik turun. Penisnya keluar masuk dari vagina Mbak Rina.

Melihat Mas Iwan dan Mbak Vira sedang bersetubuh di depanku, membuat nafsu birahiku semakin tinggi. Kususupkan tanganku ke balik celana dalamnya. Dapat kurasakan vaginanya yang telah basah, pertanda Mbak Vira juga bangkit nafsu birahinya. Kucucuk-cucuk vaginanya dengan jari-jariku. Dia mendesah penuh nafsu. Mbak Vira mengimbangi dengan semakin cepat mengocok-ngocok penisku. Sekitar sepuluh menit Mbak Vira mengocok penisku. Mbak Vira kemudian menyudahi kocokkannya dan membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Ditariknya celanaku hingga terlepas.

Setelah celanaku terlepas, keluarlah penisku yang tegang penuh dan mengacung-acung dengan bebasnya. Mbak Vira terpukau melihat penisku yang besar dan panjang. Mbak Vira kemudian berjongkok dikakiku, wajahnya berada pas di depan selangkanganku. Mbak Vira mendekatkan mulutnya kebatang penisku. Mula-mula dia menjilati penisku dari kepala hingga pangkalnya. Terus dia mulai mengulum dan menghisap kepala penisku.

Kemudian sedikit demi sedikit batang penisku dimasukkannya ke dalam mulutnya sampai kepala penisku menyodok ujung mulutnya. Dan mulutnya penuh sesak oleh batang penisku. Dengan lihainya, Mbak vira mulai memaju-mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar-masuk dari dalam mulutnya. Mataku merem-melek merasakan nikmat dan badanku serasa panas dingin merasakan kulumannya.

Mbak Vira sangat lihai mengulum penisku. Kudorong maju pantatku dan kujambak rambutnya, membenamkan kepalanya ke selangkanganku. Sekitar lima belas menit berlalu Mbak Vira menyudahi kulumannya, dan melepaskan seluruh pakaiannya. Kemudian dia berdiri menghadap ke dinding.

“Oohh… Akhh… Akuu… nggak tahann… Don,” serunya tertahan.
“Entot aku… Entott… Don,” imbuhnya.

Kutarik sedikit tubuhnya dari belakang, hingga dia menungging. Kuraih batang penisku dan kuarahkan pas ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong maju pantatku, hingga kepala penisku masuk ke lubang vaginanya.

“Aow… Pelan-pelan Don,” pekiknya, ketika seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya yang masih sempit. Pekikkan yang keluar dari mulutnya membuatku semakin bernafsu dan pelan-pelan kumaju-mundurkan pantatku.

“Akhh… Enakk… Don… Enakk… Banget,” desahnya sambil menoleh ke belakang sambil tersenyum padaku.
“Akhh… Akuu… Ke… luarr, Rin,” teriakkan Mas Iwan dari dalam kamar mengejutkanku, namun tak menghentikan sodokkanku pada Mbak Vira.
“Aku… jugaa… Sayang,” sahut Mbak Rina pada Mas Iwan.

Sedetik kemudian Mas Iwan dan Mbak Rina mencapai orgasme bersamaan. Mas Iwan menumpahkan spermanya di dalam vagina Mbak Rina. Kemudian Mas Iwan merebahkan tubuhnya disamping tubuh Mbak Rina, dan tertidur pulas.

Sementara itu, aku semakin cepat memaju-mundurkan pantatku, membuat Mbak Vira berteriak-teriak saking nikmatnya. Kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin lama semakin cepat dan menjepit penisku.

“Donn… Donii… Akuu… Mauu… Keluarr,” teriaknya panjang.
“Tahann… Mbak… Aku… Belum… Apa-apa,” sahutku.
“Akhh… Akuu… Tak… Tahan… Don… Akuu,” jawabnya terputus dan vaginanya semakin keras menjepit penisku.

Tak lama kemudian Mbak Vira mencapai orgasme. Kurasakan ada cairan-cairan yang merembes didinding vaginanya. Kucabut penisku dari lubang vaginanya dan kusuruh dia berjongkok dihadapanku. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya keselangkangku. Mbak Vira mengerti maksudku. Dia mulai menjilati dan menghisap-isap penisku lalu mengulumnya. Sambil tangan kirinya mengusap-usap buah pelirku.

Sedetik kemudian Mbak Rina datang membantu, dan langsung berjongkok dihadapanku. Lidahnya dijulurkan untuk menjilati buah pelirku. Tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku. Secara bergantian, kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak Vira, mengocok-ngocok, menjilati dan mengulum penisku. Penisku keluar dari mulut Mbak Vira kemudiam masuk ke mulut Mbak Rina, kemudian keluar dari mulut Mbak Rina lalu masuk kemulut Mbak Vira, begitulah seterusnya. Hingga kurasakan penisku berkedut-kedut.

“Mbakk… Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” jeritku.
“Keluarin di mulutku Don,” sahut mereka hampir bersamaan.

Dan crott! crott! crott! Spermaku muntah dimulut Mbak Vira yang sedang kebagian mengulum. Mbak Vira menelan spermaku tanpa rasa jijik sedikitpun. Kemudian Mbak Rina merebut penisku dari Mbak Vira dan memasukkan ke mulutnya. Dan tak mau kalah dengan adiknya, sisa-sisa spermaku dihisap dan dijilatinya sampai bersih.

“Kamu puas Don,” kata Mbak Vira.
“Puas sekali Mbak, Mbak berdua luar biasa,” sahutku.
“Kamu mau yang lebih seru nggak,”kata Mbak Rina.
“Mau, mau Mbak,”sahutku.

Mereka kemudian mengajakku ke kamarnya, dimana Mas Iwan sedang tertidur pulas sehabis bersetubuh dengan Mbak Rina. Mbak Rina menyuruhku tidur terlentang diranjang. Mbak Rina kemudian menarik kakiku, hingga pantatku berada ditepi ranjang dan kakiku menjuntai kelantai. Lalu Mbak Rina berjongkok dilantai dengan wajah berada pas di depan selangkanganku. Mbak Rina mulai mengusap-usap dan mengocok-ngocok batang penisku yang masih layu, sehabis orgasme. Kurasakan sedikit ngilu tetapi kutahan.

Mbak Rina menyudahi usapan dan kocokannya. Dan mulai menjilati dan menghisap-isap penisku dimulai dari kepala hingga pangkal penisku dijilatinya. Lidahnya berputar-putar dan menari-nari diatas batang penisku. Puas menjilati penisku, Mbak Rina kemudian memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk kemulutnya. Dan kurasakan sedikit demi sedikit penisku mulai menegang didalam mulutnya, hingga mulutnya penuh sesak oleh batang penisku yang sudah tegang penuh. Mbak Rina sangat pintar membangkitkan birahiku. Mulutnya maju mundur mengulum penisku. Pipinya sampai kempot, saking semangatnya mengulum penisku.

Melihat kakaknya yang sedang menjilati dan mengulum batang penisku, Mbak Vira nafsunya bangkit lagi. Dia meraba-raba dan memasukkan jari-jari tangan kirinya ke dalam vaginanya sendiri, sedangkan tangan kanannya meremas-remas buah dadanya hingga mengeras dan padat. Diiringi desahan-desahan penuh birahi.

Puas bermain-main dengan vagina dan buah dadanya sendiri, Mbak Vira kemudian naik ke atas tubuhku. Dan mengangkangi wajahku. Lubang vaginanya berada pas diatas wajahku. Dia menurunkan pantatnya, hingga bibir vaginanya menyentuh mulutku. Kujulurkan lidahku untuk menjilati vaginanya yang telah basah. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya, dia mengerang-erang merasakan nikmat. Mbak Vira menarik rambutku, membenamkan wajahku diselangkangannya. Kepalaku dijepit dengan kedua paha mulusnya.

Kini kami bertiga, aku dan kakak beradik sedang berlomba mencari kepuasan. Mbak Vira sedang kujilati vaginanya, sedangkan pada bagian bawah tubuhku Mbak Rina dengan asiknya mengulum batang penisku. Beberapa waktu berlalu Mbak Rina melepaskan kulumannya, dan berjongkok diatas selangkanganku. Dengan tangannya, diraihnya batang penisku dan diarahkannya ke lubang vaginanya. Bless! Dengan sekali dorongan pantatnya, masuklah seluruh batang penisku ke dalam vaginanya yang basah tapi hangat.

Lalu Mbak Rina menaik turunkan pantatnya, sambil mengeluarkan desahan-desahan nikmat dari mulutnya. Sesekali pantatnya diputar-putar hingga penisku serasa dipelintir. Saat menikmati goyangan Mbak Rina, aku terus menjilati vagina Mbak vira sambil memasukkan jari-jariku ke lubang anusnya. Sedang asiknya aku menjilati vagina Mbak Vira, kurasakan vaginanya berkedut-kedut.

Beberapa detik kemudian ada cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Mbak Vira mencapai orgasme. Pahanya makin keras menjepit kepalaku. Tanpa rasa jijik kusedot dan kutelan cairan vaginanya.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, Vagina Mbak Rina juga berkedut-kedut, otot-otot vaginanya menegang.

“Ohh… Don… Aku… Keluar,” teriak Mbak Rina.

Air maninya mengaliri deras dan membasahi batang penisku. Kemudian dia terkulai lemas sampingku. Membuat penisku yang masih tegang terlepas dan mengacung-acung. Mbak vira yang kondisi sudah pulih sehabis orgasme, kemudian berjongkok diatas selangkanganku, menggantikan kakaknya. diraihnya penisku dan diarahkannya ke lubang anusnya. Mbak Vira menurunkan pantatnya sedikit demi sedikit hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Kurasakan penisku seperti dijepit dan dipijit-pijit oleh sempitnya lubang snusnya.

“Oohh… Mbak… Nikk… Matt… Enakk,”teriakku, ketika Mbak Vira mulai menaik turunkan pantatnya, membuat penisku keluar masuk dari lubang anusnya. Sesekali dia menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan, membuatku merasakan nikmat yang luar biasa. Sekitar tiga puluh menit Mbak Vira menggenjot tubuhku.

“Mbakk… Akuu… Ke… Keluarr,” jeritku.

Kurasakan penisku berkedut-kedut dan crott! crott! crott! kutumpahkan seluruh spermaku di dalam lubang anusnya. Mbak Vira kemudian merebahkan tubuhnya diatas tubuhku.

 

Sambil menindihku dia tersenyum puas. Malam itu, aku dan Mas Iwan menginap disana. Dan berpesta sampai pagi, sampai kami sama-sama puas dan kelelahan.

Panasnya sinar matahari yang menerobos jendela kamarku, membangunkanku dari tidurku yang lelap. Setelah hampir semalam penuh aku merasakan nikmatnya bersetubuh dengan Mbak Rina dan Mbak Vera. Dan aku baru pulang dari rumahnya kerumah Mas iwan jam 05.00 dinihari.

Dengan sedikit bermalas-malasan, aku pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi badan rasanya segar sekali. Siang itu kurasakan lain dari biasanya, rumah Mas Iwan tampak sepi sekali. Oh ya, aku baru ingat kalau hari ini, Mas Iwan mengantar Tante Sari kondangan ke kampung sebelah. Jadi yang ada di rumah hanya Mbak Erna dan Aku.

Dengan hanya mengenakan handuk yang kulilitkan dipinggangku, aku pergi ke dapur. Membuat secangkir kopi. Sampai didapur kudapati Mbak Erna sedang mencuci piring.

“Pagi Mbak,” sapaku.

Mbak Erna tak menjawab sapaanku. Mukanya cemberut. Aku heran, tumben Mbak Erna begitu, biasanya dia sangat ramah padaku.

“Ada apa sih Mbak, kok cemberut begitu,” tanyaku lagi.
“Mbak marah sama aku? atau Mbak nggak senang ya, aku disini,” imbuhku.

Mbak erna masih diam saja, membuatku tak enak hati dan bertanya-tanya dalam hati.

“Ok, Mbak. Kalau Mbak nggak senang, aku pulang aja deh,”
“Jangan-jangan pulang Don, aku nggak marah sama kamu,” sahutnya sambil menarik tanganku.
“Habis Mbak marah sama siapa? Boleh tahu kan Mbak ?” tanyaku lagi.
“Ok, Mbak akan kasih tahu, tapi jangan bilang sama siapa-siapa ya!,” jawabnya.
“Aku janji Mbak,” kataku meyakinkannya.
“Don, aku lagi kesal sama Mas Iwan,” kata Mbak sari.
“Kesal kenapa Mbak,” selaku.
“Belakangan ini, Mas Iwan dingin sekali padaku Don,” katanya sambil merebahkan kepalanya didadaku.
“Setiap aku pingin begituan, dia selalu menolak,” imbuhnya sambil tersipu malu.
“Mungkin Mas Iwan lagi lelah Mbak,” hiburku sambil kuusap-usap rambutnya.
“Ah, masak setiap malam lelah,” sahutnya.
“Mungkin ada yang bisa aku bantu, untuk menghilangkan kekesalan Mbak,” pancingku.

Mbak Erna tak menjawab pertanyaanku. Sebagai orang yang cukup berpengalaman soal sex, aku tahu Mbak Erna sangat kesepian dan menginginkan hubungan sexsual. Maka dengan memberanikan diri, kukecup lembut keningnya. Dan kurasakan remasan halus tangannya yang masih memegang tanganku.
Merasa mendapat respon positif, kugerakkan bibirku menciumi kedua pipinya dan berhenti dibelahan bibir mungilnya.

Mbak Ernapun membalas kecupanku pada bibirnya dengan kuluman yang hangat, penuh gairah. kukeluarkan lidahku, mencari lidahnya. Kuhisap-hisap dan kusedot-sedot. Kulepaskan tanganku dari genggamannya dan kugerakkan menggerayangi tubuh Mbak Erna. Dan perlahan-lahan kususupkan tangan kananku kebalik gaun tidurnya. Dan kurasakan halusnya punggung Mbak Erna. Sementara tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang padat. Mbak Erna melepaskan seluruh pakaiannya. Agar aku lebih leluasa menggerayangi tubuhnya.

Setelah semua terlepas maka terpampanglah pemandangan yang luar biasa. Dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang montok, perutnya yang ramping dan vaginanya yang dicukur bersih. Membuat nafsu birahiku semakin menjadi-jadi dan kurasakan penisku menegang. Akupun melepaskan kulumanku pada bibirnya dan dengan sedikit membungkukkan badanku. Aku mulai menjilati buah dadanya yang mulai mengeras, secara bergantian.

Puas menjilati buah dadanya, jilatanku kupindahkan ke perutnya. Dan kurasakan halusnya kulit perut Mbak Erna. Mbak Erna tak mau ketinggalan, ditariknya handuk yang melilit dipinggangku. Dengan sekali sentakan saja, handukku terlepas.

“Aow, besar sekali don penismu,” decaknya kagum, sambil memandangi penisku yang telah menegang dan mengacung-ngacung setelah handukku terlepas. Mbak Erna menggerakkan tangannya, meraih batang penisku. Diusap-usapnya dengan lembut kemudian dikocok-kocoknya, membuat batang penisku semakin mengeras.

Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu, Kusudahi jilatanku pada perutnya. Kuangkat tubuhnya dan kududukkan diatas meja dapur. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Dan terpampanglah di depanku bukit kecil yang dicukur bersih. Bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil yang tersembul diatasnya. Kubungkukkan tubuhku dan kudekatkan wajahku ke selangkangannya. Dan aku mulai menjilati pahanya yang putih mulus, dihiasi bulu-bulu halus. Sambil tanganku meraba-raba vaginanya.

Beberapa menit berlalu, kupindahkan jilatanku dari pahanya ke vaginanya. Mula-mula kujilati bibir vaginanya, terus kebagian dalam vaginanya. Lidahku menari-nari didalam lubang vaginanya yang basah.

“Ohh… terus… Don… terus… Nik… Matt,” serunya tertahan. Membuatku semakin bersemangat menjilati lubang vaginanya. Kusedot-sedot klitorisnya. Pantat Mbak Erna terangkat-angkat menerima jilatanku. Ditariknya kepalaku, dibenamkannya pada selangkangannya.

“Ohh… Don… Aku… Tak… Tahan… Masukin Don… Masukin penismu,” pintanya menghiba.

Kuturuti kemauannya. Aku kemudian berdiri. Kuangkat kedua kakinya tinggi-tinggi, hingga ujung jari kakinya berada diatas bahuku. Kudekatkan penisku keselangkangannya. Mbak Erna meraih penisku dan menuntunnya ke lubang vaginanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala penisku masuk ke lubang vaginanya.

Aku diam sejenak mengatur posisi supaya lebih nyaman, lalu kudorong pantatku lebih keras, membuat seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya. Kurasakan penisku dijepit dan dipijit-pijit lubang vaginanya yang sempit. Vaginanya penuh sesak karena besarnya batang penisku.

“Aow… Pelan-pelan… Don… penismu gede sekali,” pekiknya, ketika aku mulai memaju mundurkan pantatku, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya.

Tak terasa sudah tiga puluh menit aku memaju mundurkan pantatku. Dan kurasakan vagina Mbak Erna berkedut-kedut. Dan otot-otot vaginanya menegang.

“Ohh… Don… Aku… Keluarr… Sayang,” teriaknya lantang. Sedetik kemudian kurasakan cairan hangat keluar dari vaginanya. Dan Mbak Erna mencapai orgasmenya. Mbak Erna tahu kalau aku belum mencapai puncak kenikmatan. Dia turun dari atas meja dapur. Kemudian berjongkok dihadapanku. Diraihnya penisku dan dikocok-kocok dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya meremas-remas buah pelirku.

“Akhh… Mbak… Enak… Nikk… Mat… terus,” seruku, ketika Mbak Erna mulai menjilati batang penisku. Dari kepala hingga pangkal penisku dijilatinya. Mataku merem melek merasakan nikmatnya jilatan Mbak Erna. Aku semakin merasa nikmat ketika Mbak Erna memasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum batang penisku. Mbak Erna memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar masuk dari mulutnya. Sementara tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku.

“Oohh… Mbak… Akuu… Tak… Tahan,” teriakku.

Dan kurasakan penisku berkedut-kedut semakin lama semakin cepat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya diselangkanganku.

“Mbak… Akuu… Ke… Luarr,” teriakku lagi lebih keras. Mbak Erna semakin cepat memaju mundurkan mulutnya. Dan crott! crott! crott! penisku memuntahkan sperma yang sangat banyak di mulutnya. Mbak Ernapun menelannya tanpa ragu-ragu. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati sisa-sisa spermaku sampai bersih.

“Terimakasih Don, kamu telah memberiku kepuasan,” pujinya sambil tersenyum.
“Sama-sama Mbak, aku juga sangat puas,” sahutku.
“Mbak masih mau lagi kan,” tanyaku.
“Mau dong, tapi kita mandi dulu yuk,” ajaknya.

Kemudian kami meraih pakaian masing-masing untuk selanjutnya bersama-sama pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Sehabis mandi, masih sama-sama telanjang, kubopong tubuhnya menuju taman disamping rumah. Aku ingin melaksanakan impianku selama ini, yaitu bersetubuh ditempat terbuka.

“Don… Jangan disini sayang, nanti dilihat orang,” protesnya.
“Kan nggak ada siapa-siapa di rumah Mbak,” sahutku.

Mbak Ernapun tidak protes lagi, mendengar jawabanku. Sambil berdiri kupeluk erat tubuhnya. Kulumat bibirnya. Mbak Erna membalas lumatan bibirku dengan pagutan-pagutan hangat. Cukup lama kami bercumbu, kemudian aku duduk dikursi taman. Dan kusuruh Mbak Erna berjongkok dihadapanku. Mbak Erna tahu maksudku. Diraihnya batang penisku yang masih layu. Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-kocok dengan tangannya.

Setelah penisku mengeras Mbak Erna menyudahi kocokkannya, dia mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Lidahnya dijulurkan dan mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku, kemudian turun kepangkalnya.

“Oohh… terus… Mbak… Nikmat banget,” desahku.
“Isepp… Mbak… Isep,” pintaku. Mbak Erna menuruti kemauanku.

Dimasukkannya penisku kemulutnya. Hampir sepertiga batang penisku masuk ke mulutnya. Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku maju keluar masuk dimulutnya.

“Mbak… Aku… Tak… Tahan,” seruku. Mbak Erna kemudian naik ke pangkuanku. Vaginanya pas berada diatas selangkanganku. Diraihnya penisku dan dibimbingnya ke lubang vaginanya. Mbak Erna mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi sedikit batang penisku masuk ke lubang vaginanya semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya. Sesaat kemudian Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Sesekali digoyang-goyangkan pantatnya kekiri-kekanan. Aku tak mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku ke atas seirama dengan goyangan pantatnya.

“Ohh… Don… Aku… Mauu… Ke… luarr,” teriaknya setelah hampir tiga puluh menit menggoyang tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram dadaku dengan keras. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat merembes dilubang vaginanya.

“Aku tak ingin mengecewakanmu Don,” katanya sambil tersenyum. Dia menarik penisku keluar dari lubang vaginanya, kemudian memasukkannya ke lubang anusnya. Mbak Erna rupanya tahu kesenanganku. Meski agak susah, akhirnya bisa juga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Perlahan tapi pasti Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Membuatku merasakan nikmat yang tiada taranya.

Cukup lama Mbak Erna menggoyang-goyangkan pantatnya, kemudian kami berganti posisi. Kusuruh dia menungging, membelakangiku dengan tangan bertumpu pada kursi taman. Kugenggam penisku dan kuarahkan tepat ke lubang anusnya. Kudorong sedikit demi sedikit, sampai seluruhnya amblas tertelan lubang anusnya. Lalu kudorong pantatku maju mundur. Kurasakan nikmatnya lubang anus Mbak Erna. Sambil kucucuk-cucuk lubang vaginanya dengan jari-jariku. Membuat nafsu birahi Mbak Erna bangkit lagi. Mbak Erna mengimbangi gerakkanku dengan mendorong-dorong pantatnya seirama gerakkan pantatku.

Aku semakin mempercepat gerakkan pantatku, ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Demikian juga jari-jariku semakin cepat mencucuk vaginanya.

“Mbak… Mbak… Akuu… Mau… Keluar,” seruku.
“Akuu… Juga… Don,” sahutnya.

Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, kami mencapai orgasme. Kutarik penisku dari lubang anusnya, dan kutumpahkan spermaku dipunggungnya. Mbak Erna kemudian membalikkan badannya dan berdiri, sambil memintaku duduk kursi taman. Didekatkannya selangkangannya kewajahku. Ditariknya rambutku dan dibenamkannya kepalaku keselangkangannya. Dan akupun mulai menjilati vaginanya sambil duduk. Kuhisap dan kusedot-sedot cairan hangat yang keluar dari lubang vaginanya. Mbak Erna sangat puas dengan perlakuanku.

Hari itu kami melakukan persetubuhan sampai puas, dengan berbagai macam gaya. Sungguh luar biasa Mbak Erna, meskipun tinggal dikampung. Tapi dalam soal bersetubuh dia tak kalah dengan orang kota. Memang sungguh nikmat istri Mas Iwan. Vagina dan lubang anusnya sama nikmatnya. Membuatku ketagihan menyetubuhinya.

Tak terasa sudah satu bulan aku berlibur dikampung Mas Iwan. Malam-malam yang kulewati bersama Mbak Erna dan Tante Sari membuat waktu satu bulan terasa cepat sekali. Sudah saatnya aku kembali kekotaku, karena tiga hari lagi aku harus ke sekolah.

Saat berangkat dari kampung Mas Iwan, aku tidak sendirian. Ada Vivi, anak kandung Tante Sari menemaniku. Gadis cantik berkulit putih dan bertubuh langsing ini, baru tamat SMP dan akan melanjutkan SMU di kota. Tante sari meminta tolong padaku agar mengantarkan Vivi, mencari rumah kost di dekat sekolah.

Dengan menempuh dua jam perjalanan, sampailah kami di kota. Dan setelah berpuar-putar cukup lama, akhirnya kudapatkan rumah kost untuk Vivi. Pemilik rumah adalah seorang janda cantik berusia sekitar 32 tahun, namanya Yeni. Setelah memberikan kunci kamar pada Vivi, Tante Yeni meninggalkan kami berdua.

Sehabis membantu Vivi mengangkat barang-barangnya ke dalam kamar, aku merasa haus. Kusuruh Vivi ke warung untuk membeli minuman. Sambil duduk menunggu kedatangan Vivi, iseng-iseng kunyalakan VCD. Ngawur aja kusetel salah satu film. Aku terkejut, ternyata isinya film porno.

Adegan-adegan difilm itu, membangkitkan nafsu birahiku. Kurasakan batang penisku mengeras dan berdiri tegak di balik celanaku. Kuturunkan celanaku, dan kukeluarkan batang penisku. Kuelus-elus dan kukocok-kocok batang penisku. Saking asiknya aku mengocok-ngocok batang penisku, sampai kedatangan Vivi tak kurasakan.

“Mas, Doni lagi ngapain,” suara Vivi mengejutkanku.
“Akh, nggak ngapa-ngapain,” sahutku.
“Itu apa?” tanyanya lagi sambil memandangi celanaku.

Astaga! Aku lupa menaikkan celanaku. Sehingga Vivi dengan jelas melihat penisku yang sedang berdiri tegak. Merasa sudah kepalang basah, kulanjutkan saja mengocok penisku.

“Kamu bisa membantuku Vi?,” tanyaku.
“Bantu apa Mas?,” katanya balik bertanya.
“Kocokkin penisku Vi,” pintaku.

Vivi menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kutarik tangannya dan kuletakkan diatas penisku. Vivi yang juga sudah terangsang akibat ikut nonton film porno, menggenggam batang penisku. Dengan lembut dia mengelus-elus dari kepala sampai kepangkal penisku. Aku merasa seperti melayang.

Aku melepaskan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Vivi yang sedang mengocok penisku. Kutarik kaosnya dan kususupkan tanganku kebalik BHnya. Kuraba-raba buah dadanya. Perlahan-lahan buah dadanya mengeras. Cukup lama aku meraba-raba buah dadanya, kemudian kutarik Bhnya hingga terlepas. Setelah terlepas, terlihatlah buah dadanya yang padat dan mengeras. Aku melanjutkan lagi meremas-remas buah dadanya. Vivi mendesah-desah merasakan nikmat, tangannya semakin cepat mengocok penisku.

Sekitar lima belas menit berlalu kami berganti posisi. Sambil menarik rok mininya, kodorong tubuhnya hingga terlentang diranjang. Hanya celana dalamnya saja yang melekat menutupi selangkangannya. Kutindih tubuhnya dari atas lalu kukecup bibirnya, kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang terbuka. Vivi menyambutnya dengan hisapan yang tak kalah hebatnya.

Setelah cukup lama berpagutan, kuputar tubuhku. Membentuk posisi 69. Selangkanganku berada diatas wajahnya, sedangkan selangkangannya berada dibawah wajahku. Kujulurkan lidahku menjilati bagian bawah perutnya, sambil tanganku melepas celana dalam Vivi. Vivi mengangkat pantatnya memudahkan aku melepaskan celana dalamnya dan meleparkannya ke lantai kamar. Lidahku bergerak turun menyapu bibir vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu tipis.

“Ohh… Mas don… Enakk,” desahnya ketika aku mulai menjilati vaginanya yang basah, membuatku semakin bersemangat menjilati vaginanya. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya yang sebesar biji kacang.

Saat aku menjilati lubang vaginanya, Vivi juga sedang asyik menjilati penisku. Sambil tangan kirinya mengocok-ngocok pangkal penisku sedangkan tangan kanannya mengelus-elus buah pelirku dengan lembut. Sesaat kemudian Vivi memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk ke mulutnya. Kudorong pantatku ke atas dan ke bawah, sehingga penisku keluar masuk dimulutnya.

Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu. Aku bangkit dan berdiri dilantai kamar. Kutarik tubuhnya, hingga pantatnya berada ditepi ranjang. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Kuarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.

“Ja… Jangan… Mas, aku masih perawan,” katanya.

Aku tak memperdulikan kata-katanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala penisku menyeruak masuk. Vivi berteriak lebih keras ketika aku mendorong lebih keras dan penisku menembus selaput daranya. Akupun lebih bersemangat mendorong pantatku dan amblaslah seluruh batang penisku ke lubang vaginanya yang sangat sempit. Penisku serasa dijepit sempitnya lubang vaginanya. Beberapa detik kubiarkan penisku di dalam vaginanya.

Kupandangi wajahnya yang meringis menahan sakit. Dengan perlahan-lahan kuangkat pantatku lalu kuturunkan lagi. Membuat penisku keluar masuk dilubang vaginanya. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Beginikah rasanya menyetubuhi seorang perawan.

“Ohh… Mas… Enakk,” desahnya yang mulai merasakan

Nikmatnya disetubuhi. Pantatnya digerakkan naik turun seirama gerakkan pantatku. Rasa sakitnya telah hilang berganti dengan rasa nikmat. Sekitar tiga puluh menit berlalu, kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram seprei dengan keras.

“Ohh… Mas… Akuu… Mauu,” desahnya terputus.
“Mau keluar sayang,” sahutku.
Vivi mengangguk sambil tersenyum.
“Aku juga Vi,” imbuhku. Semakin cepat kudorong-dorong pantatku.
“A… Akuu… Ke… Luarr,” teriaknya lantang.

Kurasakan cairan hangat merembes didinding vaginanya. Sedetik kemudian kurasakan penisku berkedut-kedut. Dan Crott! crott! crott! Kutumpahkan sperma yang sangat banyak dilubang vaginanya. Dan tubuhku ambruk menindih tubuhnya.

“Kamu menyesal Vi,” tanyaku sambil tersenyum puas, karena baru kali ini aku menyetubhi seorang perawan.
“Nggak Mas, semua sudah terjadi,” sahutnya.
“Kamu mau lagi khan,” godaku. Vivi tersenyum padaku, senyum penuh arti.

Kira-kira satu jam kami tertidur. Akupun terbangun dan bergegas ke kamar mandi membersihkan badan. Mengingat kejadian tadi, bersetubuh dengan Vivi, membuat nafsu birahiku bangkit lagi. penisku yang tadi telah layu, kini tegang dan mengeras. Setelah mengelap tubuhku dengan handuk akupun bergegas ke kamar, dimana Vivi sedang tertidur pulas. Dan ia terbangun ketika aku lagi asyik menjilati lubang vaginanya.

“Oh… Mas… Apa yang kamu lakukan,” tanyanya.
“Aku pingin setubuhi kamu lagi sayang,” sahutku sambil tersenyum.

Vivi membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga aku lebih leluasa menjilati vaginanya. Beberapa menit berlalu kusuruh dia menungging. Aku mengambil posisi dibelakangnya. Dari belakang, aku menjilati lubang anusnya, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya.

Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong maju pantatku. Sedikit demi sedikit penisku masuk ke lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam penisku memasukinya, sampai seluruhnya amblas, tertelan lubang vaginanya. Akupun mendorong pantatku maju mundur, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya.

“Ohh… Nikk… Matt… Mas… Enakk,” jeritnya tertahan. Sekitar tiga puluh menit berlalu, kutarik penisku dari lubang vaginanya hingga terlepas. Kemudian kugenggam penisku dan kuarahkan ke lubang anusnya.

“Jangan, Mass sakitt, ja… “jeritnya sambil meringis. Belum habis dia bicara, kudorong pantatku dengan keras. Dan Bless! Seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya. Kukocok lubang anusnya dengan irama pelan semakin lama semakin cepat, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Dan Vivipun merasakan sensasi yang luar biasa dikedua lubangnya. Jeritan-jeritannya berganti dengan desahan-desahan nikmat penuh nafsu.

Aku semakin bersemangat mendorong-dorong pantatku, ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Sepuluh menit kemudian penisku menyemburkan sperma didalam anusnya. Dan tak lama berselang Vivi menyusul, tubuhnya mengejang hebat. Kemudian Vivi terkulai lemas dan tertidur.

Aku kemudian berdiri dan mengenakan celanaku. Saat aku akan mengambil handuk ke dalam almari, tanpa sengaja aku menoleh keluar jendela. Samar-samar aku melihat sesosok bayangan wanita yang sedang berdiri dibalik jendela kamar. Rupanya orang itu sedang mengitip aku dan Vivi yang sedang bersetubuh dari balik korden yang lupa aku tutup.

Saat aku keluar mencarinya, wanita itu bergegas pergi. Aku membuntuti wanita itu. Melihat potongan tubuhnya dari belakang aku yakin kalau wanita itu adalah Tante Yeni, ibu kostnya Vivi. Dan aku keyakinanku semakin kuat, saat wanita itu masuk kekamar tidur Tante Yeni dan langsung menutup pintu. Aku berjalan mendekat dan berdiri di depan pintu kamarnya.

Aku mengintip dari lubang kunci. Dan memang benar, wanita yang tadi mengintipku adalah Tante Yeni. Sampai didalam kamar Tante Yeni melepaskan seluruh pakaiannya. Aku terkesima melihat tubuh Tante Yeni yang putih mulus dan sexy, meski sudah berumur sebaya ibuku. Membuat jantungku berdetak kencang. Nafsu birahiku yang baru saja tersalurkan bersama Vivi, perlahan-lahan bangkit lagi.

Pemandangan selanjutnya lebih seru lagi. Tante Yeni merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar, memperlihatkan indahnya bentuk vaginanya. Tante Yeni meremas-remas buah dadanya sendiri dengan tangan kirinya. Perlahan buah dadanya mulai mengeras. Sedangkan tangan kanannya meraba-raba selangkangannya. Desahan-desahan nikmat keluar dari bibirnya, membuatku semakin tak tahan. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak.

Dengan sangat hati-hati, aku membuka pintu kamarnya. Dan ternyata tidak terkunci. Sambil melepaskan celanaku, aku berjalan mengendap-endap mendekatinya. Tante Yeni yang sedang asyik meraba-raba tubuhnya sendiri, tidak tahu kalau aku masuk ke kamarnya.

Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menindihnya. Tante Yeni sangat terkejut melihat kehadiranku. Aku segera menyumpal mulutnya yang sedang Terbuka saat dia hendak berteriak dengan mulutku. Dan aku langsung melumatnya. Tante Yeni yang sedang dirasuki nafsu birahi, membalas lumatanku dengan pagutan-pagutan yang tak kalah hebatnya.

Cukup lama aku melumat bibirnya, kemudian aku menjilati lehernya, terus turun ke buah dadanya yang sudah mengeras. Kedua buah dadanya aku jilati secara bergantian, membuat desahannya semakin keras. Aku menyudahi jilatanku pada kedua buah dadanya, kemudia aku berlutut ditepi ranjang, diantara kedua kakinya. Tanganku yang nakal mulai meraba-raba bibir vaginanya yang dicukur bersih.

Tanpa berfikir lama, aku menjulurkan lidahku, menjilati, menghisap dan sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vagina Tante Yeni dan lidahku menari-nari di dalam lubang vaginanya. Tante Yeni mengangkat-angkat pantatnya, menyambut jilatanku. Rintihan-rintihan kecil keluar dari mulutnya setiap kali lidahku menghujam lubang vaginanya. Disaat dia sedang menikmati jilatanku, aku memasukkan jari-jariku ke dalam lubang vaginanya. Sambil sesekali aku menjilati lubang anusnya. Tante Yeni sangat menikmati perlakuanku, dia menekan kepalaku dan membenamkannya diselangkangannya.

Sepuluh menit berlalu, aku menyudahi jilatanku. Aku kemudian berdiri, sambil menarik pinggulnya ketepi ranjang, kedua kakinya kubuka lebar-lebar. Tanpa membuang waktu lagi, batang kemaluanku yang sudah tegang dari tadi langsung kuhujamkan ke lubang vaginanya. Tante Yeni menjerit saat batang kemaluanku yang besar dan panjang menerobos masuk ke lubang vaginanya. Aku merasakan jepitan bibir vaginanya yang begitu seret. Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Tante Yeni sangat menikmati setiap gerakkan pantatku, dia menggeliat dan mendesah disetiap gerakan kemaluanku keluar masuk dari lubang vaginanya.

Aku semakin mempercepat memaju mundurkan pantatku saat Tante Yeni memperlihatkan tanda-tanda orang yang mau orgasme.

“Ohh.., Don.., akuu.., mau.., keluarr,” jeritnya cukup keras. Tante Yeni menggelinjang hebat, kedua pahanya menjepit pinggangku. Rintihan panjang keluar dari mulutnya saat klitorisnya memuntahkan cairan kenikmatan. Aku merasakan cairan hangat yang meleleh disepanjang batang kemaluanku. Aku membiarkan Tante Yeni beristirahat sambil menikmati orgasmenya. Setelah Tante Yeni berhasil menguasai dirinya, tanpa membuang waktu lagi aku membalikkan tubuhnya dalam posisi menungging.

Lalu aku menciumi pantatnya. Tante Yeni mengeliat menahan geli saat lidahku menelusuri vagina dan anusnya. Kemudian aku meludahi lubang anusnya beberapa kali. Setelah kurasakan daerah itu benar-benar licin, aku membimbing batang kemaluanku dengan tangan kiriku sementara tangan kananku membuka lubang anusnya. Tante tak bereaksi apa-apa dan membiarkan saja apa yang kulakukan. Perlahan kudorong pantatku. Tante Yeni merintih sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih akibat tusukan kemaluanku pada lubang anusnya yang sempit. Setelah beberapa kali mendorong dan menarik akhirnya seluruh batang kemaluanku masuk ke lubang anusnya.

Sambil menikmati jepitan lubang anusnya, aku mendiamkan sebentar batang kemaluanku disana untuk beradaptasi. Tante Yeni menjerit saat aku mulai menghujamkan kemaluanku. Tubuhnya terhentak-hentak ketika sodokkanku bertambah kencang dan kasar. Sambil terus meningkatkan irama sodokkan, tanganku dengan kasar mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Akibat menahan sensasi nikmat ditengah-tengah rasa ngilu dan perih pada kedua lubang bawah tubuhnya, Tante Yeni sampai menangis. Setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke lubang anusnya, dia mengaduh namun dia tak mau aku menyudahinya. Sampai akhirnya kurasakan suatu perasaan yang sangat nikmat mengaliri sekujur tubuhku.

Aku mengerang panjang, saat mengalami orgasme yang pertama. Tanganku mencengkeram keras pantatnya. Aku menumpahkan seluruh spermaku didalam lubang anusnya. Tubuhku menegang beberapa saat, kemudian terkulai lemas. Tak lama kemudian Tante Yeni menyusul, dia mengeram sambil tangannya mencengkeram bantal kuat-kuat. Cairan hangat dan kental meleleh dari lubang vaginanya.

Dengan nafas yang masih memburu dan tubuh yang masih lemas, Tante Yeni bangkit kemudian duduk ditepi ranjang. Dia meraih batang kemaluanku lalu memasukkan ke mulutnya. Tante Yeni menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluanku sampai bersih tanpa tersisa setetespun. Tante Yeni tersenyum puas merasakan nikmat yang sudah cukup lama tidak dirasakannya, sejak dia bercerai dengan suaminya.

Tanpa malu-malu dia meminta aku agar menyutubuhinya lagi. Aku menuruti permintaannya, kami bersetubuh sampai pagi. Sampai kami benar-benar kelelahan. Pagi-pagi sekali aku meninggalkan Tante Yeni yang masih tidur tanpa busana dan masuk kekamar Vivi. Dimana Vivi juga sedang tidur pulas. Aku mengenakan seluruh pakaianku, kemudian pergi tanpa pamit. Meninggalkan kenangan-kenangan nikmat untuk mereka berdua. Sekali waktu aku mengunjungi Tante Yeni dan Vivi untuk menikmati lagi tubuh mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

helping sister


I got home from work and sat down with a cold beer. I noticed the answering machine light flashing and decided to check the messages. It was a message from my sister Rene.
“Hi Rick, this is Rene, I was wondering if you were busy this weekend? I need help moving a few things to my new apartment now that my divorce from asshole is final. Call me back if you can, Thanks.”
Rene was a glutton for punishment and had been in a love less marriage. She complained from the get go that her husband ignored her. She told my wife and I that shortly after getting married there sex life fizzled. She said, she was always willing and was the aggressor for sex, trying many things to spice up her life and still he had not responded. At first she thought he had a medical condition or something worse. My wife said maybe he just didn’t have the sex drive that normal men have or at least that I had. Joann told Rene that I was always horny, and never left her alone. Rene responded that she wish her loser husband would learn a thing or two from me.
“Hey sis it’s Rick, yes I will be free this weekend. I will be to your house either late Friday night or early Saturday morning. It depends on when Joann and the kids leave to her Dads’ for the weekend. I’ll call you later ok love.
“Hi Rick you home or are we going to play phone tag”. I had just gotten out of the shower and ran toward the phone, picking it up just in time.
“Hi sis” finally get to talk to you” I will be down on Saturday, Joann will be leaving on Saturday morning, so I will come down as soon as she leaves.
“Fine,” Rene said, “the girls are anxious to see you and I will cook you a nice meal for helping me move the stuff.”
“Is asshole going to help or is it just going to be us?” I asked.
“No just us, he said it was my problem to move the stuff, so it’s going to be me, you and the girls.”
“OK not a problem, see you then.
Saturday rolled around, I said goodbye to my wife and kids and drove the hour and fifteen minutes to Rene’s apartment. Rene greeted me with a hug and kiss.
“Thank you” she said, “I don’t know what I would do without you, your the best brother anyone could ask for.”
“Hi Uncle Rick”, yelled my 18 year old niece Briana. “We’ve been waiting for you, we made breakfast.”
“You didn’t have to do that” I said, “I’m just helping my family.”
“I know Rick but you know how much Briana loves you, this was her Idea.”
We all sat down to a delicious breakfast. Soon as we finished eating my sister said her and Briana were going to change so we could start moving the boxes from the garage. I played in the empty front room with my 4 year old niece tiffany while they changed.
Rene was done first and came out of the room. Rene had changed into a tight low cut white tank top and a pair of short shorts that were a lycra material. They must have been Briana’s shorts because they were so tight they cut deep into her crotch outlining her cunt lips.
Rene was only 36 years old, having Briana when she was just 17. Her first marriage to Briana’s father hadn’t worked out and neither had her second to tiffany’s dad.
Let me describe Rene to you, she is around 5’5″ tall, has short brown hair framing her beautiful face, creamy white skin,, large brown eyes and deliciously full lips. She has perfect 34C tits, slender hips, a flat stomach and a peach shaped ass tapering down to long lean, muscular legs. Rene ran track in high school and liked to work out. In other words she was a gorgeous girl.
Briana was 18 years old and had definitely taken after her mother. Her chest hasn’t completely developed, so her breasts are slightly smaller than her mother’s. She has taken in her mother’s footsteps running track which has given her the same great ass that looks great in jeans. Briana has slightly longer hair, golden in color, she has hazel eyes, a perfect nose and the same pouting kiss me lips like her mother. Briana was a knockout.
Briana followed Rene from the room; she wore similar tight Lycra workout shorts, gray in color and equally as tight as the ones Rene wore. She covered hers with an oversized shirt that draped down past her crotch, I’m sure that if the shirt didn’t cover her, the fit would’ve been the same.
We started moving Items from the garage to the apartment which was on the second floor. Finding it harder and harder(and finding it getting hard, my dick)to concentrate on anything other than Rene’s’ or Briana’s’ crotch or ass as I walked behind them. I told Rene if they did the unpacking I would carry the boxes up the stairs.
Working up quite a sweat moving boxes, I was drenched and removed my shirt. Walking in the door with box in hand I heard a whistle,
“WOW uncle Rick, your pretty pumped” said Briana standing in the doorway.
I liked lifting weights and took pretty good care of my body. I liked the praise even though it came from my 18-year-old niece.
“Thanks babe” I said, “I try.”
Rene emerged from the room, having also worked up a sweat her shirt clung to her body. I noticed the sweat made the shirt semi-see thru and not wearing a bra made her dark brown nipples visible.
I looked her over and said, “your working up a pretty good sweat Rene.” But in all honesty I was admiring her dark brown nipples that were poking through the material.
“Yeah” she said, “look I’m drenched” with that she turned around. I could see the wetness that had seeped through the crotch and ass area in her shorts.
“Nothing like a good workout” I said.
“Yep! she replied, look at you your completely soaked too!” “Bri” she said “get uncle Rick a wet towel, so he can cool off.”
Briana ran off to the bathroom and I noticed as she walked away that her ass was also wet, her shorts outlining her g-string underwear. As I admired her ass Rene caught my stare.
“She sure is growing up isn’t she,” she said.
“Yes she is” I said, “she’s developing into a beautiful girl.”
“Yeah, and all the boys are noticing her developments also.” “Now with no man in the house for the last 9 months it’s pretty hard to control her.” “Rick” Rene said, “she loves you a lot would you talk to her about sex and stuff and tell her to be careful. I know she will listen to you, I don’t want her being a teen mother like I was.”
“Sure I said, if you think she will listen to me. I love her a lot too; I would hate for something like that to happen to her, without getting her education first.”
We decided I would get some time with Briana during the weekend to talk about the issues her mom had concerns over. Briana came out of the kitchen with a wet towel, handing it to me. I used it to wipe my face and around my chest, making it wet and shiny. I noticed that both women watched me, admiring my body as I did so. I looked at myself, my pecs were nice size, I had decent biceps and a six-pack stomach, which cost me hundreds of crunches daily to keep.
Briana said, “Uncle Rick I’ll wipe your back for you and quickly grabbed the towel out of my hand. I turned around as she slowly wiped down and across my back, rubbing my shoulders with her hands as she did so.
“You got a nice bod Uncle Rick Briana said.
“Briana” her mother said, “your going to make your uncle blush, go start dinner while I get your uncle a beer.”
“That would be great, but I don’t want to drink alone” I said.
“I’ll have wine” Rene said, “and we can finish moving the rest of the boxes later.”
We ate dinner and I drank a few more beers. Rene was surprised that she drank almost a whole bottle of wine by herself or so she thought. I didn’t tell her she had a little help from Briana. We were all feeling pretty good after the meal and were in no mood to start again, by this time it was around 8 pm anyway. Rene suggested I stay the night and since no one was at my house we could continue in the morning. I said it would be a great Idea but that I needed a shower and didn’t have any spare clothes.
Rene said “don’t be silly you can wear some of assholes shorts.” She said I should go first and when I got out her and Briana would shower after.
I stepped into the shower and started to wash myself, my mind drifted to Rene and Briana and the clothes they were wearing. My cock started getting hard thinking how all day, every time they bent over to pick something up, I would catch glimpses of their breasts. I also remembered how they had bent over several times in front of me to pick something up and had accidentally backed up against my crotch, rubbing against what they had to have known was a hard on in the making. I would quickly grab a box picking it up to cover myself.
I started to wash my balls and cock, stroking it in my hand as I cleaned it. Rubbing the washrag around the hard red knob that was my cockhead, pre-cum oozed out of the tip. I proceeded to stroke it a little faster feeling the heat and pressure start to build up in my balls. I was jacking off to the image of my sister and niece and was enjoying it immensely. With a loud grunt, I felt the surge as a huge white stream of cum spewed fourth shooting strait toward the ceiling and back wall of the shower stall. I turned the showerhead to rinse it off and noticed it was a substantial amount of jizzm.
There was a knock at the door, it was Rene, and she said she had heard me grunt and wondered if I was alright. I lied and told her I had a knot in my back and was trying to wash it, but had gotten a shooting pain in my shoulder.
“I’m coming in to help you ok!” she said.
“Ok, I said.
She openened the door and came in telling me to turn my back to the shower curtain and she would scrub my back for me. The thought of her seeing me naked excited me. I turned my back to the curtain and she asked if I was ready.
“Ready,” I said as she parted the shower curtain to the side and said “give me the wash rag.” I half turned to the side and could tell that Rene’s’ gaze was on my ass.
Rene took it from my hand and proceeded to soap up my back. Starting at my shoulders and lathering down to the small of my back her hand accident- ly touched the krack of my ass.
“I’m not looking Rick” she said.
“It’s ok sis it’s just my butt.”
“You sure” she asked.
“Yes I’m sure, what’s the big deal it’s same as yours.” With that she looked down and gave it a little smack with her hand.
“No it’s not, your butts tight.” “Would you mind if I squeeze it, it looks so hard.”
“Go ahead” I said, with that she let the washcloth fall out of her hand and put her hand to the right cheek of my ass and squeezed.
“Man that’s rock hard” she said.
“If you don’t mind now, thank you for the hand, I would like to finish.”
“Oh yeah right!” and with that she gave it a little smack and walked out the door.
I finished my shower, dried-off and found a pair of shorts on the toilet that was too big for me. Rene’s husband was a tall man and liked to wear baggy clothes. I put on the shorts, sans undergarments and stepped out of the bathroom. Rene and Briana made a mad scramble to be next in the shower. They both went in and I went over to the couch and plopped down to watch TV and unwind. I grabbed another beer and noticed my little niece had already passed out from the long day.
Rene and Briana came out of the bathroom about 40 minutes later wearing robes and towels around their heads. Had they showered together I thought or separately. Maybe while one took a shower the other sat on the can, who knows. I finished several more beers waiting for them and had caught a pretty good buzz. I poured Rene another glass of wine and she sat on the opposite end of the couch facing me. “God my feet hurt” she said.
“Lay back and I’ll rub them for you” I replied.
“Would you, god you’re a saint” she said as she layed back on a large pillow and lifted her leg toward me. Her robe came open as she did so, giving me a glimpse of her clean shaved mound. I don’t think she was completely aware of the view she was providing because she did nothing to close her robe. She just sat there with her head back, taking sips of her wine.
Whether the wine or the beer, both of us were feeling very loose as I massaged her feet she purred and moaned. I moved my hands up to her calf muscles and kneaded that area also, running my hands up and down her legs. She had the most incredibly soft skin( I call it stripper skin) the muscles in her legs hard and lean.
“A little higher please,” she said as I ran my hands higher up her legs. Opening her legs wider apart provided me with an even better view of her bald little cunt. I could see it so clearly now that I could see little droplets of either pussy juice or perspiration form, running down the krack of her ass cheeks and still she did nothing to cover herself. I was now working the lower part of her inner thigh and moved myself closer.
The soft aroma of her bath gel and faint trace of sweet woman smell was driving me crazy. My cock started to stir the moment I had started on her calf muscles and was now almost completely hard. I reached for a small throw pillow to put in my lap, in case Briana came out of her room and caught me with a stiffy. As I got higher up on Rene’s thigh she must have caught a draft, or my hand was too close, because she lifted her head from the pillow and reached down to pull her robe close.
“Thank you, I feel much better now” she said, “I’m going to go check on the girls and then I’ll bring you out a pillow and blanket, you can sleep on the couch if you don’t mind or Briana can sleep with me and you can sleep on her bed.”
“I’ll be fine on the couch” I said, a little disappointed.
She came out a few minutes later and said Briana told her to give me a kiss goodnight and she would see me in the morning, she was dog exhausted. Rene walked over to me, grabbed my face in her hands and gave me a long lingering kiss on the lips.
“That’s for Briana,” then again she kissed me, “that’s for tiffany, and this is for me” with that she planted another long passionate kiss full on the lips. With that she handed me a blanket and pillow and said she would see me in the morning.
What the hell was that I thought to myself, Rene is horny and buzzing hard from the wine. I tried to sleep for the next hour on that uncomfortable couch, tossing and turning trying to find a comfy spot. Rene heard my dilemma and came out of her room wearing a short nightie, which came just below her panties. Her breasts swayed under the shirt and I was sure she was not wearing a bra.
“I’m sorry” she said, “not very comfortable is it.”
“No it’s fine” I replied.
“Come with me” she said extending her hand. I reached out and took her hand as she pulled me towards her bedroom.
“You can sleep here with me” she said, “but you have to get up early, Briana gets up around 9am and no way would she understand you sleeping in here.”
“Are you sure?” I asked.
“Yes I’m sure” she said, “you come over to help me and I put you on the hard old couch.” “I’ll warn you though, I’m a bed hog” she said.
“No problem,” I replied as we climbed in on our separate side of the bed, we rolled over with our backs toward each other and said goodnight.
Sometime during the course of the night I awoke to find myself in the spoon position with Rene. Somehow she had scooted herself clear over to my side of the bed in her sleep. I had my arm around her waist and she had her ass pressed firmly against my crotch. Being indiscriminant my cock seized the opportunity to thrust itself into a warm hole. Protruded from the bottom of my shorts it was nuzzled comfortably between her ass cheeks. Rene was wearing some scanty panties, I know because along with moving over towards me, she had kicked the blankets down towards our feet and her shirt had rode up over her waist. I looked down at the beautiful site of my cock between her cheeks, wondering why she had not wakened up from the intrusion. Was she enjoying it and had not bothered to move or was she so sound asleep that she did not feel anything.
I admit the beer and the earlier events of the day had put me in a very horny mood and maybe the wine had done the same to her. Nevertheless, my cock was thrusting and throbbing against the smoothness of her panty material, trying to get by to the treasure that lay past it. I wondered if I should nudge her to get her back over to her side or to take advantage of the situation.
I decided to do the latter and moved my hand to her ass and cupped it in my hand. Admiring the smooth soft texture of the material and the firm- ness of her cheek, they were like smooth boulders. I continued exploring her round bottom, squeezing a cheek between my palms. This caused her to squirm back further against me, enjoying the violation of my hands on her body. Getting more daring I reached a finger down between the material and her bare ass and moved it to the side. My cock quickly took this opportunity and was now under her panty with my cockhead touching bare skin, electrifying sensations shot up my body. I felt a little pre-cum start to ooze out, coating and lubricating the crevice between her ass. The lubrication was just enough, along with the squirming of her hips to allow me to push the head several inches into her. My heart now racing, my breathing shallow I was enjoying the thought and feel immensely.
At that moment Rene spoke, “Ummmh, Rick what are you doing to me”. She said it so dreamy that I did not speak for several seconds.
“I don’t know, I woke up and we were like this” I said, “I’m sorry.”
“Sorry” she responded, “I like it, I haven’t had sex in almost a year and you are making me so horny.”
She liked it, it blew my mind, Rene was enjoying my violation of her body and wasn’t afraid to tell me. What was my next move I thought to myself.
“Do you think it’s alright?” I asked her.
“It’s not right, but it feels good” was her reply.
“Do you want me to continue?” I asked. I wanted to take things slow so as not to scare her or ruin the moment.
“That’s up to you” she said “Do you want to?”
“Yes” I responded.
During our conversation she had not turned around to face me, she simply spoke over her shoulder.
“So do I” she said turning over to look at me, she grabbed my face in her hands and brought it to hers, pressing her lips to mine. Our tongues darting into each other’s mouth twisting and savoring each other’s flavor. Her hand went down to my granite hard dick, gently wrapping around the shaft her thumb rubbed my cockhead.
“Rick” she said purring “You’re hard as a rock, Did I do that to you?”
“You sure did” I responded in a whisper.
“Can I take care of it for you? she asked.
“Yes” I answered. She started to move her hand up and down on my rod, stroking it gently. My hands needed no invitation and instantly went between her legs. Rubbing her mound from the outside of her panties, she allowed my finger to run the length of her slit as far between her legs as I could go.
“We have to be quiet” she said. “I don’t want Briana to hear us.” I nodded in agreement. The thought that Briana was in the next room was an added thrill to our action and it excited both of us. We continued kissing and groping each other for a few minutes. I felt Rene tugging at the waistband of the shorts trying to push them down, without losing her grip on my shaft. I reached down to help her, wriggled out of them, and kicked them down between the sheets somewhere. I was at the same time trying to get past her panties so my fingers could probe deeper into her slit. I reached up and layed her back onto the bed, sitting up I grabbed the waistband of her panties.
She lifted her hips allowing me to slide them down her waist and expose the beautiful sight of her bald shaven twat. I pushed her legs apart and started kissing her inner thighs. Trailing kisses from the area my hands had massaged earlier up to her exposed mound. Licking the length from her tiny rosebud to the tip of her now exposed clit. Running my tongue up and down her slit, I probed between her puffy outer lips, tasting the juice that had now secreted from her hole. I brought up a finger and started to move it inside of her. Gasping at the intrusion of my finger she bucked her hips up towards my face. I placed one hand on the back of her ass and squeezed, meanwhile working my finger in and out I continued sucking on her exposed clit. I moved a second finger into her twat and noticed that her breathing was getting shallower. Rene placed her hand on the back of my head pushing my face harder against her muff and started bucking her hips faster. My tongue and mouth continued their barrage on her pussy as my fingers worked in and out of her hole faster and faster.

“OH YES, THAT’S IT, SUCK MY PUSSY, LICK MY PUSSY,OH YES! Please don’t stop, I’M GOING TO CUM, RICK” “DON’T STOP.” Rene was yelling this so loud, I knew Briana had to be hearing this. That was it, Rene let out a shudder and shut her legs around my head, my god were her legs strong. I was suffocating between her thighs, and all I could think was “what a way to die.” As her orgasm subsided I lapped up her juices hungrily with my mouth. Filling my mouth with her juice I climbed up and brought my face to hers, kissing her lips, and allowing her to taste her own flavor.
Hungrily her hands went around my shaft and proceeded to quickly stroke it. I wanted to suck her tits and pulled her to a sitting position. Yanking her nightshirt up over her head, my mouth quickly darted down to one of her delicious, firm breasts. My mouth was on a nipple sucking it in teasing it between my teeth, my hand on her other tit tweaked the nipple between thumb and forefinger. Her nubs were hard little pebbles in a matter of seconds. I kneaded and sucked, alternating breasts in my mouth and hands. Rene flipped me off of her and pushed me onto my back leaning forward and taking my cock in her hand.
Looking back she said “Rick your dick is huge,” with that her mouth went over my helmet and impaled itself around my shaft. I could hear choking sounds come from her as she took all 8 inches down her throat. I could feel her lips lightly touching my balls. I lay my head back looking down to see her head bobbing up and down, my cock going in and out between her soft lips. Her ass was to the side of me and I wanted to continue tasting her, I reached out and moved her over, allowing her to straddle my face in a 69 position. I lifted my head and ran my tongue over her sweet cunt licking her from end to end, her fragrance filling my nose. I inserted two fingers deep between her pussy lips and worked them in and out.
The time had come for me to get inside of her. The feel of her velvety soft lips had driven me close to the point of no return and I still wanted to fuck that beautiful bald snatch. I reached down and took hold of her hair, stopping her and pulling her mouth off my cock. She brought her face to mine and kissed me allowing me this time to taste my cock from her mouth. She moved her hips to each side of mine and my rod rubbed up against the krack of her ass. She leaned forward, grabbing my cock with one hand and placed it to the outside of her cunny lips, wetting the tip.
Looking down at me teasingly she said “You want me to put it in here.”
“OH GOD, YES” I choked out, “PLEASE DON’T TEASE ME LIKE THIS” I said. She lowered herself ever so slowly. I looked down between us and the site of my cock disappearing into my gorgeous sister was almost more than I could handle. Soon she had lowered herself completely, resting for a few seconds my balls lay between her ass cheeks. I pulled her down to me and brought her mouth to mine, kissing her feverishly now. I kissed her neck and lower, bringing her breasts to my mouth sucking one and then switching to the other.
She started to raise up and down on my shaft at this time and soon we were in sync, her ass in my hand, up and down, in and out my cock went. The feeling was too much, I started to thrust quicker and quicker, trying to end the torment my balls were in. She reached down between her legs and gripped my balls giving them a gentle squeeze, they erupted. I thrust and felt a wave of cumm shoot out of me like a cannon. She also had started to cumm and was grinding her clit against my pelvis. We held each for what seemed like minutes as our mutual orgasms subsided. I noticed that my cock hadn’t deflated yet, so I shifted her off of me and turning her around took her doggy style.
I continued my onslaught of her pussy. I rubbed my cockhead against her slit, trying to tease her like she had done me.
“No” she said “Not there, put it in my asshole.” I was stunned she was a kinky chick and I didn’t even know it. My wife and I had only done it this way once and she didn’t like it.
“As you wish” I said. I ran a finger in her still dripping pussy and pulled it out, placing it at the entrance to her tiny puckered rosebud. Slowly I inserted it in, she released her muscles, and I felt it loosen. Allowing my finger to slide in effortlessly.
She looked back at me and said “this is one of the reasons I got divorced.” “Asshole would never fuck me in the asshole.”
She moaned as I withdrew my finger and positioned my cockhead against her open shithole. With a little push, my cockhead popped past her sphincter ring. Slowly I pushed into her, at the same time she backed up against me, Once my balls touched her ass cheeks she began leaning forward and then back, my cock sliding in and out. She was ready and so was I, grabbing her around the waist I started humping my dick in and out, her tight shit ring gripping my cock like a vise. Thrusting into her hard ass cheeks, our body’s made loud smacking sounds.
“OH YES” She moaned. “Fuck my ass harder Rick” she screamed, OH YEAH, FILL MY ASS WITH YOUR HARD COCK.”
“SHHH! I said, “Your going to wake the girls.” She placed her hand over her mouth and I started pounding into her hard. I reached around and began fingering her cunt, tweaking her clit between my fingers. After several minutes of this her body began to shudder and so did mine. The dam ready to burst from my cock, I withdrew and quickly shot my load into the air, hitting the headboard, her hair and down her back. I gripped her hips and fell across her back as she leaned face down into the pillow. We stayed this way for a few moments enjoying our newfound closeness. Later we crept naked into the bathroom to clean each other up. Quietly we went back to bed snuggling and kissing as we held each other. We talked about whether this night would be a one shot deal or if we should carry on. We agreed we had enjoyed it but that it would be difficult continuing until Briana went off to college later that year.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aku Dan Adik Kawan Aku


Pertama kali aku mengenal hubungan sexual yang sebenarnya terjadi pada
saat
adik perempuanku memperkenalkan kepadaku seorang teman wanitanya.
Sejak
pertama kali aku melihat, memang aku sangat tertarik pada wanita ini,
sebut
saja namanya Nuke. Suatu saat Nuke datang ke rumahku untuk bertemu
dengan
adikku yang kebetulan tidak berada di rumah. Karena sudah akrab dengan
keluargaku, meskipun di rumah aku sedang seorang diri, kupersilakan
Nuke
masuk dan menunggu.
Tapi tiba-tiba ada pikiran nakal di otakku untuk nekat mendekati Nuke,
meskipun rasanya sangat tidak mungkin. Setelah berbasa-basi
seperlunya,
kutawarkan dia untuk kuputarkan Blue Film. Mulanya dia menolak karena
malu,
tapi penolakannya kupikir hanya basa-basi saja. Dengan sedikit
ketakutan
akan datangnya orang lain ke rumahku, aku putarkan sebuah blue film,
lalu
kutinggalkan dia menonton seorang diri dengan suatu harapan dia akan
terangsang. Benar saja pada saat aku keluar dari kamar, kulihat wajah
Nuke
merah dan seperti menahan getaran. Aku mulai ikut duduk di lantai dan
menonton blue film tersebut. Jantungku berdegup sangat keras, bukan
karena
menonton film tersebut, tapi karena aku sudah mulai nekat untuk
melakukannya, apapun resikonya kalau ditolak.
Kubilang pada Nuke, “Pegang dadaku.., rasanya deg-degan banget”,
sambil
kutarik tangannya untuk memegang dadaku. Dalam hitungan detik, tanpa
kami
sadari, kami telah berciuman dengan penuh nafsu. Ini pengalaman
pertamaku
berciuman dengan seorang perempuan, meskipun adegan seks telah lama
aku tahu
(dan kuinginkan) dari berbagai film yang pernah kutonton. Mulutnya
yang
kecil kukulum dengan penuh nafsu. *
*Dengan penuh rasa takut, tanganku mulai merayap ke bagian dadanya.
Ternyata
Nuke tidak marah, malah kelihatan dia sangat menikmatinya. Akhirnya
kuremas-remas buah dadanya dengan lembut dan sedikit menekan. Tanpa
terasa
kami sudah telanjang bulat berdua di tengah rumah. Setelah puas aku
mengulum
puting susu dan meremas-remas buah dadanya, mulutku kembali ke atas
untuk
mencium dan mengulum lidahnya. Sebentar kemudian malah Nuke yang turun
menciumi leher kemudian dadaku. Tapi sesuatu yang tak pernah
kubayangkan
akan dilakukan seorang Nuke yang usianya relatif masih sangat muda, ia
terus
turun menciumi perut sambil mulai meremas-remas kemaluanku. Aku sudah
sangat
terangsang. *
*Kemudian mataku hampir saja keluar ketika mulutnya sampai pada batang
kemaluanku. Rasanya nikmat sekali. Belum pernah aku merasakan
kenikmatan
yang sedemikian dahsyat. Ujung kemaluanku kemudian dikulum dengan
penuh
nafsu. Nampak luwes sekali dia menciumi kemaluanku, aku tidak berpikir
lain
selain terus menikmati hangatnya mulut Nuke di kemaluanku. Kupegang
rambutnya mengikuti turun naik dan memutarnya kepala Nuke dengan poros
batang kemaluanku. *
*Setelah sekian lama kemaluanku di lumatnya, aku merasakan sesuatu
yang
sangat mendesak keluar dari kemaluanku tanpa mampu kutakah lagi.
Kutahan
kepalanya agar tak diangkat pada saat spermaku keluar dan dengan
menahan
napas aku mengeluarkan spermaku di mulutnya. Sebagian langsung
tertelan pada
saat aku ejakulasi, selebihnya ditelan sebagian-sebagian seiring
dengan
keluarnya spermaku tetes demi tetes. *
*Aku tertidur pulas tanpa ingat lagi bumi alam. Kurang lebih sepuluh
menit
kemudian aku terbangun. Aku sangat kaget begitu kulihat tepat dimukaku
ternyata kemaluan Nuke. Rupanya pada saat aku tertidur, Nuke terus
menjilati
kemaluanku sambil menggesek-gesekan kemaluannya pada mulutku. Meskipun
awalnya aku takut untuk mencoba menjilati kemaluannya, tapi karena
akupun
terangsang lagi, maka kulumat kemaluannya dengan penuh nafsu. Aku
segera
terangsang kembali karena pada saat aku menciumi kemaluan Nuke, dia
dengan
ganas mencium dan menyedot kemaluanku dengan kerasnya. Aku juga kadang
merasakan Nuke menggigit kemaluanku dengan keras sekali, sampai aku
khawatir
kemaluanku terpotong karenanya. *
*Setelah puas aku menjilati kemaluannya, aku mulai mengubah posisiku
untuk
memasukkan kemaluanku pada kemaluannya. Tapi dia menolak dengan keras.
Ternyata dia masih perawan dan minta tolong padaku untuk tidak
membimbingnya
supaya aku memasukkan kemaluanku pada kemaluannya. Terpaksa aku
menjepitkan
kemaluanku di payudaranya yang besar dan ranum. Sambil kugerakkan
pantatku,
ujung kemaluanku di kulum dan dilepas oleh Nuke. Aku tidak mampu
menahan
aliran spermaku dan menyemprot pada muka dan rambutnya. Aku melihat
seberkas
kekecewaan pada raut wajahnya. Saat itu aku berpikir bahwa dia takut
tidak
mencapai kepuasan dengan keluarnya spermaku yang kedua. Tanpa pikir
panjang
aku terus turun ke arah kemaluannya dan menjilati dengan cepatnya. *
*Karena aku sudah tidak bernafsu lagi, kujilati kemaluannya sambil
berhitung
untuk supaya aku terus mampu menjilati dalam keadaan tidak bernafsu
sama
sekali. Pada hitungan ke 143 lidahku menjilati kemaluannya (terakhir
clitorisnya), dia mengerang dan menekan kepalaku dengan keras dan
menjerit.
Dia langsung tertidur sampai aku merasa ketakutan kalau-kalau ada
orang
datang. Kugendong Nuke ke tempat adikku dalam keadaan tertidur dan
kupakaikan baju, lalu kututup selimut, lantas aku pergi ke rumah
temanku
untuk menghindari kecurigaan keluargaku. Inilah pengalaman pertamaku
yang
tak akan pernah aku lupakan. Aku tidak yakin apakah akan kualami
kenikmatan
ini lagi dalam hidupku. *

*TAMAT*

 

 

poker


Begitulah setelah kejadian malam itu, diantara mereka bertiga justru
aku merasa paling nggak enak sama mbak Inggit. Penyebabnya ialah bahwa
aku melakukan itu dikamarnya didepan matanya. Sebenarnya aku nggak tahu
persis apakah mbak Inggit marah atau tidak, yang jelas setiap ketemu
dia selalu ada perasaan canggung yang luar biasa. Dengan mbak Endah
malah tidak ada apa-apa, ia malah tidak terlihat pernah mengalami
kejadian yang luar biasa denganku. Demikian juga dengan mbak Ana. Aku
malah sering membantunya mengetik atau mengerjakan tugasnya. Aku
menduga mungkin karena aku telah melihat tubuhnya telanjang bulat, yang
mungkin menyebabkan mbak Inggit agak canggung menghadapiku.

Sampai beberapa hari setelah malam itu, kontolku terasa linu dan
setelah kuamati ada bagian yang lecet, yang terasa perih ketika
tergesek. Oleh karena itulah sampai beberapa hari itu aku puasa ngocok.
Lagian rasa nikmat
dari menyenggamai mbak Endah masih terngiang-ngiang sampai beberapa
hari. Cuman ya aku nggak ingat lagi prosesnya. Yang kuingat hanya
cengkeraman yang berdenyut-denyut dari dinding-dinding lubang vagina
mbak Endah yang menjepit erat kontolku dan semprotanku yang diiringi
rasa nikmat yang amat sangat kedalamnya.
Sampai beberapa hari, hanya mbak Endah yang bertegur sapa denganku.
Itupun paling-paling hanya sepatah dua patah kata basa basi tanpa arti.
Dan itu berlalu sampai hampir dua minggu. Bersamaan dengan waktu selama
itu, lecet di batang kontolku telah sembuh dan sudah nggak mengganggu
lagi.

Sampai suatu ketika aku temukan diary mbak Inggit ada di dekat pintu
pagar luar. Mungkin terjatuh atau apa aku nggak tahu. Ketika pulang
dari kuliah, aku melihat sebuah diary manis bersampul warna hijau muda
bermotif daun tergeletak di sisi luar pagar, aku berpikir mungkin itu
milik salah satu dari mbak-mbak yang kos. Aku membukanya dan di halaman
pertama tertulis nama Inggit Prilie Hasrini. Aku berniat
mengembalikannya ke kamarnya tetapi dia tidak ada. Jadi aku bawa dulu.
Setelah ganti baju dan celana pendek (seperti biasa aku selalu nggak
seneng
pake celana dalam), aku tiduran. Mau makan malas.
Aku sebenarnya tidak berniat membuka diary itu. Lagian diary khan
rahasia pemiliknya. Jadi aku letakkan saja diary itu dimeja dan
kupandangi. Lama kelamaan, hilang juga niatku itu. Aku mulai membukanya
perlahan-lahan dan membacanya. Halaman-halaman awal tidak ada yang
menarik, paling-paling hanya keluh kesah, lagi kesel, lagi seneng, atau
apa saja. Nah di hampir 10 halaman terakhir inilah yang menarik
sehingga sore itu juga aku akhirnya
ngocok untuk yang pertama kali sejak keperjakaanku hilang. Untuk lebih
jelasnya aku cuplik-kan sebagian isinya untuk kalian bagian itu.
Dimulai dari tanggal 2 Oktober 1996, yang berarti itu dua hari setelah
kejadian di kamarnya itu. Simak baik-baik ya!

2 Okt. 1996, 23.15 WIB
Diary,
Aku kesel bener deh sama Endah dan Rudi. Masa sih tega-teganya mereka
begituan di kamar mandiku. Didepanku lagi. Udah gitu nggak dibersiin
lagi.
Masa, banyak bener tuh cairan lengket-lengket dimana-mana. Brengsek
bener..! Udah gitu lagi Rudi udah ngliat aku telanjang bulat. Malu sih
nggak, cuman jadinya khan nggak enak. Iya kalo dia nggak cerita-cerita,
kalo
cerita-cerita ke temen-temennya. Bisa cemar nih namaku. Ini salah si
Ana juga sih, masa ide kaya gitu dilaksanain juga.
Pokoknya…sebeeeellll…deh!!!
NB: punya Rudi gedhe juga ya!

3 Okt. 1996, 19.43 WIB
Diary,
Aku nggak bisa konsen belajar nih!!. Kena apa aku ya? Masa cuman ngliat
barang kayak gitu aja jadi mikir nih!. Omong-omong..rasanya gimana ya
begituan? Kayaknya sih Endah enjoy banget, dia udah sering kali ya!.
Eh.anunya Rudi lucu ya. Bentuknya kayak gimana gitu. Kepalanya gedhe
banget, jadi kayak microphone. Sama itu loh, ototnya banyak banget.
Sampe kayak binaragawan. Sering disenam kali ya.hi.hi. Ih nglantur..!
Ayo dong diary, bantuin. Biar aku kayak dulu lagi!. Kayaknya aku udah
mulai pingin nih ngerasain yang begituan. Rasanya emm..gimana ya? Belum
pernah sih. Lagian kalo hamil gimana coba? Tapi kalo sama Rudi bisa
nggak ya? Khan punya dia gedhe kayak gitu. Apa bisa masuk, khan punyaku
kecil. Jari aja susah masuknya!.
NB: brengsek si Endah, cengar cengir melulu!

Sampai disini, kontolku telah tegang berat. Bayangin diomongin cewek di
diarynya, diomongin kontolnya lagi. Apa nggak luar biasa itu? Aku mulai
mengelus-elus batangku itu dan semakin bersemangat membaca kelanjutan
isi
diarynya.
Dua hari yaitu tanggal 4 dan 5 tidak ada isinya, tanggal 6 ada lagi.
Isinya kayak gini:

6 Okt. 1996, 20.33 WIB
Diaryku,
Tahu nggak aku barusan ‘masturbasi’. Habis nggak kuat sih ngebayangi si
Rudi dengan pemukul kenthongannya. Aku bayangin aja dia lagi nggesekin
itunya ke itilku. Terus aku gosok-gosok sampai rasanya enak banget.
Hampir njerit lho aku tadi. Ih …. seneng deh! Coba kalo dia yang
bener-bener nggituin aku.
Pasti waoh..killing me cockly!.
Tadi seharian kok nggak liat dia ya. Kemana ya? Eh aku seneng banget
lho kalo ngliat dia pake celana pendek. Tahu nggak, dia itu pasti
jarang pake CD. Habis keliatan banget menonjolnya. Itu mungkin ya yang
bikin barangnya itu jadi gedhe. Ceritanya sih, orang Arab itu barangnya
gedhe-gedhe karena mereka nggak kenal CD. Ahhhh…
Kapan ya dia mau kesini lagi? Jadi kangen nih. Pokoknya kalo dia ke
sini lagi, dia milikku. Aku udah bertekad bulat nyerain itu ke dia.
Gengsi dong, masa udah 23 tahun masih perawan sih! Tapi jangan
cerita-cerita ke mama dan
papa ya! Awas!!!
NB: habis masturbasi jadi enteng lho! Perlu digiatkan nih!!

Nah, para pembaca, aku udah nggak kuat lagi mbaca kelanjutannya. Aku
ambil baby oil kesayanganku dan mengunci pintu terus membuka celana
pendekku. Si doi udah tegang banget. Aku olesi tangan kiriku dengan
baby oil terus aku lumurkan merata keseluruh bagian batang kontolku dan
terus ….. nggocook bok!
Wih.. setelah dua minggu nggak ngocok, rasanya enak banget lho!
Bener… rasanya sudah terkumpul selama itu rasa nikmat yang siap di
konsumsi. Tapi ya itu … belum 5 menit udah keluar dan yang keluar
kali ini banyak bener.
Nggak percaya deh aku…banyak banget tuh sperma. Habis ngocok aku
tertidur pulas sampai hampir jam 08.00 malam.
Bangun tidur aku terus mandi dan makan di dalam rumah. Ivonne nggak
keliatan, Gilbert juga udah tidur. Tinggal mbok Narsih yang melayaniku
dengan agak ketus. Aku cuek saja!
Habis itu aku terus berniat ngembalikin diary mbak Inggit. Aku ketuk
pintu kamarnya perlahan.
“Eh.kamu Rud, masuk!”
Aku masuk perlahan dengan perasaan agak canggung.
“Ini ..mbak, mau ngasihin diary ini. Tadi aku temuin diluar gerbang.
Mungkin jatuh!”
“Oh..ya .makasih ya!, tapi nggak kamu baca-baca khan!”
Sambil menatapnya tajam, aku menggelengkan kepala.
“Kamu jahat Rud..ini khan rahasia!”, mbak Inggit langsung menebaknya
dan benar.
“Sorry mbak.!!!, habis nggak kuat untuk nggak ngliatinnya. Tapi nggak
tak ceritain kesiapa-siapa kok!”
“Jadi kamu baca juga halaman-halaman terakhir!”
“Sorry mbak..!!”
“Rudi, kamu jahat bener deh!!!’
“Tapi bener nggak sih mbak yang ketulis itu! Kalo iya ini aku udah di
sini nih!.” Aku bergerak mendekati mbak Inggit yang duduk dipinggir
ranjangnya.
Dia menunduk beberapa lama. Aku memegang pundaknya perlahan, dia tidak
berontak. Wah kesempatan nih!.
“Tutup pintunya Rud!”
Aku berdiri dan melihat keluar, tidak ada siapa-siapa, terus aku tutup
pintu kamar mbak Inggit. Eh dia udah berbaring diranjang dan
memandangku dengan tatapan yang syahdu. Aku duduk disebelahnya
memandangi wajahnya. Tangannya memegang tanganku dan meletakkannya di
atas payudaranya. Aku merasakan segumpal daging empuk dengan sesuatu
yang terasa keras diatasnya. Putingnya udah tegang tuh. Aku meremasnya
perlahan sekali takut nanti dia kesakitan.
Baru digituin aja, dia udah menggeliat. Aku jadi nafsu berat. Dengan
cepat sekali kontolku menjadi tegang dan membesar memenuhi celana
dalamku. Aku terus meremas-remasnya dan sesekali putingnya aku jepit
pakai ibu jari dan telunjuk dan memilin-milinnya. Tanganku satunya aku
telusupin ke dalam sweaternya dan merasakan perut yang hangat dan
meremas-remas payudaranya satunya dari dalam. Wajahnya udah nggak
karuan. Gila baru diremas-remas gitu aja udah kelihatan kayak habis
disenggamain berjam-jam.
Aku mengalihkan tanganku ke bagian perutnya dan mengelus-elusnya
perlahan.
Terus aku perlahan sekali membuka resluiting celananya. Dia diam saja,
jadi aku terusin tidak saja membuka resluitingnya tetapi menarik celana
panjangnya itu hingga dia tinggal memakai celana dalam warna putih saja.
Terlihat noktah basah dibagian selangkangannya. Cepet banget cing!.
Sekalian aku menarik lepas celana dalamnya itu dan menyaksikan
pemandangan indah itu dari dekat. Jembutnya tidak terlalu lebat malah
cenderung jarang-jarang. Rambutnya pun nggak besar-besar, jadi terasa
lembut ketika kuelus perlahan bukit venusnya. Mbak Inggit udah nggak
lagi cuman menggeliat tetapi sudah terdengar desahan nafas tertahan
yang keluar.
Aku menguak bibir-bibir vaginanya yang lembut, dan tercium bau yang
khas yang baru kali itu aku rasakan. Terlihat bertumpuk bibir-bibir
labianya yang berwarna merah cerah dan licin. Klitorisnya tampak mungil
tertutup oleh kulup yang menutupinya sebagian. Aku mengelus-elus
klitorisnya perlahan nyaris tak terasa tetapi akibatnya luar biasa.
Pahanya menutup dengan cepat, untung tertahan oleh bahuku. Dengan
bersemangat aku mulai meneruskan gosokan-gosokanku ke bagian itu sampai
sebentar saja, mbak Inggit udah mengeluarkan suara jeritan perlahan
dibarengi gerakan mengejang dari pahanya. Gila, masa udah orgasme. Aku
liatin wajahnya dan nggak tahan, aku cium bibirnya perlahan sampai
nafasnya normal lagi. Sampai beberapa lama aku membiarkannya merasakan
orgasmenya tadi.

Aku melepas celana pendek dan celana dalamku sehingga bagian bawahku
telanjang bulat dan batang kontolku mencuat keluar tegak mengacung.
Kepalanya terlihat mengkilat. Segera aku mengambil posisi diantara kedua
pahanya dan mengarahkan kepala batangku itu kebagian lubang vaginanya.
“Pelan-pelan ya Rud, kamu udah tahu khan kalo aku masih perawan!” mbak
Inggit berkata nyaris berbisik. Aku mengangguk perlahan dan mulai
menyodokkan kepala batangku ke bibir-bibir labianya. Susah banget,
kayak mentok. Aku menggerak-gerakkan kepala batangku kekiri dan kekanan
sambil pinggulku terus menekan. Bibir dalamnya mulai menguak perlahan
karena gerakan mengucek yang kontolku lakukan. Perlahan sekali aku
terus menekankan kepala batangku kedalam. Dengan pelan tapi pasti,
bibir dalamnya mulai menguak melingkupi kepala batangku. Aku terus
menekan sehingga beberapa saat kemudian kepala batangku telah masuk.
Aku merasakan jepitan yang ketat sekali disekujur kepala kontolku. Aku
berhenti sejenak dan mengambil nafas. Aku lihat wajahnya yang syahdu
gabungan antara nikmat dan sakit. Aku mulai menekan lagi, kali ini agak
lebih mudah daripada tadi. Kepala batangku terus masuk diiringi oleh
suara lenguhan perlahan dari mbak Inggit. Ketika baru kepalanya saja
yang terbenam aku merasakan lagi sesuatu yang menahan kepala batangku
untuk terus masuk. Wah ini pasti selaput daranya.
Kalo aku terusin menyodok lagi pasti robeknya akan pelan-pelan dan itu
pasti akan terasa lebih sakit bagi mbak Inggit. Jadi aku tarik lagi
kepala batangku terus menekannya lagi perlahan. Jepitannya masih ketat
meski
dinding-dindingnya terasa licin. Terus aku gerakin lagi kepala batangku
keluar masuk pada kedalaman itu. Mbak Inggit mulai mendesah-desah
tertahan. Ketika ia mulai terbuai oleh rasa nikmat itu, pada tusukan
kesekian aku
menyodoknya dengan lebih keras dan dalam dan.. “hhhhhhhhh..Rud…aduh..
!!!”, aku sukses menembus selaputnya dan saking kerasnya aku menyodok
hingga batangku itu mentok hingga buah pelirku menyentuh bibir labia
mayoranya. Wah dalam juga punya dia. Mbak Inggit tampak kesakitan, dan
oleh karena itu aku membiarkan beberapa saat batangku terbenam total
didalam lubang vaginanya. Aku merasakan kedutan-kedutan yang
mengurut-urut batang kontolku. Dan sial … ada rasa perih sedikit..
Wah pasti lecetnya kena lagi!! Jadi aku sebenarnya belum sembuh banget
dari cedera nih!. Tapi karena rasanya enak sekali, ya aku nggak begitu
perduli.
Aku mulai menggerakkan pinggulku keluar sehingga batangku tertarik
perlahan.
Rasanya daging-daging lubangnya lengket dipermukaan batang kontolku
sehingga terasa seperti ikut tertarik saat aku menggerakkan batangku
keluar. Rasanya… nggak usah diceritain lagi.. Bagi yang belum pernah
begituan.dibayangin aja deh!. Aku terus menusukkan lagi batangku, kali
ini rasanya lebih ringan dibandingkan yang pertama tadi. Mbak Inggit
mulai tersengal-sengal, aku meremas payudaranya perlahan dan menjepit
putingnya
terus memilin-milinnya. Terus aku tarik lagi dan tusukin lagi, begitu
seterusnya sampai nggak begitu lama aku mulai merasakan desakan aliran
yang dengan cepat mengumpul di selangkanganku. Aku mulai bergerak
dengan teratur
dan mantap, aku rasakan lubangnya mulai familiar dengan bentuk kontolku
sehingga rasanya seperti mengelus-elus seluruh permukaan batangku.
Beberapa saat kemudian, aku udah nggak kuat lagi. Pada sepersekian saat
sebelum menyemprot aku menarik batangku dan mengocoknya dengan tanganku
sehingga spermaku keluar membasahi selangkangannya. Aku lihat mbak
Inggit kayaknya belum orgasme. Jadi aku bentangin pahanya kekiri dan
kanan lebar-lebar terus aku tahan, terus spermaku tadi aku ratain ke
area vaginanya dan aku gunakan sebagai pelumas untuk menggosok-gosok
dengan cepat dan dengan gerakan berputar ke klitoris, labia dan seluruh
bagian selangkangannya. Ternyata akibatnya luar biasa, dalam hitungan
belum semenit, Mbak Inggit mendesah-desah sambil mengangkat pinggulnya
sehingga selangkangannya terangkat membubung tinggi dan terasa sekali
kedua pahanya mengejang dengan kuat. Aku gosokkan dengan lebih cepat
tiga jari tengahku terutama kebagian klitorisnya. Dan..
“Heeee…aduh.ssss..Rud.., aku..ahhhhh.ohhh”, Mbak Inggit mencapai
orgasme lagi dan kali ini kayaknya lebih kuat dilihat dari kuatnya
gerakan mengejangnya.
Aku mencium keningnya dan bibirnya dengan lembut dan meninggalkannya
tidur pulas dalam kamar dalam keadaan telanjang bulat dan selangkangan
penuh sperma yang teroles merata.

 

rahasia pertama part 2


Teman; Terimakasih atas sambutan yang luar biasa, tetapi saya tidak
menyangka
karena saya hanya menuliskan langsung dari apa yang saya ingat..
termasuk
suara-suara Tina, dsb, itu masih terngiang-ngiang di telingaku.. Untuk
foto
Tine, saya berjanji terhadap diriku sendiri untuk tidak memberikannya
ke orang
lain, (karena saya sendiri hanya punya pas photo 3x4nya saja, hitam
putih!)..
Aku menghormatinya karena dia telah menerima permintaanku..Mohon maklum.

Selanjutnya, perasaanku terhadap si TINA sungguh tidak dapat kutolak!
Nggak
tahu, ini pasti 100% nafsu saja.. atau ada cintanya.. Karena, sekarang
mataku
selalu kusempatkan untuk melihat dia dari jauh saat aku lewat atau
hilir mudik
di kantor.

Besoknya, setelah peristiwa malam itu, aku bekerja seperti biasa dan
melihat
Tina juga masuk, padahal aku kira dia malu dan membolos kerja. Sesekali
dia
melirik ke arahku, tanpa senyumnya. Aku kuatir, dia marah.
Malamnya, aku rencana pulang malam lagi. Saat itu baru petang.
Dan… Aku sangat terkejut, dia datang ke ruang kerjaku, untuk
menyerahkan
disket berisi artikel yang aku suruh dia ketik.
“Pak, ini artikelnya” katanya.
“Eh, Tina.. gimana kabarnya kemarin ? ditunggu orang rumah ?” kataku.
“Mm.. iya.. tapi nggak apa-apa.”
Aku bingung sekali saat itu, aku benar-benar salah tingkah karena
mengingat
kelakuanku kepadanya. Tetapi, dia diam saja di samping kursiku menunggu
perintah selanjutnya. Akhirnya, aku nekat! Aku memegang tangannya dan
menariknya untuk aku cium. Dia menyerahkan bibirnya dan menutup
matanya. Aku
tahu, dia menginginkan aku seperti kemarin! Aku langsung berbisik
kepadanya
“Tin, aku tunggu kamu di Lantai 5 di ruang komputer, ya..” Aku langsung
berangkat ke lantai 5, tanpa menunggu dia.
Saat itu masih jam 6 sore, jadi masih ada beberapa karyawan yang berada
di
kantor. Tetapi, di ruangan komputer tidak ada orang yang ke sana. Dan
aku
membawa master kuncinya.
Di sana, aku tunggu dia, dan akhirnya dia datang juga. “Ada apa pak ?”
tanyanya seperti tidak tahu saja. Aku tidak menunggu, langsung saja aku
cium
dia, “ehhhhehhehhhhhmmmmm pak…” kulepas baju dan roknya “ahhhhmm …
“,
BHnya sampai akhirnya dia telanjang bulat di hadapanku. Dia langsung
menutup
buah dadanya dengan tangan kanannya dan memeknya dengan tangan kirinya.
Aku
cepat-cepat mengikutinya dengan melepas dasi, baju, celana dan celana
dalamku. kontolku langsung teracung ke atas!
Tangannya kubimbing untuk memegang adikku dan menggosoknya halus.
Aku menyentuh putingnya dan aku tahu bahwa putingnya adalah bagian yang
paling
sensitif baginya. Putingnya sudah keras dan berwarna merah muda.
Die menggigit bibir bawahnya sambil mengeluh terus “hhhmmm..hhmm,” Dan
tangan
kananku, membelah celah di pangkal pahanya.. kakinya perlahan
mengangkang,
tanpa aku paksa. Dia tak kuat lagi menahan tubuhnya, dan bersandar ke
tembok.
Aku turunkan kepalaku menuju memeknya dan mulai di bagian itu. Kakinya
semakin mengangkang membentuk huruf O, dan tanpa disadarinya, bokongnya
bergoyang menikmati rangsanganku lewat lidahku. “hhhhmhh.
hhhssshhss.shhhshhs”
dia hanya bisa menahan luapan emosinya dengan berdesis-desis….Dia
sekali-kali melihat ke arah pintu.. mungkin dia kuatir sewaktu-waktu
ada orang
yang masuk.
“Tina, kamu masih perawan ?” aku sudah gak kuat lagi…sambil aku
jilati terus
clitorisnya ke atas-bawah.
“yyyyyaa..pak..shhshs…” aku sempat kaget..tapi aku teruskan..
“Tin, aku akan gesekkan adikku ke adikmu, tapi gak usah
dimasukkan…mau?” aku
bertanya sambil menghisap clitorisnya…
“paak.. saya takuuutt..shhehsm..” jawabnya..
“kamu tak akan hamil…hanya digesek di luar saja…”
Langsung saja aku naik dan mengangkat tubuhnya ke atas meja dan
mengarahkan
adikku ke atas memeknya. Aku dorong tubuhnya untuk telentang saja di
atas
meja..Aku gesek-gesekkan tanpa memasukkannya. Pelan….dia masih
tegang…lagi…lagi…
“Ohhhhhhhhmmmmm sshshshmmm…pak….sudah pak ?” dia takut sekali..
“ya… ini yang aku maksud.., gimana…gak apa-apa ?..
“yyyaaa..hhehehhhshhshmm” dia sudah merem melek lagi..
dan aku ayunkan lagi lebih cepat, maju mundur..terus…
Adikku berdenyut-denyut, ingin masuk ke lubang memeknya.. Tapi aku terus
bertahan untuk tetap berada di luar.
Tangannya memegang tanganku yang sedang mengarahkan adikku maju mundur.
Tangannya memegang erat dan seakan ikut menggerakkan dan menyetir
posisi dan
arah gerakan kontolku.. Wah… dia sudah sangat menikmatinya…ohhhhh..
aku
jadi tenang, karena tidak kuatir dia akan tegang lagi…
Tangan kiriku, menggosok putingnya yang sangat keras dan saat ini
naik-turun
karena goyanganku…aku sangat tidak percaya, karena aku tidak pernah
bayangkan bahwa operator telepon kantorku sekarang berada di depanku dan
sekarang bertelanjang bulat! Memegangi kontolku lagi!!!
Clitorisnya tampak sekali merah dan basah, dan komtolku aku arahkan ke
kanan
kiri. “hhhhhhhaaaahhhhhhhhhss.s…..” Kaki Tina berkali-kali kejang
menunjukkan dia sudah orgasme berkali-kali.
Tiba-tiba, Aku tidak sadar ternyata tangan Tina menarik adikku untuk
masuk ke
lobang memeknya, langsung saja aku tarik! “Ohhmm pak..
annuu…shhhs…mmmasukin aja..sshhsm cepeet.. masukin
…ajjjja…hhhhs” Aku
bingung sekali, terus terang aku ingin sekali menerobos lobangnya,
tetapi dia
masih perawan dan aku tadi janji untuk tidak memasukinya.. tetapi
sekarang ?
dia ingin sekali! “ohhhhsmhhshsm… pak..masukin aja, Tina pingin!!”
..aku
bertambah bingung..sambil terus menggoyang..aku memastikan “tapi, kamu
masih
perawan kan Tin?”…dia mengangguk…dan terus mulutnya
menganga..nikmaat..
TIDAK! aku memutuskan untuk menjilati dan mengisap-isap clitorisnya
dengan
keras agar dia merasa puas. “HHHhhhshsmmmnggggggng” dia mengejang keras
dan
panjang…
Tapi dia menangis..”ngggghhgnn…pak..saya malu…”
Saya bingung, dan segera membantu dia membereskan bajunya…Aku peluk
dia
hingga dia terdiam. Kami berdiam di ruang komputer itu hingga 30 menit,
untuk
memastikan Tina sudah tenang. Akhirnya Tina aku suruh untuk keluar
dulu, baru
aku.

Aku betul-betul keringatan dibuatnya, bukan hanya goyangannya, tetapi
permintaannya yang tidak kusangka-sangka untuk memasukkan kontolku ke
lobang
memeknya itu diluar skenarioku sendiri!!! Aku betul-betul bingung..
sekarang!
Sekarang, Tina sudah berani memintanya dariku! Aku betul-betul tidak
menyangka, Teman!!!

 

 

 

tergila2 pada mertua part III


Di tengah kenikmatan yang baru saja aku alami (dan
juga mungkin mertuaku), tanpa kami sadari sebenarnya Joko
dan Herman telah pergi. Kami baru sadar ketika terdengar
tangis keponakanku yang masih bayi. Ibu mertuaku
tersentak ketika mendengar tangis itu, dan kemudian
bangun seraya mendorong diriku ke arah samping. Tanpa
mengucapkan kata-kata ibu mertuaku, pergi menuju pintu
dan keluar masih dalam keadaan telanjang, tanpa sehelai
benangpun menutupi tubuhnya. Aku masih sempat menikmati
dan terpesona memandang bagian belakang tubuh mertuaku
itu.
Tidak berapa lama kemudian, aku pun bangun dan
berjalan keluar menuju ruang tamu. Kulihat mbak Uci
sambil menangis sesenggukan sedang mengenakan bajunya
kembali. “Si kecil nangis Mbak” kataku sambil mengambil
pakaianku. Tidak ada sahutan dari Mbak Uci. Aku pun tidak
menyambung lagi sapaanku dan mulai mengenakan kembali
pakaianku. Sambil mengancingkan dasternya, mbak Uci
berjalan ke arah kamar di mana di kecil berada. Sedangkan
aku, setelah selesai mengenakan kembali pakaianku, duduk
terdiam di sofa di ruang tamu, sambil membayangkan apa
yang baru saja terjadi. Walaupun ada rasa puas akan
kenikmatan yang baru saja aku alami, selintas terbersit
pula rasa sesal di dalam benakku. Hal itu terutama
disebabkan oleh rasa iba mendengar tangis si kecil yang
agak histeris, seakan-akan turut merasakan bencana yang
baru saja dialami ibu, mbah dan oomnya. Ahh … betapa
bejatnya aku. Namun, di sisi lain si jahat membelaku
“habis siapa yang tahan ..”. Di tengah perdebatan yang
terjadi di benakku, aku kemudian tersadar bahwa tangis si
kecil mereda. Aku pun bangun, menutup pintu dan masuk ke
kamar jatahku dan isteriku. Sambil berbaring, aku
membayangkan kembali kejadian siang itu dan akhirnya
kemudian tertidur.
Setelah bangun dan mandi sore, akupun kemudian keluar
kamar. Kulihat mbak Uci sedang duduk di sofa ruang tamu
sambil menimang si kecil. Melihat mbak Uci diam saja,
setelah menyapanya, akupun duduk sambil membaca majalah.
“Oh ya Mbang … Ibu tadi bilang ke saya bahwa kejadian
tadi siang tidak usah diceritakan ke siapa-siapa” kata
mbak Uci. “Kenapa Mbak? Aku tadinya malah ingin lapor ke
polisi” kataku. “Menurut ibu itu tidak ada gunanya, malah
akan menjadi geger. Ibu bilang, cukup kita saja yang
menanggung malu dan penderitaan akibat kejadian tadi.
Tidak perlu ditambah orang lain, termasuk suamiku dan
Linda” sambung mbak Uci. “Oh … agungnya wanita pujaanku
itu” gumamku dalam hati. Dalam keadaan susah masih sempat
berpikir jernih dan memikirkan orang lain. Semakin sesak
rasanya dadaku memikirkan apa yang baru saja kulakukan
hari ini.
Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan ibu mertuaku
dan juga mbak Uci terasa agak kaku untuk beberapa lama.
Aku merasa bahwa ibu mertuaku agak membatasi
interaksinya denganku, dan kalaupun berinteraksi,
komunikasi yang dilakukan hanya sekedarnya saja.
Sedangkan mbak Uci sering menunduk atau mengalihkan
pandangannya jikalau berbicara denganku. Sekarang ia
menghindari bertatapan langsung dengan diriku.
Kebutuhan seksualku kusalurkan pada orang yang memang
seharusnya menjadi tempat penyaluran, yaitu isteriku.
Cukup sering, di tengah-tengah aku memadu kasih dengan
isteriku, yang terbayang adalah mertuaku, sesekali
diselingi dengan bayangan-bayangan mbak Uci dan Nina. Oh
ya, mengenai setelah kejadian aku menyetubuhi mertuaku,
aku hanya sempat sekali menyetubuhi Nina, sebelum ia ikut
suaminya (Joko) tugas ke daerah lain.
Terkadang, timbul juga rasa bersalah kepada isteriku.
Apalagi kalau melihat ketulusannya dalam melayani diriku.
Tetapi seringkali tertutupi oleh kebutuhan-kebutuhanku
yang mungkin memang kurang wajar. Suatu waktu, terpikir
olehku bahwa jika Nina, Mbak Uci bahkan ibu mertuaku pun
dapat menikmati hubungan dengan laki-laki lain, bukan
tidak mungkin isteriku juga demikian. Sejak itulah,
terkadang aku memancing-mancing isteriku, apakah pernah
ia tertarik kepada laki-laki lain, bermimpi erotis dengan
laki-laki lain, dan sebagainya.
Pada awalnya isteriku menolak untuk mendiskusikan hal
itu, terutama pengalamannya di masa lalu dengan eks
pacarnya. Menurutnya, walaupun kami sudah menikah dan
relatif menyatu, tetapi tetap merupakan dua pribadi yang
terpisah dan ada bagian-bagian yang sangat pribadi yang
tidak perlu diketahui satu sama lain. Dengan memasukkan
unsur-unsur keterbukaan, kepercayaan dan penerimaan,
khususnya di saat-saat mood yang bagus, akhirnya isteriku
secara bertahap mulai lebih terbuka. Keterbukaan ini
tidak saya dapatkan dalam waktu singkat, seingat saya
lebih dari sebulan sejak saat pertama saya berusaha
menggali, ia baru mau mulai lebih terbuka, dan semakin
lama semakin terbuka. Inilah beberapa informasi yang
berhasil saya gali.
Isteri saya mengatakan bahwa memang beberapa kali ia
pernah bermimpi erotis. Terkadang dengan sosok yang
jelas, terkadang dengan sosok yang tidak jelas. Tetapi ia
menegaskan bahwa biasanya ia terbangun pada saat mimpinya
belum menginjak ke persetubuhan, biasanya paling pada
level ciuman, kemudian ia terbangun. Memang harus saya
akui bahwa isteri saya adalah penganut agama yang cukup
baik dan terbiasa menghindari hal-hal yang kurang baik.
Bahkan bermasturbasi pun ia belum pernah. Inilah yang
sering menimbulkan rasa bersalah pada diri saya kalau
mengingat-ingat kelakuan saya.
Salah satu mimpi erotis dengan sosok yang jelas yang
diungkapkan oleh isteri saya adalah dengan salah seorang
trainer suatu training manajemen yang diikutinya karena
tugas dari kantor. Dalam mimpinya, seusai training ia
diajak oleh trainer itu ke rumah trainer itu yang relatif
dekat dengan tempat training untuk meminjam buku yang
dibutuhkan oleh isteriku. Dan di rumah trainer itu, tahu-
tahu ia dipeluk oleh sang trainer. Isteriku meronta-ronta
dan berusaha melepaskan diri, walaupun akhirnya berhasil,
tetapi trainer itu sempat mencium isteriku. Ketika ia
berlari keluar, kemudian ia terbangun. Saya menanyakan
apakah isteriku tertarik kepada trainer tersebut. Menurut
pengakuan isteriku, ia tidak tertarik secara fisik,
tetapi memang ada rasa kagum dari isteriku karena sang
trainer memiliki prinsip, nilai, tujuan dan target hidup
yang jelas serta memiliki pengaturan waktu yang sangat
ideal. Memang harus saya akui bahwa saya memiliki banyak
kekurangan dalam hal-hal tersebut, khususnya mengenai
pengaturan waktu. Waktuku sering tersita oleh pekerjaan
dan kadang-kadang kalau surfing di internet suka
keasyikan.
Mimpi erotis lain yang pernah dialami isteriku
adalah dengan seorang pemuka agama berusia muda tetapi
cukup kondang dan berpengaruh di negeri kita ini (sengaja
saya tidak menyebutkan gelar atau panggilan, supaya tidak
berbau SARA). Dalam mimpinya itu, isteri mengatakan tahu-
tahu pemuka agama tersebut ada di rumah kami berbincang-
bincang dengan kami. Ketika aku ke kamar mandi, tahu-tahu
pemuka agama tersebut memeluk isteriku dari belakang dan
mulai membelai-belai tubuhnya. Isteriku berusaha meronta
tetapi tidak berhasil. Ketika aku kembali ke ruang
keluarga, dalam mimpinya itu, isteriku mengatakan bahwa
aku diam dan hanya melihat saja apa yang terjadi.
Isteriku mengatakan bahwa ia sangat kecewa sekali karena
kediamanku itu. Kemudian mimpi itu terhenti, tetapi
kemudian berlanjut lagi.
Pada fragmen selanjutnya, dalam mimpinya itu isteriku
mengatakan bahwa kami bertiga (dengan sang pemuka agama)
sudah berada di tempat tidur dengan posisi isteriku di
tengah. Tetapi, aku tidur memunggungi mereka, sedangkan
sang pemuka agama tersebut terus memesrai isteriku.
Isteriku mengatakan bahwa dalam mimpinya itu ia sempat
berpikir “apa-apa sih ini tokoh, ceramah dan omongannya
di luar suci banget, tapi koq kelakuannya begini”. Ketika
sang pemuka agama mulai melakukan penetrasi, isteriku
merasakan kesakitan dan akhirnya terbangun dari tidurnya.
Mimpi dengan pemuka agama tersebut merupakan satu
dari dua mimpi erotis isteri saya yang sampai terjadi
penetrasi. Mimpi erotis yang juga sampai penetrasi adalah
dengan saya dan ini terjadi beberapa kali, khususnya
ketika ia kangen karena saya bertugas ke luar daerah.
Mengenai hubungannya dengan pacarnya terdahulu, isteri
saya mengakui bahwa mungkin pada saat mereka pacaran dulu
ia pernah bermimpi erotis tentang eks pacarnya tersebut,
ia tidak ingat persis dan isteriku menegaskan bahwa ia
memang tidak mau mengingat-ingat hal itu. Ada beberapa
mimpi erotis lain yang pernah diceritakan isteriku, yang
tidak perlu semuanya saya ceritakan.
Memperhatikan cerita tentang mimpi erotis isteri
saya, kejadian dengan Nina, Mbak Uci dan juga ibu
mertuaku, saya berpikir bahwa wanita pun dapat memiliki
ketertarikan kepada laki-laki lain selain pasangannya.
Bahkan mereka juga dapat menikmati hubungan badan dengan
laki-laki lain walaupun tidak semudah wanita. Pernah juga
saya berkhayal untuk menonton isteriku bersetubuh dengan
orang lain. Walaupun terkadang saya menjadi sangat
terangsang, tetapi umumnya timbul rasa cemburu yang besar
dalam hatiku dan kalau demikian, segera saya mengganti
fantasi.
Kondisi kehidupan seksualku berjalan demikian untuk
beberapa waktu, sampai suatu malam isteriku mengigau.
Kejadian itu merupakan awal terkuaknya hukum karma yang
saya alami, karena dengan menangis isteriku menceritakan
bahwa ia pernah disetubuhi orang lain …..

 

 

Senandung Masa Puber


Ini adalah kisah semasa aku masih di SLTP (sekarang aku kelas dua SMU). Perkenalkan dahulu namaku Indra, aku bersekolah di SLTP 3 Klaten. Aku orangnya manis (kata banyak temen temen cewekku) kayak bintang film India. Aku bertinggi badan 172 cm, berat badan 54 kg dan aku juga seorang model sehingga banyak cewek yang ingin menjadi pacarku.

Aku mempunyai cewek yang bernama Siska yang bersekolah satu SLTP denganku dan juga satu desa dan bahkan satu RT denganku. Siska orangnya imut, juga manis. Payudara Siska berukuran 32b (memang serasi untuk ukuran tubuh Siska yang bertinggi 165 cm, jadi terlihat sexy). Siska orangnya suka memakai BH yang membayang atau memakai baju/kaos yang transparan. Dia juga suka memakai celana pendek ketat sebatas paha sehingga menampakkan paha mulusnya itu

Ini pengalaman ML-ku dengannya yang begitu indah, unik, dan mengasyikkan. Begini awalnya, saat itu aku sedang di rumah sendirian pada sore hari (kebiasaanku kalau sore hari aku ditinggal berjualan oleh ibuku jadi aku sendirian di rumah sedangkan ayahku sudah meninggal sejak aku kelas 2 SLTP). Saat itu aku sedang nonton TV sendirian (saat itu hari Minggu) Siska datang ke rumahku dan memintaku untuk menemaninya karena dia takut dirumah sendirian sebab ortunya pergi ke Semarang dan lusa baru pulang. Singkat cerita aku langsung menuju ke rumahnya.

Aku langsung melanjutkan menonton acara tv yang sempat tertunda tadi sedangkan Siska berganti baju di kamarnya. Karena hawanya dingin aku langsung menutup pintu depan rumah jadi dirumah hanya ada kami berdua. Saat itu Siska selesai berganti baju, saat dia keluar aku langsung menatap tak berkedip karena Siska memakai baju yang begitu sexy dan merangsang. Saat itu Siska hanya memakai tanktop putih transparan (sebenarnya itu kaos dalam yang dipakai untuk melapisi BH) tanpa memakai BH lagi di dalamnya sehingga payudaranya terlihat jelas di dalamnya dan bawahannya memakai rok kaos mini yang menampakkan keindahan pahanya. Jika ada cowok yang ada didekatnya pasti cowok itu akan menelan ludah dan langsung beronani takkan tahan dengan tubuh indah Siska. Aku yang disuguhi pemandangan indah itu hanya bisa melotot tak berkedip.

Siska langsung duduk disampingku dengan cueknya yang saat itu sedang terbengong. Dia langsung ikutan menonton TV.
“Hai Ndra bengong aja”, tegurnya sambil mengibaskan tangannya.
“Eh… nggak kok”, jawabku terbata bata.
Kami nonton TV sambil mengobrol berdua hingga pestanya habis. Kebetulan di rumahnya ada VCD jadi kami melanjutkan dengan menonton VCD karena acara TV-nya jadi membosankan. Kami menonton film yang baru dia sewa dari rental yang berjudul ”007 – The World Is Not Enough”. Kami menikmati film itu berdua kebetulan di tengah film ada adegan ML yang dilakukan oleh James Bond dengan seorang pemeran cewek. Kami langsung terdiam memperhatikan adegan itu dengan penuh perhatian.

Tanganku langsung menggenggam tangan Siska yang berada diatas pahaku. Tanpa sadar aku sudah melumat bibir Siska yang kelihatan sayu (mungkin dia terangsang juga). Aku langsung menindih Siska sambil tetap berciuman. Kami bermain bibir dan lidah lama sampai tak terasa tanganku sudah berada di atas payudaranya yang masih ditutupi oleh tanktopnya. Aku masih mengelusnya saja takut dia akan marah tapi ternyata dia malah meremas tanganku yang ada di payudaranya sambil merintih.

“Ih… mhhh Ndra kok nikmat yah kamu elusin tadi”, katanya sambil meremas tanganku yang ada di susunya.
Aku diam saja sambil terus meremas payudaranya karena telah mendapat ”ijin”nya. Saat aku meremas remas payudaranya, dia meraba raba punggungku, terus ke bawah hingga sampai di daerah pahaku. Saat tiba didaerah pangkal pahaku tangannya berhenti dan meremas kontolku (aku masih memakai celanaku lengkap) yang sudah sejak pertama melihat penampilan Siska tadi telah ngaceng. Dia meremas remas terus.

“Akhh… mhhh terus sayang”, kataku sambil meremas remas payudaranya keras keras karena rasa nikmatku di daerah kontolku sehingga tak sadar aku meremas kuat kuat payudaranya sampai sampai dia merintih kesakitan.
“Akkhhh Ndra jangan keras keras, sakit tau”, katanya setengah marah. Aku langsung minta maaf. Tangannya memasuki celana satinku (saat itu aku memakai kaos oblong terus bawahnya memakai celana satin tipis dengan celana dalam yang terbuat dari nilon tipis) dan langsung menggenggam kontolku. Karena terasa mengganggu aku menyuruhnya melepas saja celanaku.
“Sis lepasin aja celanaku biar nggak ngganggu”, kataku sambil menurunkan celanaku. Dia terus membantu dengan meloloskan celanaku sampai terlapas hingga aku telanjang. Dan akupun mematikan TV karena suaranya mengganggu.
Ndra kok besar banget”, katanya sambil memegang kontolku. Kontolku berukuran panjang 17 cm dengan diameter 4 cm.
“Iya Sis dan hitam lagi”, kataku sambil bercanda (kontolku memang hitam).
“Kocokin dong sayang”, kataku sambil menaik turunkan tangannya yang berada di kontolku. Dia langsung mengocok kontolku dengan kasar, maklum dia baru lihat kontol cowok jadi seperti mendapat mainan baru. Kocokannya terasa kasar tetapi malah membuat sensasi nikmat tersendiri.

“Yang, kamu buka dong kaosmu biar aku lihat payudaramu masa aku saja yang telanjang”, kataku sambil mengangkat tanktopnya. Dia hanya tersenyum menggodaku. Aku langsung saja membuang tanktopnya sembarangan.
“Yang, payudaramu indah banget sambil aku meremas remas payudaranya.”
“Kamu kocokin dong kontolku, nah… teruss yang”, kataku keenakan ketika dia melanjutkan kocokan di kontolku. Kami melakukan saling remas dengan berdiri berhadapan di depan kursi panjang, tanganku bosan meremas payudaranya langsung turun ke daerah pahanya dan mengelusi paha mulusnya tapi dia masih mengocok kontolku sampai kontolku terasa sakit. Aku menghentikan tangannya agar tidak menyakiti kontolku. Tangannya langsung memelukku dan badan kami langsung menyatu. Aku terus mengelusi pahanya. Hingga aku mendudukkan dia di kursi panjang.

“Sis kamu duduk aja yah, aku mau ciumin tempik (vagina) kamu”, kataku tanpa basa basi. Aku langsung menaikkan roknya keatas tanpa melepasnya hingga terlihatlah celana dalamnya berwarna merah jambu dengan gambar bunga bunga kecil merangsangku semakin hebat saja. Aku langsung mencium tempiknya yang masih terbungkus celana dalamnya menghirup wangi khas tempiknya (aku paling suka mengintip celana dalam cewek kecil atau mini set, BH mini yang bergambar lucu lucu). Aku lama lama memandangi daerah tempiknya yang masih terbungkus dengan celana dalam bergambar bunga itu. Lalu tanganku pun menurunkan celana dalamnya sampai terlepas hingga terlihat tempik sempit nan indah dengan bulu tipis tipis. Sehingga tanpa sadar aku pun berkata takjub.
“Sis.. oh Sis kok semakin indah sih sayang, aku boleh menciumnya nggak sih?”, tanyaku sambil meraba tempik Siska.
“Iya sayang, cium dan, milikilah aku sudah nggak tahan”, kata Siskaku menahan gairahnya.
Lalu akupun menciumnya perlahan lahan. Aku menciumnya dan tanganku yang kanan naik meremas payudaranya yang sudah tak berpenutup itu. Lama lama aku menjilati tempiknya dengan sedikit melumatnya kasar sehingga Siska merintih rintih kenikmatan.
“Shhh… Ndraa.. ayo yang keras enak banget Ndra…”, rintihnya sambil meremas remas rambutku dan menekan kepalaku ke tempiknya. Aku melepas jilatanku pada tempiknya saat dia menikmati jilatanku dengan tiba tiba hingga membuatnya terengah engah.

“Ndraa ayo kenapa kamu hentikan sayang”, katanya sambil terengah engah.
“Yang kamu jilatin juga dong kontolku”, kataku sambil menurunkan lepas kaos dan roknya yang mini itu.
“Gimana caranya”, tanyanya karena belum pernah.
“Pinggangku di atas kepalamu dan pinggangmu tepat di bawah mukaku jadi seperti angka 69”, kataku karena aku ingin mempraktekkan gaya yang ada di film BF.
“Lalu kamu mengulum kontolku lalu aku menjilati tempikmu sayang”, tambahku sambil mengatur posisiku di atas kepala Siska.
“Ih… yang, geli”, katanya menggenggam kontolku.
“Iya sayang, kamu kulum itu”, kataku menyuruh Siska mengulum kontolku. Lalu Siska mengulum kontolku dan akupun mulai menjilati tempiknya dengan rakus karena kegelian.
“Mhhh… nghhh…”, suaranya Siska merintih sambil mengulum batang kontolku.
“Shhh… mhhh… shhh.. terus sayang”, kataku sambil kegelian dan jilatin tempiknya. Kami melakukannya lama sekali hingga Siska sampai pada puncaknya.
“Akhh say aku mau pipis…”, katanya sambil melepas kulumannya. Aku pun tak mau melepas jilatanku malah semakin menjilat keras keras.
“Yanghh udahhh… enak yang”, ceracaunya tak jelas. Lalu… crot.. crot… crot… crot. Empat kali air maninya menyembur hingga meleleh kepahanya akupun menjilati tempiknya hingga bersih menikmati air maninya yang rasanya melebihi air madu itu hingga ke pahanya.

“Shhh udah sayang, geli tempikku kamu jilatin terus”, katanya mendorong mukaku menjauhi tempiknya yang indah itu.
“Yang kamu gantian dong ngemut aku”, kataku sambil menyodorkan kontolku. Lalu Siska memegang kontolku dan menjilati kepalanya yang gundul. Lalu Siska memasukkan ke mulutnya dan ngemut seperti ngemut permen saja hingga aku mendesah desah keenakan.
“Ahhh sishhh mhhh enak sayang, kamu hebat”, kataku sambil tanganku meremas payudaranya yang menggantung kebawah karena Siska membungkuk. Lalu tanpa sadar akupun segera sampai.
“Akhh.. shhh.. mhhh crot croot croot croot crooot..”, 5 kali aku menembakkan sperma ke mulut Siska hingga meleleh keluar dari mulutnya. Aku sengaja tidak memberi tahu Siska kalau aku sampai karena aku ingin Siska merasakan air maniku. Kata orang Irian Jaya yang masih pedalaman, jika cewek pasangannya meminum air mani cowoknya dia akan setia pada pasangan cowoknya. Itu terbukti karena sampai sekarang Siska tidak mau pisah denganku.

“Ih kamu “pipis” nggak bilang bilang, tapi kok enak yah sayang, kayak santan”, kata Siska sambil mengelap air mani yang keluar lewat pipinya.
“Mhh… enak kan sayang, mau yang enak lagi nggak”, kataku. Lalu tanpa minta izin dulu aku lalu melebarkan pahanya hingga dia agak mengangkangkan pahanya memperlihatkan bentuk tempiknya yang berbulu halus dan membukit indah itu.
“Tahan yah sayang, tapi pasti enak kok. Kontolku akan aku masukkan ke tempikmu”, kataku
“Iya deh masukin aja tapi pelan pelan yah biar aku liat masuknya”, katanya. Setelah itu aku langsung memasukkan kontolku perlahan lahan.
Pertama tama seperti ada benda empuk yang menolak kontolku. Dua kali gagal lalu aku menarik tempik Siska ke kanan dan ke kiri agar bisa masuk dan aku menyuruh Siska memegang dan memasukkan kontolku kearah tempiknya.

“Sis bantu dong sayang biar cepet masuk. Ini pegang kontolku dan aku menarik tempikmu agar bisa masuk”, kataku sambil menarik narik tempiknya. Lalu Siska memegang kontolku dan mengarahkan kontolku ke lubang tempiknya yang masih sempit perawan itu. Lalu… 1,2,3 Bleesshhh kepala kontolku baru masuk. Kepala kontolku saja yang masuk tapi sudah memberikan sejuta rasa bagi kami. Siska mendesah dan memegang pantatku dan aku menjerit kecil karena aku juga baru pertama menusuk tempik cewekku.

“Ndra, sakit sayang…”, kata Ssika menahan perih.
“Tahan yah sayang ntar juga enakan kok”, kataku.
“Mhhh nggak apa apa kok terusin sayang masukin kontolmu ayo”, kata Siska memberiku semangat agar lebih dalam memasukkan kontolku. Akupun segera mendorong pantatku maju agar kontolku segera masuk.
Sleeep… pelan pelan kontolku masuk ke tempik Siska. Terasa sekali tempiknya memijat mijat kontolku memberikan kenikmatan yang membuatku seperti terbang hingga aku merasa ada selaput yang menahan masuknya kontolku.
“Apaan sih, ini kok nahan sayang?”, tanyaku padanya (maklum baru pertama jadi aku tak tau yang namanya selaput dara.
“Udah Ndra terusin aja deh”, jawabnya sambil menggigit bibir bawahnya. Lalu aku mendorong perlahan kontolku agar masuk lagi tetapi selaput itu masih menghalangi. Lalu aku memasukan kontolku dan mendorongnya kuat kuat. Sleeep… breett mirip kain sobek rasanya ketika kontolku menembus selaput itu.
“Akhhh shhh… sakiiit sekali Ndra”, kata Siska sambil memelukku erat erat. Aku yang baru merasakan juga merasa sedikit perih pada kontolku seperti lecet memajukan kontolku pelahan lahan saja karena belum masuk semuanya dan setelah masuk semua baru aku mendiamkan kontolku di dalam tempik Siska. Rasanya memang sangat indah, nikmat, sakit, gatal, enak, perih semua berkumpul jadi satu tak bisa diungkapkan dengan kata kata.

“Sis enak sekali rasanya tempikmu menjepit jepit kontolku”, kataku pada Siska karena memang tempik Siska memijati kontolku.
“Perih Ndra, tapi nggak apa apa”, katanya menahan perih di tempiknya karena keperawanannya baru saja hilang.
Lalu perlahan lahan aku memaju mundurkan kontolku hingga aku mendesah dan Siska menjerit karena merasa perih dan nikmat bercampur.
“Shhh… Siiss enak Sis tempikmu asik bangethh”, kataku tak jelas.
“Mhhh akhhh… sshhh sakiiit, periiihh yang, kontolmu besar banget”, katanya.
Gerakanku makin lama makin cepat saja. Slep… sleppp… bleeshhh… blesshh… bleshhh… cplokk… cplokk irama senggama kami romantis banget.

Sudah dua kali kami berganti posisi dari pertama aku diatas tubuh Siska lalu Siska berganti di atas tubuhku dan menggerakkan tubuhnya naik turun seperti naik kuda. Lalu tak terasa ada yang mau keluar dari dalam kontolku lagi.
“Yang aku mau pipishhh…”, kataku menahan gerakan pinggulnya.
“Bentar sayang aku jugaaa…”, teriaknya sambil meremas payudaranya sendiri. Hingga tak sabar aku membalikkan tubuh Siska dan melepas kontolku lalu menunggingkan tubuhnya lalu memasukkan kontolku ke dalam tempiknya lagi dan menggenjotnya kuat kuat karena aku merasa akan segera sampai.
“Sleep… slepp… sleep cplok cplokk cplok… shhh akhhh ssshhh aaakhhh”, desahan Siska dan bunyi persetubuhan kami beriringan lalu…
“Crooottt… croott… crrrooottt… suurrr… suuurrr… suurrr”, kami saling melepaskan air mani kami dan aku memeluk pinggang Siska agar tidak tumpah air mani kami. Lalu aku berguling sambil tetap memeluk Siska agar kontolku tetap menancap di tempiknya dan membiarkan Siska diatas tubuhku.
“Mhhh Siska, kamu hebat, aku sayang kamu, ”kataku sambil tetap memeluknya.
“Shhh… kamu juga sayang ,ini pertama kali aku lakuin enaaak banget. Pantesan Papa sama Mama sering bertelanjang bareng kayak gini tak taunya enak ya, Yang”, katanya di atasku.
“Memang kamu pernah lihat Papa sama Mama kamu main ginian?”, tanyaku.
“Sering benget Ndra, hampir tiap hari ginian bahkan kalau di dapur atau di depan TV kalau aku sudah tidur”, katanya polos.
“Ceritain dong”, aku memintanya bercerita sambil menarik tubuhku karena kontolku sudah mengecil di dalam tempiknya.
“Bentar ya Yang, aku ganti baju dulu”, katanya.
“Iya deh, aku tunggu disini”, kataku sambil duduk didepan TV yang mati. Aku mengelus elus kontolku yang masih basah mengkilat itu.
Kontolku masih terasa nikmat sisa kenikmatan yang tadi. Lalu Siska keluar dari dalam dan memakai daster tipis dari bahan nilon berwarna merah jambu (kelihatanya warna kesukaan Siska) tanpa memakai apapun lagi di dalamnya sehingga transparan memperlihatkan semua keindahan tubuhnya dan membuat kontolku berdiri lagi.

“Kekamarku yuk Yang, di sini dingin”, katanya.
“Iya deh”, aku berdiri dan masuk kekamarnya tanpa memakai pakaianku karena aku kegerahan.
“Ayo dong, ceritain”, kataku saat kami sudah sama sama berbaring berhadapan di ranjangnya Siska.
“Dulu saat aku pulang sekolah Papa sama Mama lagi di dapur memasak berdua, tidak tau kalau aku udah datang, nah waktu itu aku denger suara mirip orang nangis tapi kok aneh karena penasaran aku deketin suara itu apa Papa sama Mama bertengkar ya, pikirku lalu aku intip dari dalam kamarku ini, kuintip dari celah ini (sambil menunjuk celah cendela yang menuju ke dapur rumahnya) lalu aku perhatiin… kok Papa memangku Mama dari atas meja dapur dan Mama di atas Papa, mereka semua pada nggak pakai baju, baju mereka ada dibawah kaki Papa. Waktu itu Mama bergerak naik turun diatas perut Papa dan merintih rintih kayak orang nangis tapi kok mukanya kaya orang bahagia gitu…”, cerita Siska terputus dan tangannya memegang kontolku yang berdiri lagi karena memperhatikan cerita Siska lalu meremasnya. Lalu aku mendekat dan memasukkan tanganku kedalam rok dasternya mencari tempiknya lagi dan memasukkan jari jariku kedalam tempiknya.

“Pelan pelan Yang masih sakit”, katanya sambil menahan tanganku agar tidak menusuk nusuknya keras keras.
“Lanjutin dong sayang”, kataku sambil menusuk nusukkan tanganku ke tempiknya perlahan lahan.
“Lalu Papa menjilati puting payudara Mama dan mengemutnya, tiba tiba Papa dan Mama saling peluk dan mereka menjerit bersama sama… akhhh Paaa kata Mama, lalu Mama turun dari Papa lalu Mama mengemut kontolnya Papa yang besar banget…
“Segini..”, kataku sambil menunjuk kontolku yang tegang membesar dalam genggaman tangan Siska.
“Besaaar lagi”, katanya sambil mendesah desah karena merasa geli dalam tempiknya ada benda asing.
“Lalu?… lanjutin dong”, kataku
“Lalu Mama menjilatin kontol Papa sampai bersih, kok nggak jijik ya, pikirku saat itu tapi ternyata memang enak ya sayang?… (dia nyengir) lalu Mama bilang udah Pa, ntar Siska pulang lho, lalu aku lepasin semua baju dan aku ganti baju”, ceritanya polos sekali. Tangannya lalu mulai menaik turunkan kontolku.
“Kalau di TV?”, tanyaku lagi.
“Dulu saat aku mau tidur, tapi Papa sama Mama masih nonton tv berdua, lalu aku intip Papa sama Mama saling raba raba, Papa meraba ke payudara Mama dan tempik Mama tapi Mama meraba kontol Papa yang masih tertutup celana pendek Papa, lalu Papa menarik daster Mama sampai Mama nggak pakai apa apa lagi, ternyata Mama nggak pakai pakaian dalam, lalu Papa meremas payudara Mama dan menciuminya. Mama mendesah dan memandang ke atas seperti keenakan lalu Mama melepasi semua baju Papa sampai Papa telanjang dan mengulum kontol Papa seperti mengulum permen. Papa keenakan sambil meremas rambut Mama sampai berantakan, lalu Mama berbaring di sofa TV dan Papa menaiki tubuh Mama dan memasukkan kontol Papa ke tempik Mama yang bulunya lebat lalu bergerak naik turun berkali kali, kayaknya mereka sama sama keenakan hingga Papa sama Mama menjerit jerit dan mendesah, lalu setelah lama Papa naik turun Papa turun dari tubuh Mama dan menjilati tempiknya Mama lalu aku masuk dan menutup kamarku, saat itu aku langsung melepas semua pakaian dalamku dan kembali memakai dasterku lalu aku mengelusi tempikku sendiri naik turun karena sudah gatel banget tempikku, Yang”, katanya polos sekali.

“Seperti ini?”, kataku sambil mengelusi tempik Siska.
“Yahhh… shhh kaya gitu, enakhh, Yang”, katanya sambil memegang tanganku.
Lalu di luar ada bel pintu berbunyi.
“Yang, bukain dulu, siapa tuch di depan”, kataku karena takut kalau ortu Siska pulang. Lalu Siska berlari keluar sambil membenahi dasternya yang berantakan lalu membuka pintu rumahnya ternyata Desi tetangga kami yang juga kelas tiga SLTP tapi beda sekolah dengan kami. Lalu Desi masuk dan Siska mengajak Desi main bersama kami asal Desi jaga rahasia dan ternyata memang Desi mau jaga rahasia, jadi kami main lagi bertiga. Lalu Desi masuk kekamar Siska.

 

 

 

 

[Umum] Winarti Anak Kost


Kejadian ini terjadi di akhir tahun yang lalu, saat aku dinas audit di kantor bank cabang utama Malang selama 2 minggu. Saat di Malang aku tak bermalam di hotel, tetapi aku tingal di rumah adik laki-lakiku yang juga buka kost sebab bisa dapat penggantian 50 persen dari tarip hotel yang ditentukan. Jadi aku sewa kost 1 bulan di sana. Aku tiba di Malang hari Minggu siang karena melalui Surabaya. Di tempat adikku kamar kostnya ada 8 kamar di bawah dan 4 kamar di atas.

Saat itu kamar bawah terisi penuh mahasisiwi, sedang kamar atas hanya 2 orang lalu saya jadi masih satu kamar kosong. Yang di atas seorang karyawan bank dan seorang bekerja di karaoke, jadi berangkatnya sore hari dan pulang tengah malam bahkan fajar. Kamar mereka berjejeran dan sebelahnya kamar mandi, aku sendiri mengambil yang depan jadi ada kamar kosong di tengah-tengah. Adikku pertama menawarkan tidur saja di kamar dalam, tapi aku menolak sebab ini dinas jadi dapat biaya aku lebih baik kost saja, apalagi adikku kerjanya sebagai sales tiap Senin sudah keluar kota dan pulangnya hari Jumat malam, jadi aku agak rikuh dengan adik iparku perempuan.

Malam itu yang ada hanya seorang yaitu karyawan bank di bagian atas sedang yang bawah agak ramai sebab hari Minggu. Saat aku membenahi kamar atas, aku sering melihat anak bank itu lewat kamarku untuk turun ke bawah. Anaknya tinggi dan berkulit kuning serta rambut sebahu, payudaranya cuku besar sebab saat di rumah pakai celana pendek dan kaos untuk tidur saja, hingga kalau jalan terlihat payudaranya agak menantang malam itu setelah aku bercakap-cakap dengan adik dan adik iparku lalu aku masuk tidur. Sebelum tidur aku berpikir adik iparku itu orangnya baik sebab walapun dia sarjana, ia pilih kerja buka toko eceran di rumah walaupun wajah dan bodinya pun hebat tidak beda jauh dengan istriku. Alasannya sambil mengawasi anaknya yang masih kecil umur 2 tahun dan rumah kost.

Pagi hari setelah mandi dan siap-siap mengatur yang penting ke kantor, aku dikagetkan dengan kata-kata salam,
“Selamat pagi Oom!”
“Iya”, sahutku.
“Mari duluan”, katanya lagi dan
“silakan”, jawabku lagi.
Ternyata yang memberi salam itu adalah anak bank itu, tetapi kok tak pakai pakaian seragam. Lalu aku turun pula pinjam telepon adikku supaya aku dijemput di rumah adikku. Memang kalau pagi aku dijemput sebab antar jemput sedang kalau sore harus pulang sendiri sebab sering pulang lambat. Sementara adikku sudah harus berangkat keluar kota, aku ditemani oleh adik ipar. Ia bilang padaku,
“Mestinya Enci ikut ke sini sebab Koko kan dinasnya lama di sini, bisa-bisa nanti kesepian”, sambil tertawa manis.
“aach Eva kok macam-macam, Enci kan kerja kantor, susah dong untuk ikut”, sahutku.
“Paling-paling kalau kesepian ya ngomong sama Eva saja kan boleh”, tanyaku.
“Pasti boleh dong, jadi nanti malam kalau Koko mau nonton TV masuk ke sini saja sambil ngobrol-ngobrol”, ajaknya Eva.
“Baik, Eva nanti kalau Koko kesepian, Koko cari hiburan nonton TV sama Eva.” jawabku.
Sebentar mobil jemputanku datang dan pamit ke kantor dulu. Memang antara Eva (istri adik) dengan istriku sendiri boleh dikatakan sama sifatnya yaitu suka bergaul dan banyak ngomong serta agak manja kalau ngomong sehingga banyak orang gampang tertarik.

Hari pertama kerja, aku pulang hingga pukul 7 malam. Setelah beritirahat sebentar aku lalu mandi, begitu selesai dan keluar kamar mandi anak bank itu keluar kamar dan menyapa,
“Selamat malam Oom, baru pulang ya?”
“Betul sekali”, jawabku.
Anak bank itu ganti mau masuk kamar mandi dan aku langsung masuk kamar untuk istirahat terus tidur. Besok harinya, sapaan manis itu kuterima lagi dan kali ini kulihat wajahnya, ternyata wajahnya manis dengan senyumnya tapi tatapan matanya tajam penuh arti. Hatiku jadi agak bergetar, padahal dengan Eva walaupun ngobrol-ngobrol tapi biasa saja sebab walaupun matanya kocak tapi pandangannya biasa saja. Begitu malam kupulang saat aku sedang rebahan di ranjang, anak bank itu juga lewat kamarku dan menyapa,
“Selamat malam Oom, sudah makan ya?”
“Sudah”, sahutku.
“Mari saya turun dulu mau makan”, katanya.
“silakan”, sahutku.
Kucoba lihat dari atas ternyata ia masak Indomie untuk makan malam. Kucoba rebahan lagi sambil baca koran, selang beberapa saat kudengar ia menyapa lagi,
“Masih belum tidur Oom?”
“Belum”, sahutku dan sambil bangun, ia sendiri sempat berhenti depan pintu kamarku sambil matanya menatap penuh arti dan ketika kucoba keluar kamar ternyata anak-anak kost yang di bawah masih ramai mengobrol di teras kamar, jadi ia pamit,
“Mari saya istrirahat dulu Oom.”
“silakan”, sahutku.

Memang pagar teras kamar atas itu dari besi hingga anak-anak di bawah bisa lihat ke atas. Esok paginya seperti biasa ia menyapa saat mau berangkat ke kantor, malam harinya ketika aku mau tidur terasa agak lapar padahal baru jam 9 malam, lalu aku keluar kamar dan ke depan rumah untuk lihat apakah yang jual pisang goreng depan rumah masih ada karena akan beli untuk pengisi perut. Aku beli 5 biji, sebelum aku masuk halaman lagi kucoba lihat-lihat lalu lintas sebentar, tiba-tiba anak bank itu juga keluar hanya pakai celana pendek dan kaos tidur saja. Aku sapa,
“Mau kemana dik malam-malam?”
“Mau beli pisang untuk sarapan besok pagi, sebab tadi lupa beli roti”, sahutnya.
“Ini Oom sudah beli, kita bagi saja”, kataku.
“Jangan Oom, nanti Oom kurang”, katanya.
“Nggak apa-apa, Oom kan sendiri ini kan lebih dari cukup sebab ada 5 biji besar-besar lagi”, kataku.
“Bolehlah, saya cukup 1-2 saja”, katanya lagi.
“Ngomong-ngomong kita belum pernah kenalan ya”, kataku sambil aku menjabat tangannya.
“Winarti nama saya dan Oom siapa?” katanya.
“Saya Ima…”sahutku.
“Winarti buru-buru mau tidur?” tanyaku.
“Nggak Oom, belum ngantuk.”
“Kalau gitu kita ngobrol sebentar sambil duduk di teras depan ini, mau?” tanyaku.
Ia menganggukkan kepala, lalu kita duduk di kursi teras depan yang memang disediakan untuk tamu-tamu anak kost.
“Apa betul Oom masih kakaknya tante kost?” tanyanya lagi.
“Betul, kok Win tahu?”
“Iya dari, ibu pembantu yang bilang tadi pagi”, sahutnya.
“Wah Win tanya apa lagi dari ibu pembantu?” kataku.
“Nggak, cuma ibu pembantu bilang Oom di sini sekitar 2-3 minggu untuk tugas di Bank BCA.” sahutnya.

Lalu kita saling bercerita dan ternyata Win itu adalah anak bungsu dari tiga saudara anak dari almarhum pensiunan militer (Sersan Mayor) asli Blitar, sedang ibunya pensiuan guru SD sekarang memberi les privat pada anak-anak SD. Sedang kakaknya nomor 1 sudah menikah dengan guru SMA di Banyuwangi dan kakaknya nomor 2 masih kuliah di Surabaya. Karena biaya tak mencukupi dalam masa krisis moneter ini maka ia pilih bekerja setelah lulus SMA tahun ini. Jadi Win baru bekerja di bank baru empat bulan maka dari itu belum dapat pakaian seragam.

Baru ngobrol kira-kira 1/2 jam, tiba-tiba 3 orang anak kost datang bersama pacar-pacarnya mungkin hingga suasana jadi ramai di teras itu. Lalu kita masuk dan naik ke kamar sampai depan kamarku, aku pamit masuk dulu dan Win menggangguk dengan pandangan mata yang penuh arti dan bernada sayu. Pagi harinya aku bangun agak terlambat hingga aku mandi juga terlambat. Saat aku keluar dari kamar mandi, Win sudah menunggu dekat pintu kamarnya dan berkata,
“Oom, Win berangkat dulu ya, nanti malam usahakan bisa ngobrol-ngobrol lagi ya?”
“Oke” sahutku.

Sore harinya aku pulang sekitar pukul 6 dengan naik taxi, kucoba perhatikan bank tempat Winarti bekerja sebab banknya itu ternyata tiap hari kulewati dan memang tak jauh dari bank tempatku. Saat dekat dengan banknya, kucoba perhatikan, eeehh ternyata Winarti masih ada di jalan depan bank untuk cari angkutan umum. Langsung kuperintahkan sopir untuk berhenti dekat Winarti. Melihat ada taxi mendekat, Win malah jalan menjauh sebab mungkin pikirnya ia tak menyetop taxi. Baru setelah kuturun dan memanggilnya ia lari-lari mendekat dan segera kupersilakan Win untuk masuk taxi. Ternyata ia pulang terlambat karena ada jumlah yang belum cocok, hingga sebagai teller harus dicari dulu kesalahannya. Karena hari sudah agak gelap, Win saya ajak makan malam sekalian sebelum pulang kost ternyata ia mau.

“Enaknya makan dimana ya?” tanyaku.
“Dekat rumah kost saja ada warung bakso yang nikmat”, sahutnya.
Ternyata betul kurang lebih 10 rumah sebelum kost ada jual bakso mie. Setelah turun dari taxi, lalu kita masuk dan duduk di meja yang kecil untuk berdua saja.
“Mau makan apa Oom?” tanya Win.
“Oom sih terserah sama Win saja, pokoknya hanya ikut makan.” jawabku.
“Oke, dan minumnya Oom mau apa?”
“Terserah sama Win juga”, sahutku.
Win kemudian memanggil pelayan dan pesan Mie Bakso 2 mangkok, lalu Coca Cola 2 botol. Kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya menyerempet itu-itu juga.

“Oom ke sini sendirian selama 2 minggu apa tidak stress?” tanya Win.
“Habis mau kemana sebab nggak ada teman di sini”, sahutku.
“Kenapa sih Oom cari teman, apakah Win bukan teman Oom?” kata Win.
“Betul Win, maksud Oom teman untuk santai.”
“Oom jangan pikir yang jauh-jauh, Win siap menemani Oom kapan saja Oom membutukan”, katanya.
“Huuussss, jangan ngomong begitu Oom kan sudah berkeluarga sedang Win kan masih gadis”, kataku.
Win terdiam sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca sambil menggelengkan kepala. Aku jadi terenyuh seketika segera kugenggam telapak tangannya erat-erat sambil berkata,
“Maksud Win bagaimana?”
Lalu berceritalah Win, kalau ia sudah diperawani oleh pacarnya saat awal di kelas 3 SMU dan dilanjutkan berhubungan intim terus sampai beberapa kali, hingga akhirnya Win terlambat bulan alias hamil. Begitu diberitahu kalau ia hamil, pacarnya mulai menjauhi bahkan tak mau bertanggung jawab. Karenanya sampai bulan ke-3 maka dengan terpaksa digugurkan dengan pertolongan bidan. Ini dilakukan karena pihak keluarga belum tahu semua persoalannya. Untung saat itu ia punya tabungan sebesar 300.000 Rupiah untuk biaya. Walaupun makan sudah di antar kami berdua belum makan, karena suasana masih syahdu.

Lalu kedua tangannya kugenggam erat-erat dengan penuh perasaan sambil menatap wajahnya. Win pun menatap mataku, pandangannya memelas sekali. Dan dari sejak itu, ia tak menyukai lagi berpacaran dengan laki-laki yang sebaya, ia lebih merasa aman berpacaran dengan laki-laki setengah umur kira-kira 35-40 th karena dianggap lebih bertanggung jawab dan mapan tidak hanya suka hura-hura saja. Setelah beberapa saat Win kuusap air matanya dengan sapu tanganku dan tangan kemudian dipegang erat-erat.
“Win, ayo makan nanti dingin nggak enak lho, sambil kita ngomong” kataku.
Ia menggangguk dan mulai makan sambil berkata,
“Oom, wajah Oom sangat berkesan di hatiku sebab wajah Oom dan penampilannya adalah seperti laki-laki yang kuidam-idamkan, itulah sebabnya pertama kali aku ketemu pandang dengan Oom langsung terkesima hatiku.”
“aacch jangan muluk-muluk kalau memuji, wajah tua seperti Oom ini sudah nggak laku sekarang.”
“Benar Oom, Win bukan memuji tapi dengan tulus hati, maka dari itu Wim ingin sekali berada dalam pelukan Oom.”
“Jangan kamu mengharapkan Oom, sebab sudah tak mungkin lagi Win”, sahutku.
“Win sadar akan hal itu, tapi hanya untuk selama Oom tinggal di sini saja, Win benar-benar butuh kasih sayang dari laki-laki yang sebaya dan seperti Oom.”
“Win benar-benar butuh sesuatu dari Oom.”
“Jangan Win kalau nanti hamil lagi bagaimana?” tanyaku.
“Oom, Win baru saja bersih dari mens hari Minggu kemarin saat Oom datang, ini benar-benar Oom, Win sumpah, Win tak akan menjebak Oom sebab tahu Oom itu orang baik”, katanya.

Ujung cerita, kita berjanji nanti malam ketemu di kamarnya, kalau semua anak kost bawah sudah masuk kamar. Dan supaya tak ketahuan, setelah makan ini Win dulu yang jalan pulang baru aku menyusul kemudian.
“Hati-hati di jalan ya!” seruku.
“Iya Oom, sampai nanti malam”, sahutnya.
Kemudian aku menyusul jalan di belakangnya, sampai kost aku berhenti sebentar beli pisang goreng dan kemudian aku naik ke kamar. Aku lihat Win sedang masuk ke kamar mandi.

Setelah ia selesai mandi, aku segera ke kamar mandi juga. Ketika aku selesai mandi dan ke kamar, kulihat suasana kost di bawah sepi. Cepat-cepat kuletakkan handukku dan pakaian kotorku di tempatnya kemudian dandan sedikit dan dengan hanya mengenakan kaos tidur dan celana pendekku ke kamar Win yang pintunya memang tak dikunci. Saat aku masuk ia sedang tiduran, ketika melihatku masuk ia tersenyum dan duduk di pinggir ranjang serta menyapa,
“Mari duduk sini Oom.”
Setelah pintunya kututup dan kukunci aku duduk sebelah Win. Kuelus-elus pahanya yang putih bersih itu. Ia kemudian memegang tanganku erat-erat dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Kupegang kepalanya dan kubisiki, “Win sayang, Oom bahagia juga di sebelahmu”, sambil kupeluk dia dan Win juga segera merangkul leherku. Aku mulai menciumi keningnya, hidungnya kugesek-gesek dengan hidungku lalu pipinya kuciumi juga lehernya dan ia kupeluk semakin kuat hingga terasa payudaranya hangat di dadaku.

Kukecup bibirnya dan kupermainkan bibirnya dengan lidahku. Rupanya ia masih hijau, jadi lidahnya tak dijulurkan untuk kukecup juga. Rambutnya yang masih agak basah kubelai-belai juga. Win semakin terangsang dan merasakan sesuatu yang baru kelihatannya. Kulanjutkan dengan membuka kaosnya yang dibantu tangan Win sekalian ia melepas BH-nya. Kupeluk lagi dia, payudaranya kuraba dan kuusap pelan-pelan sambil putingnya kupijit sedikit. Win mulai merintih pelan dan terus kulepas juga celana pendeknya dan CD-nya. Rambut kemaluannya yang hitam kilap dan lebat menutupi vaginanya. “Oooohh…. Oom, pakaian Oom buka juga ya?” pintanya.

Aku segera membuka pakaianku sampai telanjang seperti Win. Kemudian Win kurebahkan di kasur dan aku mulai beroperasi lagi dari atas kening dengan kecupan-kecupan mesra. Kucium dan kukecupi terus sampai ke leher dan tanganku juga beroperasi dengan meraba-raba dan mengusap-usap dengan penuh kemesraan bagian payudaranya. Setelah 2 bukit payudaranya kuciumi dan kukecupi termasuk putingnya kugigit dengan bibirku dan tanganku meraba mesra ke bagian perut dan atas rambut kemaluannya. Ciumanku terus menjelajahi seluruh bagian dada kemudian perut dan bawah perut. Rambut kemaluannya yang lebat kutarik-tarik pelan dengan gigitan bibirku juga clitorisnya yang sudah terlihat menonjol kujilati dan pahanya di dalam kubelai terus sampai ke lututnya. Bibir vaginanya kulumat semua dengan jilatan kecupan bibirku, hingga Winarti menggeliat-geliat terus tanpa henti.

Ciuman terus turun ke pahanya kiri dan kanan dan ke lutut, betis dan tangkai tumitnya kugigit pelan-pelan dengan dibarengi dengan usapan pada telapak kakinya. Win jadi geli dan nafsu. Paling akhir adalah telapak kakinya kuciumi dan 10 jari-jari kakinya kuhisap semua dengan rabaan pada pahanya. Win tampak mulai nggak tahan. Ia sendiri langsung meremas-remas payudaranya sendiri. Aku kembali ke atas dengan menindihnya dan mendekatkan penisku ke tangannya, rupanya Win tahu maksudku lalu segera dipegang dan dikocoknya senjataku.

Win kubisiki, “Win sayang, penis Oom sudah tegang di tanganmu, kakimu buka lebar-lebar ya sayang supaya penis Oom bisa masuk.” Win membuka kakinya lebar-lebar dan kemudian kuraba lubang vaginanya kemudian penisku kepalanya kupegang dan kumulai tekan pelan-pelan tapi pasti sedekit demi sedikit agar masuk. Terus kutekan pelan-pelan penisku ke dalam vaginanya dan akhirnya bleeessss…. masuk juga kepalanya.
“Oomm.. aduuuhh, waah besar sekali lho penismu.”
“Sakit Win?” tanyaku.
“Nggaak kok… aduh enaak Oom”, sahutnya.
Terus kutekan penisku pelan-pelan sehingga seluruh batangnya ambles ke dalam vaginanya.

Begitu ambles semua kubiarkan beberapa penisku di dalamnya, sambil terus kubelai rambutnya dan payudaranya kuusap-usap dengan remasan-remasan mesra. Win coba menggoyangkan pantatnya, lalu kutarik keluar penisku pelan-pelan terus gerakan ini kulakukan berulang-ulang hanya kecepatannya yang berubah-ubah dari pelan-pelan kemudian bertambah sedikit-sedikit jadi cepat begitu nafasnya Win mulai memburu kuperlahankan lagi hingga Win agak tenang lagi kemudian kupercepat lagi hingga nafsunya memuncak lagi. Akhirnya Win meminta,
“Om, Win sudah nggak tahan lagi kepingin orgasme.”
“Iya sayang, Oom akan temani Win sampai puncak sama-sama”, sahutku.

Lalu kucepatkan gerakan naik turunnya dan aku sendiri segera konsentrasikan pikiranku ke tubuhnya yang indah dan masih kencang itu supaya cepat naik nafsunya.

Aku juga lihat Win sudah ada tanda-tanda akan sampai puncak, karena ia terus menggenggam kain sprei lalu mencengkram punggungku kuat-kuat lalu pundakku digigitnya sambil mengaduh, “Seessstt, aduuuhh… aauuuhh… aku klimaks Oom.” Saat itu juga terasa ada semprotan mani pada penisku, otomatis aku tak tahan juga dan kutekan dalam-dalam penisku dan creeetttt… creeettt, maniku nyemprot ke vaginanya. “aaccchh… uuuhh, Oom klimaks juga”, katanya dan langsung aku dipeluk semakin erat dan kakinya pun didekapkan ke kakiku, hingga aku tak bisa turun dari tubuhnya. Kubelai-belai sayang lagi kening dan rambutnya dan kuciumi terus pipinya, “Oom jangan dicabut dulu yaa… biar badan Win tetap hangat”, pintanya.

Setelah beberapa menit nafas kita berdua mulai tenang, aku berkata,
“Win apakah nggak mau cuci dulu?”
“Win nggak cuci, punya Oom saja Win bersihkan ya?”
Lalu aku rebah di sebelahnya dan Win bangun mengambil kertas tissu dan dibasahi dengan aqua kemudian penisku dilapnya dengan hati-hati sekali. Setelah itu bibir vaginanya yang basah dilap juga lalu ia ke lemari untuk mengambil selimut dan kemudian tidur lagi di sebelahku dan tubuh kita berdua diselimutinya. Kupeluk Win, sambil kubisiki,
“Win apa nanti maninya nggak tumpah keluar?”
“Biar saja Oom, nantikan keluar sendiri tapi agak lama biasanya sampai 4-5 jam lagi.”
“Win capai ya..?”
“Nggak terlalu juga, Oom puas dengan pelayan Win? maaf ya Oom Win masih hijau dalam bermain seks.”
“Oooh Oom puas sekali semuanya jadi lega.”
“Sungguh Oom?”
“Betul Win!” sahutku lagi sambil kupeluk dia erat-erat dengan penuh perasaan kasih sayang.
“Oom, Win sangat bahagia malam ini, Win bukan saja dapat kenikmatan seks dari Oom, tapi lebih dari itu Win sangat merasakan kasih sayang dari Oom.”
“Dalam bermain seks Oom beda jauh dengan pacarku dulu, Oom sangat matang tekniknya juga hebat bisa terus membimbing Win sampai ke puncaknya, jadi bukan sekedar beda besar penisnya saja.”

Sebab punya pacar saya dulu kecil lagi hitam, sedang Oom punya besar dan bersih dan kuning langsat.”
“Malam ini Oom tak boleh meninggalkan Win, Win ingin tidur dalam pelukan Oom, Win ingin bahagia malam ini.” Aku bilang,
“Kalau Oom tidur di sini bisa ketahuan orang nanti Win.” Ia menjawab,
“Anak-anak kost di sini bangunnya paling pagi jam 6, hanya ibu pembantu yang jam 5, jadi besok sebelum pukul 5 nanti Win bangunkan Oom. Pokoknya malam ini Oom harus dengan Win.”
Ia kemudian mengusap dahiku yang berkeringat, saat mengusap tangannya kupegang dan kucium telapaknya dengan penuh arti dan Win pun merasakan hal ini dia memejamkan matanya dan air matanya menetes keluar.
“Win, jangan sedih Oom kan menunggumu malam ini.”
“Iya Oom” jawabnya. Setelah beberapa saat ia berkata,
“Oom, Win yakin dan tahu pasti kalau sebetulnya dalam hati Oom sayang sama Win. Benar ya?”
“Kok Win bisa bilang begitu?” kataku.
“Oom tak bisa dusta pada Win, dari pancaran mata Oom terlihat jelas sekali dan Win benar-benar merasakan kasih sayang Oom itu.” Lalu tambahnya,
“Saat Oom meniduri Win, Win tahu dari mata maupun tingkah Oom, Oom bukan semata-mata melampiaskan nafsu seks saja, tetapi Oom meniduri Win dengan penuh kasih sayang dan penuh kemesraan, hingga benar-benar Win merasa bahagia. Tidak meleset pandangan pertama Win terhadap Oom, memang Oom benar-benar adalah type laki-laki yang jadi dambaan Win. Sayang ketemunya sudah terlambat.”
“Win, kira-kira begitulah yang ada dalam hatiku” sahutku mesra sambil kubelai-belai punggungnya. Win berpesan kepadaku,
“Kalau Oom mau lagi setiap saat Win akan melayani jadi Oom jangan takut untuk membangunkan Win.”
Sambil ngobrol-ngobrol kita akhirnya tertidur. Pagi hari seperti biasa jam 4 aku sudah bangun, ternyata pagi itu penisku ikut bangun juga apalagi dekat cewek. Kucoba raba-raba dan remas pelan-pelan buah dadanya sambil keningnya kuciumi agar Win bangun.

Ternyata benar Win terbangun, jadi aku langsung singkirkan selimutnya dan mulai kupermainkan dengan mesra payudaranya sebentar saja nafsu seks-nya sudah bergairah tangannya lalu memijit penisku. Saat kulihat vaginanya ternyata maniku sudah tumpah keluar selain meleleh di pahanya juga jatuh di sprei jadi flek karena sudah agak mengering. Kubisiki Win, “Win, kamu mau main di atas?” Ia mengangguk dan segera bangun sedang aku tidur lalu ia jongkok hingga lubang kewanitaannya tepat berada diatas penisku. Kubantu memasukkan kepala penisku ke lubangnya dan Win menekan ke bawah pantatnya dan bleeess langsung masuk penisku. Win terus menggoyangkan naik turun pantatnya tapi belum bisa gerakan memutar karena memang belum banyak pengalaman. Sampai lebih dari 15 menit kita berdua belum klimaks, karena kulihat Win berkeringat, aku minta ganti dia yang tidur dan aku yang di atas. Operasi seperti pada malam hari kuulangi lagi yaitu dengan ciuman dan kecupan yang mesra, lalu raba-rabaan dan remasan dengan penuh kasih sayang serta gerakan-gerakan penis yang berirama cepat lambat bergantian kulakukan dengan santunnya. Begitu tangannya sudah mulai mencengkeram punggungku lagi dan mulutnya kembali menggigit leherku kudapat pastikan Win akan klimaks, segera aku konsentrasi juga pada Win yang manis agar maniku juga segera keluar. Rintihannya terulang lagi saat penisku menyemprotkan mani ke vaginanya dan sesaat lagi aku juga merasakan siraman maninya di penisku.

Karena jam sudah pukul 4.30 maka kuminta keluar kamar. “Sebentar Oom!” katanya. Ia lalu bangun mengambil tissu untuk membersihkan penisku yang berlumuran dengan maninya dia.
“Waah spreimu flek Win”, kataku.
“Ngak apa-apa Oom, aku malah senang”, katanya sambil mencium sprei yang flek.
Aku segera masuk ke kamar dan tidur lagi, hingga bangun agak kesiangan. Saat kubangun malah Win sudah berangkat ke bank. Siang hari itu aku mendapat telepon dari seorang teman, kata operator, setelah telepon kuterima ternyata dari seberang ada suara yang menyapa dari seorang wanita yang ternyata baru kutiduri semalam yaitu Win.
“Hallo Win”, jawabku.
“Darimana kamu tahu teleponku.”
“Win tanya pada operator di bank sini”, sahutnya.
“Om, nanti siang mau menemani Win makan siang?”
“Boleh saja, Win, mau makan dimana?” jawabku.
“Ach, makan yang dekat-dekat sini saja ya, nanti Oom tak usah naik taxi bisa naik becak saja sebab ke tempat hanya dekat”, jelasnya.
“Oke Win nanti jam 12 Oom jemput Win.”
“Trims ya, jam 12 Win akan tunggu Oom di luar” jawabnya dengan suara manja.
Ketika jam menunjukkan pukul 11.50 aku cepat-cepat pamit untuk keluar makan, aku segera cari becak untuk menuju ke banknya Winarti. Kira-kira pas 10 menit perjalanan becak sampailah aku di banknya Winarti. Baru saja aku bayar becak, kulihat Winarti sudah berlari-lari kecil menghampiriku. Saat sampai Win langsung merangkul pinggangku sambil badannya bersandar ke badanku dan mengajak berjalan menuju ke rumah makan.
“Makan di rumah makan ujung jalan itu saja ya Oom”, katanya.
“Oke.”
Win berjalan sambil merangkul pinggangku terus dengan senyum-senyum kecil. Dia tampak ceria sekali dan gayanya yang manja padaku.
“Kenapa Win kamu kok tampil beda sekali?” tanyaku.
“Kan Win lagi bahagia, sekarang jadi istrinya Oom? walaupun istri sementara saja” sahutnya.
Sampai di rumah makan Win memilih meja yang kecil letaknya di ujung, lalu mulai melihat menu masakan.
“Oom mau apa?” tanyanya.
“Oom terserah sama Win saja, kan suami tergantung dengan istrinya?” jawabku.
Dia mencubit tanganku dan bilang,
“Oom, jangan gitu ach, Win jadi pingin jadi istri Oom beneran lho.”
“Oom mau nggak makannya bagi-bagi dengan Win?”

Aku manggut-manggut saja. Win kemudian pilih nasi gudeg dan nasi pecel telur serta Coca Cola dan es campur.
“Oom nanti malam harus menemani Win lagi ya?” pintanya.
“Win kau capai nanti tiap malam main terus”, sahutku.
“Apakah Win minta main, Win minta Oom menemani Win tidur, soal Oom nanti mau main berapa kali Win selalu siap melayani, tapi bila Oom capai nanti Win yang mijit”, sahutnya.

Aku jadi kalah ngomong dan aku setuju saja akhirnya. Setelah makanan keluar, kita mulai makan aku diberi nasi gudeg dengan es campur dulu dan Win nasi pecel dan Coca Cola.
“Nanti bila sudah habis setengah kita ganti piring dan minumnya”, kata Win. Sambil makan dia berkata,
“Hari Sabtu dan Minggu, Oom kan libur nanti pergi dengan santai di Batu ya Oom? Sebab di kost kalau Sabtu dan Minggu anak-anak kost banyak di rumah jadi kita sulit untuk bermesraan.”
“Nanti aku pamit pulang ke Blitar sama tante kost dan Oom bilang diajak temannya ke Batu” katanya Win padaku.
Padahal sebenarnya aku hari Minggu akan diajak ke Surabaya, karena ada famili dari Eva yang menikah, jadi sekeluarga akan ke Surabaya. Kupikir dari ke Surabaya lebih baik rekreasi dan santai dengan Win di hawa dingin. Maka kusetujui ajakan dan usulannya. Selama makan tangan kiriku selalu digenggam erat-erat dengan tangan kirinya Win, hingga makannya kami hanya pakai sendok saja. Setelah aku makan separuh, kutunggu Win makan separuh nasinya, lalu piring kita tukar juga minumnya. “Oom, hari-hari ini Win merasa bahagia sekali, Oom juga?” tanyanya.

Kutatap matanya dalam-dalam dan aku bilang, “Perasaan Oom sama dengan perasaanmu.” Walaupun makan telah selesai, kita tetap ngobrol dulu tunggu sampai jam 1 siang kita berpegangan tangan dua-duanya.
“Oom nanti pulang pukul berapa? tanya Win.
“Kalau biasa sih pukul 6 sore”, sahutku.
“Kenapa Win?”
“Ya kalau bisa aku cuma ingin pulang bareng Oom seperti kemarin”, katanya.
“Win apa nggak tunggu lama nanti?” kataku.
Dia menggelengkan kepala. Keluar rumah makan Win tetap berjalan sambil merangkul pinggangku, sampai akhirnya sampai ke banknya dan kuantarkan sampai pintu depan, kemudian kita berpisah.

Aku balik ke kantor dengan becak lagi. Sore hari jam 6 aku pulang, aku naik taxi seperti biasa hanya saat mendekati banknya Win aku minta sopir jalan pelan-pelan, benar juga Win masih menunggu depan bank, begitu melihat ada taxi berhenti langsung dia berlari-lari kecil menghampirinya. Lalu kubuka pintu taxi dan Win ikut naik. Seperti kemarin kita berhenti di warung bakso untuk makan malam bersama-sama sekalian. Setelah makan Win berpesan,
“Begitu Oom habis mandi kalau ada kesempatan Oom supaya langsung masuk kamarnya Win ya.”
Lalu Winarti berjalan di muka lebih dulu dan aku menyusul pelan-pelan di belakangnya, sampai di kost aku ketemu Eva yang kebetulan belum tutup, lalu aku ceritakan kalau hari Sabtu akan ke Batu dengan teman-teman kantor, jadi Minggu tak bisa ikut ke Surabaya. Setelah basa-basi sebentar aku pamit untuk naik ke kamar. Sampai depan kamar, pas Win mau mandi dia berjalan menghampiriku dan bilang,
“Nanti malam kalau ke kamar Win supaya Oom membawa baju yang untuk ke Batu, nanti Win bawa dalam satu tas saja”, lalu ia pergi mandi dan aku menyiapkan 1 stel pakaian dalam dan 2 T-Shirt saja.

Selesai mandi Win turun dan saat lewat kamarku ia menyapa, “Oom, Win ke bawah sebentar untuk memasak Indomie buat kita kalau lapar lagi nanti malam, sekalian mau pamit kalau besok pulang sama tante kost.” Aku manggut-manggut saja dan kemudian pergi mandi, selesai mandi kulihat kamar Win masih terbuka kosong dan di bawah masih ada anak kost yang di luar kamar, sehingga aku masuk kamar untuk istirahat dan baca koran dulu. Beberapa saat kudengar Win naik tangga, lalu ia berhenti di muka kamarku sambil berkata pelan-pelan, “Oom sudah sepi, ayo cepat.” Aku segera membawa baju yang akan kubawa besok dan mengikuti Win masuk ke kamarnya. Ia meletakkan mangkok Indomienya di meja dan segera pintu kamarnya dikunci. “Om besok Win mau pakai kaos ini saja ya”, sambil menunjukkan 3 kaos, warna putih dengan motif kembang-kembang kecil, putih polos dengan gambar gesper di dada dan kuning polos. Yang putih dadanya agak terbuka lebar sedang yang kuning di bagian atas dada ada retsluitng kecil. Ia bilang,
“Kalau Win jalan sendiri agak malu pakai kaos ini, Oom.”
“Kenapa?” tanyaku.
“Sebab kaos itu ketat sekali, jadi payudara Win kelihatan menonjol sekali, cowok-cowok kalau memandang kurang ajar kok”, jelasnya.
“Coba dipakai yang kuning ini Win”, pintaku.
Lalu Win melepas kaos tidurnya dan ganti pakai kaos kuning itu.
“Waahh betul-betul kamu kelihatan seksi pakai ini, apalagi retsluiting terbuka lekuk payudaramu jelas terlihat dari luar”, kataku.
“Tapi nggak apa, nanti kalau naik angkutan umum Win pakai jaket lagi jadi agak tak mencolok sexynya”, jelasku.
Win setuju kemudian dilepas lagi kaos kuningnya. Saat itu langsung kupeluk dan kubisiki,
“Win mau main lagi?”
“Iya Oom, Win sudah kepingin lagi kok.”
Lalu kulepas celana pendeknya dan ternyata Win tak pakai CD sebab ia langsung telanjang bulat.
“Win, sambil Oom ajari sedikit ya, supaya besok bisa dipraktekkan di Batu.” Win manggut-manggut.

Lalu ia kutarik berdiri menghadap kaca riasnya dan aku berdiri di belakangnya sambil memeluk Win dari belakang dan kuraba-raba dan meremas dengan penuh kemesraan.
“Win kalau kamu kukerjakan begini langsung kamu memegang penisnya Oom untuk Win permainkan sambil kaki Win yang sebelah diangkat lalu berpijak di meja rias, agar kewanitaan Win semakin terbuka dan mudah untuk diusap-usap.”
“Iya, Oom”, dan langsung kakinya naik kemeja serta tangannya mengocok penisku.
Setelah adegan ini berlangsung hampir 10 menit, Win kuajak tidur dan aku yang di bawah Win di atas. Setelah Win naik dan memasukkan penisku ke vaginanya, kuberi tahu,
“Win, pertama jangan kamu ambleskan semua penis Oom, yang masuk biar 1/3 bagian dulu lalu pantatmu gerakan memutar”, sambil aku memegang pinggangnya untuk membantu memutarkan pantatnya. Memang rasanya masih kaku belum luwes cara memutarnya, tapi tak apalah besok mungkin lebih bagus.
“nggak enak ya Oom?” tanya Win.
“Cukup bagus untuk permulaan”, kataku.

Kemudian Win mulai ganti goyang naik turun, hingga payudaranya bergoyang agak keras dan segera kutahan dengan kedua tanganku untuk kuusap-usap seraya meremasnya pelan-pelan dan sebentar-sebentar agak keras untuk merangsang nafsunya. Begitu ia mulai gairah kutidurkan dia dan teknik menyetubuhi seperti semalam kuulangi lagi yang membuat maninya Win serta air maniku keluar hampir bersamaan beda hanya sekitar 3 detik saja. Selesai main Win dan aku langsung tiduran sambil ngobrol dan merencanakan kepergiannya besok.
“Jadi besok pagi ketemu di rumah makan siang tadi, nanti Win yang berangkat dulu baru Oom nanti yang nyusul”,
“Oke.”
“Oya besok kita renang ya nanti Win bawa swim suit”, lalu ia membuka lemarinya mencari swim suit.
Dalam lemari itu kulihat roknya tak terlalu banyak seperti cewek-cewek bank lainnya, aku jadi iba dibuatnya dan aku ingin menghadiahkannya rok padanya. Setelah ketemu swim suit ditumpuk jadi satu dengan kaosnya, lalu ia naik keranjang tidur di sampingku lagi.

“Win, besok di Batu Oom ajari lagi yaa!”
“Boleh, tehnik apa Oom?”
“Menghisap”, kataku.
“Menghisap apa?” tanya Win.
Lalu Win kupeluk erat-erat sambil kucubit perutnya dan kataku,
“Win, kamu jangan pura-pura bloon ya.”
“Win betul-betul belum tahu kok.”
“Win, sayang, kalau punya Oom belum tegang seperti tadi, kan tangan Win yang Oom minta untuk mempermainkannya. Betul ya?” Ia manggut.
“Jalan lain yang lebih indah adalah dihisap pakai mulut, Win mau dan jijik nggak?”
“Untuk membuat kepuasan Oom, apa saja Win lakukan dan buat Oom tak terasa jijik. Win, ajari gimana caranya Oom!”
“Nanti fajar saja kalau punya Oom bangun, Oom akan ajari sekaligus praktek ya, sayang?” kataku. “Sekarang kita istirahat dulu sambil ngobrol.”

Win minta agar aku memeluknya lebih erat lagi dan ngomong, “Dari pembicaran Oom sebenarnya banyak kesamaannya dengan Win, baik mengenai makan, kebiasaan, pandangan hidup, cara berdandan yang sederhana, maka dari itu Oom makin lama semakin sayang pada Win, dan Win sendiri merasakan kasih sayang dari Oom itu.”
“Jangan banyak ngelamun Win, ayo tidur dulu.”
Lalu tubuhnya kuselimuti dan kudekap erat-erat kepalanya di dadaku. Seperti biasa jam 4 pagi terbangun dan barangku juga sudah bangun, tapi karena Win masih tidur terpaksa kubisiki kata rayuan mesra agar bangun. Memang hanya beberapa saat Win bangun dan kuajak main, karena punyaku sudah tegang sekali aku langsung naik ketubuhnya dan coba kumasukkan ke dalam vaginanya. Win berbisik,
“Katanya Oom mau ngajari hisap?”
“Iya sayang, tapi karena punya Oom sudah tegang banget, Oom masukkan dulu sebab Win kan harus mencapai klimaks juga. Nanti kalau Oom semprotkan dalam mulut langsung, kan Win nggak bisa klimaks”, kataku.
Ia menurut dan mulai merintih karena penisku sudah masuk dan sudah bergerak memutar divaginanya sambil kubelai sayang tubuhnya.

Napasnya mulai memburu kuimbangi juga dengan nafasku supaya Win benar-benar terangsang dan gerakannya kupercepat dan benar juga Win mulai mengcengkeram punggungku lagi. “Acch… Win mencapai puncak Oom, nikmat dan bahagia sekali Oom”, katanya lirih. Aku tekan terus penisku kevaginanya, begitu Win mulai terasa fit lagi aku turun dari atas tubuhnya dan kuambil tissue untuk membersihkan penisku. “Win, sekarang Oom ajari cara menghisap, tapi posisi di bawah dulu ya!” kataku. Aku duduk di tepi ranjang dan Win kuminta jongkok di hadapan penisku lalu kumulai kursus kilat ini.

“Win, peganglah penis Oom agak bagian bawahnya dan agak ditekan ke bawah supaya kepalanya tampak besar habis itu jilatilah kepalanya memutar terutama bagian tepi kepalanya.” Win mulai melakukannya, kira-kira sudah 5 menit kuganti instruksi lagi, “Win sekarang coba lubangnya dibuka-buka dengan ujung lidah kalau bisa gerakan lidahnya yang cepat.” Win mempraktekkan juga, tapi masih jauh dari nikmat mungkin benar-benar belum biasa. 5 menit kemudian ganti petunjuk lagi, “Masukkan mulut kepalanya lalu lidahmu gesek-gesekkan dan kemudian sambil dikenyut-kenyut supaya maninya cepat keluar.”

“Dan yang paling akhir bila penisnya Oom sudah tegang banget seperti ini, majukan dalam-dalam ke mulutmu lalu kamu keluar masukkan punya Oom ke mulut Win, seperti kalau masuk ke vagina dan sambil dibantu dengan kocok pelan-pelan supaya cepat nyemprot.” Memang Win benar-benar belum biasa menghisap, sebab saat menghisap air liur sering menetes keluar. Karena aku hampir klimaks maka kubantu mengocok penisku dan aku bisiki Win, “Win, Oom mau sampai puncak”, Dan creeettt… creettt…. creeeettt maniku menyemprot ke dalam mulutnya, Win terdiam sejenak. Lalu kuminta agar lubangku disedot. Ketika Win menyedot terasa seeeerrrr, sisa mani disaluran penisku keluar ke mulutnya. “Win, maninya Oom banyak ya?” tanyaku. Win hanya membuka mulutnya yang penuh dengan maniku yang kental dan putih. Aku bisiki lagi, “Win, kalau nggak jijik ditelan semua maninya Oom.” Win telan juga semua mani yang di mulutnya dan bilang, “Aku suka maninya Oom dan tidak jijik, kalau lain orang No! Rasanya sih asem-asem dan asin Oom.” Lalu segera kupeluk erat-erat dia dan kutatap matanya yang selalu memandang wajahku,
“Win, Oom sangat sayang padamu.”
“Win juga benar merasakannya Oom”, sahutnya.
Karena sudah hampir pukul 5, aku cepat-cepat kembali ke kamarku dan tidur lagi.

Saat aku terbangun kulihat cuaca sudah terang dan samar-samar dengar Win mandi, aku segera bangun dan bersiap-siap mandi. Begitu Win keluar dari kamar mandi aku segera yang masuk. Ketika selesai mandi kulihat Win telah selesai dandan, aku cepat ke kamar untuk ganti pakaian juga. Belum selesai menyisir rambut kudengar Win sudah berjalan keluar kamar, saat depan kamarku dia berhenti sebentar kupandangi dia dengan terpesona. Memang betul-betul seksi dengan celana ketat hitam dan kaosnya terbuka agak lebar dadanya. Apalagi perutnya yang ramping hingga payudaranya kelihatan sangat menonjol sekali, tapi dia pakai rompi untuk sedikit mengurangi penonjolan payudaranya.

Kemudian Win berkata,
“Win berangkat dulu yaa, nanti kira-kira 10-15 menit Oom nyusul ya?”
“Jangan-jangan nanti Win sudah kecantol cowok lain sebelum Oom datang”, gurauku.
Win dengan mimik gemes mencubit lenganku sambil ngomong,
“Oom kalau ngomong jangan yang aneh-aneh ya? Awas nanti di sana”, kemudian dia langsung turun tangga sambil membawa tas kecil dan dompet yang menggantung di pundaknya.

Kira 10 menit kemudian aku turun dan naik becak ke restauran terssbut, saat aku turun dari becak Win sudah tahu dan menghampiriku serta menggandeng tanganku erat-erat jalan masuk ke RM. Win ternyata sudah pesan kopi susu serta nasi plus telor mata sapi kesukaanku dan sandwich 1 potong. Aku bilang,
“Waah kamu belum dicantol orang ya?”
“Oom jangan gitu, yang bisa nyantol Win ya cuma Oom sendiri”, sahutnya sambil mencubit lenganku lagi dengan gemas.
“Win, Oom jangan dicubiti toch, lihat nanti punggung dan dada Oom yang penuh cacat kena cengkraman tangan dan gigitanmu saat Win mau klimaks” kataku.
“Oya, tapi Win betul-betul tanpa sadar melakukannya. Pantas di punggung Oom ada goresan-goresan, Win kira kenapa apa”, sahutnya.
Sambil ngomong dan makan, Win bilang nanti ke toko dulu untuk beli celana renang buatku dulu. Aku setuju, malah aku bilang untuk ke supermarket dulu untuk beli makanan kecil serta rok dan parfum. Win menolak dengan bilang,
“Oom jangan beli rok dan parfum untuk Win, Win lebih suka parfum asli tubuh Win juga rok nanti kalau sudah tak mode juga kepakai, jadi sayang kenangan akan hilang. Oom kan suka parfum aslinya Win, kan?” tanyanya.
“Pasti sayang, kan tiap malam Oom sudah bercampur dengan parfumnya Win toch..”
“Kalau Oom berkenan supaya kenangan itu tetap abadi dan akan Win pakai terus lebih baik cincin saja.”
“Kalau Win maunya gitu, Oom ikut saja.”
“Nanti Win pilih 2 biji, yang satu seperti wedding ring yang satu pakai permata, tapi nggak usah yang mahal-mahal”, jelasnya.

“Terserah sama Win sudah”, kataku sambil kugenggam tangannya erat-erat. Saat jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat, kita berangkat menuju kompleks pertokoan di Jl. Kayutangan. Di sana Win membeli macam-macam makanan kecil tapi anehnya tiap macam hanya 1 biji, lalu Win mengajak ke toko yang jual swim suit. Lalu dia pilih celana renang dan pilih yang warna biru,
“Yang ini saja ya Oom?”
“Terserah Win.”
Selama berjalan Win selalu menggandeng tanganku lalu memepetkan payudaranya kelenganku dan kepalanya kadang disandarkan ke bahuku. Win jalan dengan manjanya dan sedikit genit, hingga orang yang melihat kelihatan kagum akan kemesraan kita.

Win mengajak ke toko perhiasan di situ Win pilih-pilih cincin setelah ada yang cocok ditunjukkan padaku dan aku sih oke saja hanya kuanjurkan jangan yang telalu kecil beratnya, tapi Win bilang,
“Yang kecil saja cukup yang penting kesan dan kenangannya.”
Setelah tawar menawar, kubayar cincin itu lalu kita jalan terus dengan mesranya menyusuri sepanjang pertokoan.
“Gimana beli parfum dan rok ya?” tanyaku saja.
“Nggak Oom, Win cuma kenal bedak dan lipsticks saja, kan Oom lihat yang ada di meja rias Win.”
“Oke kalau gitu beli bedak dan lipstick serta BH dan CD ya?” tanyaku.
“Eeeeh.. kalau ngomong jangan macam-macam!” sahutnya sambil mencubit pahaku.
Akhirnya Win mau ke department store dan Win kuminta beli bedak dan lipstick kebiasaannya juga sekalian BH dan CD-nya, setelah itu kita jalan menuju tempat tunggu angkutan yang menuju Batu. Sampai di Batu kuminta turun depan Hotel Kartika Wijaya, kita langsung check-in sebab sudah jam 11.40. Kamarnya punya view kepegunungan dan di belakang hotel ada kolam renang. Win tampak ceria dan bahagia sekali ia selalu menempel terus ke tubuhku kemana saja aku pergi seperti ada magnetnya saja.

Siang itu kita makan di restoran hotel saja karena malas keluar lagi, saat makan itu aku diminta untuk memasangkan 2 cincin di jari manis tangan kiri serta kanannya. Habis kupasang, Win langsung merangkul leherku dan menciumku, kubalas juga ciumannya, hingga sempat jadi tontonan sesaat buat tamu restoran. Siang itu kita istirahat sambil berpelukan, tidur tindih menindih gantian sambil kuajari cara berciuman dengan mengeluarkan lidahnya untuk bisa dikulum. Win merasa senang sekali dengan ajaran itu hingga sering dipraktekan sekarang saat kucium.

Aku jadi terbangun saat merasa ada orang yang menciumku, saat membuka mata ternyata Win yang mencium sambil duduk di sampingku sudah dalam pakaian swim suit. Waah indah sekali seksi tubuhnya dalam pakaian swim suit, payudaranya menonjol dengan kelihatan bagian atasnya yang putih agak sedikit mencuat. “Ayo Oom kita renang!” sambil membawa celana renangku. Aku bangun dan pakai celana renang, lalu kita pergi ke kolam renang. Disana Wim langsung masuk kolam, karena banyak tamu pria lain yang renang matanya memandang terus bagian dadanya. Aku ikut masuk tapi tak renang hanya menemani Win dalam kolam. Win bilang, “Oom, Win kalau renang sendiri sulit sebab banyak cowok-cowok terutama yang sebaya langsung datang mengajak ngobrol tapi matanya ya cuma memandang payudaranya Win, jadi lama Win tak pernah renang.”

Setelah renang 1 1/2 jam, Win selesai renang dan sekaligus mandi di pancuran bersamaku, dia menyabuni tubuhku dan aku menyabuni tubuh Win, hingga banyak mata tamu yang melotot melihatnya. Selesai mandi kita langsung balik kamar dan tiduran sebentar berdua sambil Win terus minta dipeluk. Kira-kira pukul 6 sore, Win mengajak jalan-jalan keluar sekalian makan malam. Dia mengenakan celana ketat hitamnya dengan kaos yang kuning ketat dan retsluiting terbuka di dadanya. Betul-betul pemandangan yang menggiurkan bagi laki-laki. Win tetap berjalan dengan menggandeng tanganku atau merangkul pinggangku, hingga kita tampak mesra sekali. Karena penampilan Win dalam pakaiannya itu kita di jalan menjadi perhatian banyak turis domestik yang ketemu. Jam 9 malam lebih kita kembali ke hotel dan aku duduk nonton TV sedang Win langsung duduk di pangkuanku dengan tangannya merangkul leherku. Kupeluk dia sambil berciuman mesra dan tanganku mulai nakal main dan menyusup kebukaan retsluiting itu untuk meraih payudaranya yang sintal itu dan meremas-remasnya dengan penuh kemesraan. Win mulai mengaduh perlahan-lahan dan kancing serta retsluiting celananya mulai kubuka tapi karena ketat Win harus berdiri dulu untuk melepasnya sekaligus CD-nya dan kemudian kaos ketatnya pun kubantu membukanya serta BH-nya. Win juga membantuku melepas pakaian, hingga sekejap kita sudah bugil berdua. Aku tidur di ranjang dan Win telungkup di atas hingga payudaranya menempel ketat di dadaku. Win mulai mempraktekkan ciuman dan menghisap penisku dengan teknik yang kuajari, selanjutnya aku yang membimbingnya agar Win dapat mencapai klimaks bersamaku dan setelah itu Win minta agar punyaku jangan dicabut keluar supaya tetap tinggal di dalam vaginanya, katanya supaya badannya tetap hangat. Jadi malam itu kita tidur dengan penisku di dalam vaginanya.

Paginya saat aku bangun jam 4 aku terasa penisku sudah tegang lagi tetapi rasanya masih tetap dalam vaginanya. Karena penisku bergerak-gerak membesar, Win jadi terbangun dan langsung kita bermain cinta lagi sampai Win dan aku mencapai puncak bersama-sama. Sejak itulah tiap malam aku selalu tidur bersama Win, sekarang Win yang lebih sering ke kamarku dan tiap malam Win selalu mempraktekkan teknik yang kuajarkan sekali atau dua kali, sampai hari kepulanganku. Memang Win seorang yang pantas jadi istriku sebab kecocokan dalam kehidupan sehari-hari denganku, apalagi Win bukan type pemeras dan mata duitan walaupun hidupnya sederhana, sayang ketemunya terlambat.

Sampai hari ini Win kadang-kadang masih menginterlokal aku, dan aku juga minimum 1 bulan sekali kontak dia.

TAMAT

 

 

Tante Umi


Pengalaman ini berlangsung sekitar enam bulan yang lalu.
Ketika itu gua lagi nyanyi sama band gua di suatu kafe di Kemang. Terus gua
kenalan sama salah satu tamu, namanya Umi. Keliatannya udah di atas 35
umurnya, tapi masih cantik, dan dia nyumbang lagu dan nyanyi sama band gua.
Singkat cerita, abis itu dia pulang tanpa ninggalin apa-apa…
Tiga bulan kemudian, pas gua lagi nonton adik gua manggung sama band-nya di
salah satu stasiun TV, gua ketemu lagi sama Umi, terus gua panggil dia, eh,
kita terus saling ninggalin nomor telpon.
Besoknya dia nelpon gua ngajak jalan sama temen2nya malam minggu ke
Karaoke.
Akhirnya malam minggu itu gua ikut karaoke-an sama temen2nya. Gua dikenalin
sebagai adiknya ke temen2nya. Di karaoke sampe’ jam 3 pagi, uuhh, gua BT
banget, kalo’ nggak ditraktir kali gua males amat….
Akhirnya karena udah kepagian, gua disuruh ikut dia pulang ke rumahnya.
Hati gua udah punya firasat aneh, soalnya gua baru kenal dia nggak lama,
tapi dia udah ngajak gua nginep, pikiran gua udah mulai ngelantur, tapi
cuek ah, namanya aja hoki, mana bisa ditebak.
UDah gitu, dia nyuruh gua tidur seranjang lagi, akhirnya setelah cerita2
dikit, gua tidur.
BAngun tidur udah jam 11.00 siang, ternyata selama tidur nggak terjadi
apa2…hebat juga gua ya, bangun tidur itu kita ngobrol & cerita2 lucu…Si
Umi sexy banget pake daster no bra….gua agak2 nepsong juga sih….
Terus kita ngobrol ngalor-ngidul ketawa-tawa, sampe akhirnya gua ajakin dia
becanda, gua kelitikin sampe geli, guling-guling di kasurnya yg empuk,
sampe’ gua langsung aja nyium dia, eh, dia nanggepin.
Ya udah, selama itu tangan gua gerilya ke barangnya dia, akhirnya setelah
basah, gua masukin rudal gua….wah gila, masih sempit cing!!!
Udah gitu mainnya pinter banget lagi, nggak berdaya gua dibikin dia….3
kali gua keluar duluan, sampe yang ke 5 & 6 akhirnya gua yang menang, gila
fucking in the morning, bikin gua pegel-pegel juga.
Akhirnya gua mandi terus pulang….
Setelah itu gua seminggu 3 kali mesti nyetor ke dia, dan setiap habis
selesai dia ngasih gua “Uang Taxi”, lumayan sama kayak bayaran gua nyanyi
di band gua….nikmat lagi, tapi hubungan gua cuma bertahan 2 bulan, karena
gua ketahuan sama cewek gua yang ada di luar kota, dan gua pilih yg masih
muda aja….

 

 

Beastiality II


Hallo pembaca KASKUS, tentu masi ingat kan sama aku, aku Virgi, umurku 18 tahun, aku mau menceritakan kisahku yang kedua.

Ceritanya berawal ketika aku dan Ayu belajar bareng dirumahku. Waktu itu hanya kamu dan si mbok yang berada dirumah, karena ortuku lagi ke surabaya. Sedangkan kakakku selama ortuku ngga dirumah dia suka pulang larut malam.

“Cha, sudah jam empat nich, kita isrtirahat dulu yuk”, ajakku.
“ok, aku juga sudah capek nih gi”, kata Icha.
“o..ya gi, aku haus nich, campur ama ngantuk juga, suruh donk si mbok bikinin es sirup.
“Ok..ok tuan putri”, jawabku.

Tidak lama setelah aku pesan datanglah si mbok membawakan dua gelas es sirup. Lalu kami cerita cerita sambil ngegosip teman teman di sekolah. Tidak lama kemi cerita cerita, akhirnya Icha ketiduran, aku pergi keluar mengambil handuk, aku ingin mandi karena sudah sore,. Sehabis mandi, aku menuju kamar, aku masih belum berpakaian, hanya lilitan handuk yang menutup tubuhku

Betapa kagetnta aku sewaktu masuk kamar, kulihat si bruno anjingku menjilat jilati paha Icha, karena Icha memakai rok mini, sesekali si bruno menjilat cdnya. Icha hanya menggeliat geliat dan sesekali merintih, mungkin dia bermimpi sedang dicumbui pacarnya, pikirku. Lama juga tertegun aku menonton adegan yang mendebarkan dan membuat nafasku sesak. “ non .., ada telpon dari nyonya”, kata si mbok.
“Achhk”, aku kaget mendengar sapaan si mbok, aku benar benar kaget, langsung saja aku tutup pintu dan menyuruh si mbok bilang ke mami bahwa kau lagi tidur.

Lalu aku kunci pintu kamar ku, aku lepas handuk yang membalut tubuhku. Lalu aku kenakan bra dan cd yang berwarna biru. Sedangkan si bruno aku biarin menjilat jilat Icha. Setelah selesai mengenakan pakaian dalamku, aku mengampiri Icha yang lagi dijilati si bruno. Aku tarik si bruno, dianya menggonggong, mungkin si bruno merasa terusik. Akhirnya Icha bangun mendengar gongongan si bruno.
“ ada apa gi”, tanya Icha keheranan ngelihat si bruno menggonggog kearahnya.
Dari wajahnya juga terlihat keheranan karena melihat aku hanya pake bra dan cd.
“akh, nga apa apa”, ini..aku habis mandi, waktu mo masuk kamar si bruno nyelonong juga, lalu aku tarik, eh malah gonggongin kamu”.
“Virgi kok cd aku basah nich, padahal aku nga mimpi basah lo”.
“oh, ah,itu…”, aku bingung mo jawab,nanti salah salah malah vivi marah banget sama aku.
“ada apa gi…?”,desak Icha.

Setelah lama diam, baru aku jelasin kejadiannya. Icha kaget, aku diam takut kalo Icha marah dan musuhin aku. Lalu ia tersenyum.
“Masa sich, gi..?”, Icha nga yakin.
“Bener swer dech” jawabku
Lalu Icha berdiri, tanpa kau duga dia melepas t-shirtnya
“Gi, lepasin lagi si bruno”, pinta Icha, aku menatap vivi heran.
“Iya lepasin, aku pingin diliatin lagi”,
Laulu aku lepasin si bruno dan bruno pun langsung menjilat jilat paha Icha. Tangan Icha meremas remas spraiku, menhan geli. Dia senyum senyum, tapi lama kelamaan suarnya seperti orang merintih, karena mulai terangsang dengan jilatan si bruno.
“Virgi…, tarik Cdku gi..”, rintih Icha.
Aku langsung melepas CD Icha tanpa diperintah dua kali. Tangan Icha melepas branya, melihat adegan itu aku juga terangsang, aku lepas juga cd dan braku. Sekarang aku juga bugil tanpa ada sehelai benangpun menutup tubuh mulusku, Icha juga bugil.
“Gi… suruh bruno jilatin vagina aku, ayo gi…”, pinta Icha.
Suaranya mulai serak , aku pegang bruno dan mengarahkan kepalanya ke vagina Icha. Bruno langsung menjila vagina vivi.
“Ooooch, achkkk ochhhh…”suara vivi mengerang.
Matanya sudah mulai merem, kakinya semakin terbuka lebar. Lidah bruno semakin lincah menjilat jilat lobang vagina Icha, aku melihat penis bruno sudah mulai keluar, warnanya kemerah merahan. Aku angkat si bruno, maksudku biar bruno menjilat dada Icha.
“Gi.., kenapa diangkat bruno”, tanya Icha.
“Aku mau bruno jilat dada kamu Cha..” Rupanya Icha juga melihat penis bruno,
“Gi lihat penis si bruno keluar, rupanya dia terangsang juga gi”
“iya …”, jawabku
“Sebentar gi, aku nungging dulu”, lalu Icha nungging.
“Gi, suruh bruno masukin penisnya gi, aku mau disetubuhi si bruno” pinta Icha.
“Apa..?”tanya ku kaget.
“Iya aku pingin disetubuhi bruno” Jawab Icha.

Lalu aku angkat kaki depan si bruno, aku letakkan di punggung Icha. Aku arahkan penisnya biar masuk ke vagina Icha. “Achhh..” Icha menjerit kecil,
“ochhk… ackhh… ockhh”’ jerit vivi membuatku tambah terangsang.
“Icha…, aku pingin kamu jilati vagina ku Cha, aku juga mau merasakan enaknya”, pinta ku sama Icha.
“Ayo .. sayang berbaring didepan ku sayang, kata Icha”’

Rupanya Icha sudah ngga ingat apa apa lagi, yang dia tau hanyalah kenikmatan disetubuhi bruno.
“Ooooch…ochhhh….ochhhh… enak, penis bruno panjang dan keras…enak sekali..”kata Icha dalam erangannya.
Si bruno semakin kencang menggenjot vagina Icha, Icha juga semakin garang menjilat vaginaku, sesekali dihisapnya cairan pelicin yang keluar dari vaginaku.
“Ooooooooooch…” erangan panjang Icha terdengar,
Icha tersungkur di perutku, rupanya Icha sudah orgensme. Tapi bruno tetap mengocok ngocokkan penisnya, karena Icha sudah ngga nungging lagi jadi penis bruno juga nempel dipunggung Icha, dan gesekan itu hanya dipunggung Icha, sampai bruno juga memuncratkan cairan dari penisnya.

Akhirnya kami terbaring dan sampai ketiduran karena letih. Waktu dibangunin si mbok, rupanya hari sudah jam sembilan malam. Malam itu Icha nginap dirumahku, dia nelpon maminya untuk minta izin nginap dirumahku. Waktu mau tidur malam kami cerita cerita mengenai yang kami alami tadi sore, dan buat janji ngga diceritain ke orang orang. Biar Icha yakin aku ngga cerita ke orang orang, Icha minta aku bersetubuh dengan bruno esok hari.

Keesokan harinya waktu pulang sekolah aku diajak Icha kerumahnya, untuk minta izin ke maminya mo nginap dirumahku lagi, sekalian mengambil baju seragam sekolah, karena hari ini Icha pake baju seragam sekolah ku. Sorenya aku dan Icha naik taksi ke rumahku. Sampai dirumah kami mandi berdua, setelah mandi aku disetubuhi bruno seperti menyetubuhi Icha kemarin. Akhirnya kami ketagihan disetubuhi bruno, jika Icha lagi nafsu dia nginap dirumahku dan malamnya bruno menyetubuhi Icha. Tapi kalo mami ku dirumah kami ngajak bruno jalan jalan dengan mobil di mobil bruno menyetubuhi Icha. Kadang kadang aku disetubuhi bruno dimobil.

Perbuatan itu kami lakukan sampai sekarang. Begitulah kisahku…, sekarang aku sudah kuliah semester dua.

TamaT

 

 

Kisah Di Sebuah Pulau


Sebagai seorang pimpinan cabang di suatu bank daerah, Yeni mendapat tugas di sebuah daerah yang baru menjadi kabupaten di propinsi Sumatera Barat. Jika dipikir, sebetulnya Yeni tidak suka dipindah ke pulau itu, namun tugasnya sebagai pegawai negeri tidak bisa ditolak. Bagaimanapun Yeni tidak ingin karir yang sudah dirintisnya selama beberapa tahun harus habis.

Untuk itu ia harus berkorban dan rela meninggalkan suaminya yang bekerja di ibukota propinsi. Bagaimanapun mereka adalah pasangan suami istri yang masih menjalani masa pengantin baru.

Untuk menempuh kabupaten tersebut harus melalui laut dan naik boat yang setiap minggu hanya ada 1 kali pelayaran. Saat Yeni menempati kantor barunya, Beni ikut serta mengantar ke pulau itu. Bagaimanapun ia khawatir akan istrinya yang memang cantik itu. Apalagi kalau ia ingat saat menaiki boat, hampir semua mata anak buah boat itu memandang lain kepada Yeni. Namun Beni tidak mengambil peduli. Ia amat mendukung karir istrinya itu.

Sesampainya di pulau, Yeni langsung menuju ke rumah dinasnya di sana. Di pulau itu kehidupan masyarakatnya memang tergolong masih terbelakang. Selama satu minggu Beni berada di pulau itu mendampingi istrinya yang mulai bekerja di kantor bank pemerintah daerah. Selama satu minggu itu pula Beni selalu menyirami Yeni dengan kemesraan yang biasa mereka lakukan sebagai suami istri. Beni menyadari Yeni tidak bisa terlalu sering datang ke kota propinsi. Jika ia rindu, Beni saja yang datang ke pulau itu untuk memberikan jatah seksnya kepada Yeni.

Karena Beni mendapatkan tugas belajar ke luar negeri dari kantornya, maka saat itu komunikasi Yeni dan Beni agak terhenti dan membuat Yeni tidak dapat menerima belaian dan kemesraan dari Beni. Hanya hubungan telepon yang mereka lakukan.

Pernah satu saat Yeni dengan teman-teman sesama karyawan di bank ia bekerja pulang ke kota propinsi dan menumpang kapal yang biasa mereka tumpangi, diganggu oleh anak buah kapal yang memang dari pertama kali Yeni datang selalu memperhatikan tindak-tanduk Yeni. Namanya Salube. Salube adalah penduduk asli di pulau itu. Salube selalu merperhatikan saat Yeni bersama Beni dan saat itu bersama 2 orang temannya yang seluruhnya perempuan yang akan pulang ke kota.

Di antara mereka bertiga hanya Yeni yang amat mengundang minat para lelaki di atas kapal itu, sedang yang lainnya sudah pada berumur dan tidak begitu menggoda. Kalau dilihat sosok Yeni, memang cantik. Selain itu ia memiliki tubuh yang semampai. Yeni berumur 27 tahun kulit putih dan dada yang seimbang dengan bentuk tubuhnya. Bibirnya juga mengundang pria untuk mengulumnya. Yeni memiliki leher yang jenjang dan di tengkuknya ditutupi oleh rambut halus sehingga menonjol sekali kecantikannya ditambah sepasang kaki yang panjang bak belalang.

Sedang Salube, sebagai anak kapal amat bertolak belakang dengan Yeni. Selain kulitnya hitam dan badannya pendek, mukanya juga amat menakutkan jika terus dipandang. Belum lagi jika berpapasan baunya amat menyengat hidung.

Selama perjalanan pulang Yeni tidak mengubris godaan dari Salube. Yeni serasa mau muntah jika dekat Salube, namun Salube tetap menggodanya. Untunglah jarak dengan kota telah dekat.

Saat Yeni akan berangkat kembali ke pulau itu untuk bekerja, mau tidak mau Yeni harus menumpang kapal itu lagi. Selama perjalanan Yeni amat khawatir terhadap Salube. Sebagai seorang wanita, ia tidak mungkin membentak Salube, namun Salube kembali mencoba menggoda Yeni dengan kata-kata rayuan supaya Yeni mau berteman dengannya. Yeni selalu membuang muka. Ingin rasanya ia mengadukan perbuatan Salube itu kepada nakhoda kapal itu, namun tidak mungkin. Bagaimanapun Yeni bekerja di daerah yang notabene tempat kelahiran Salube. Akhirnya Yeni menerangkan kepada Salube.

“Saya mohon jangan diganggu, soalnya saya memiliki suami dan saya ke sini untuk kerja. Harap anda maklum,” Yeni menerangkan.

Sedang Salube hanya tersenyum, dan berkata, “Kak, jangan sombong.. di pulau ini… segalanya bisa terjadi.. Saya tau suami kakak.. tidak ada, namun tolong terima saya sebagai kawan dan anggap saya sahabat kakak…..” Salube menerangkan.

Dengan marah Yeni meludah dan berkata “Apa kata kamu… Kamu kira kamu bisa apa.. Kamu jangan ancam saya seperti itu… Kamu bisa repot… Bapak suamiku orang berpengaruh di kota. Kamu bisa ditangkap tau!” kata Yeni ketus.

Lalu Salube berkata, “Baiklah kita liat saja dalam beberapa waktu nanti Kakak pasti bertekuk lutut ke saya minta belas kasian…”

Yeni hanya diam memperhatikan Salube berlalu dan membiarkan ancamannya. Setelah kejadian itu, seperti biasa Yeni bekerja dan melakukan aktifitasnya di kantornya. Jarak rumah dan kantornya tidak terlalu jauh hanya 5 menit jika jalan kaki. Sesampai di luar kantornya, Yeni berpapasan dengan Salube, yang saat itu hanya berjalan seorang diri.

Yeni hanya memalingkan muka tidak ingin bertatapan mata dengan Salube, padahal saat itu Salube baru saja datang dari tempat gurunya untuk minta ramuan pemikat sukma. Bagaimanapun ia amat sakit hati dilecehkan Yeni. Dengan mantra dari gurunya Salube mencoba memanggil nama Yeni…

“Yeni, kamu mau kemana?”

Ajaib, Yeni yang sebelumnya amat membenci Salube dan jijik kepadanya tiba-tiba berhenti lalu berpaling menatap Salube…. Sambil memandang wajah laki-laki itu, dijawabnya pertanyaan Salube.

“Saya mau pulang ke rumah, Be.” katanya.

“Boleh saya antar kamu sampai ke rumah?” Dalam hatinya, Salube merasa girang. Mantra dari gurunya tampaknya akan berhasil.

Yeni menatap mata Salube selama beberapa saat. Lalu ia pun tersenyum manis.

“Silakan…. jika tidak keberatan.” Segala kebencian Yeni saat itu sirna dan rasa simpatinya muncul. Yeni tidak menyadari bahwa sukmanya telah dipermainkan oleh Salube.

Sesampainya di rumah dinasnya, Yeni mempersilakan Salube masuk.

“Silakan masuk, Be…” kata Yeni. “Duduk aja dulu, ya? Saya mau ke belakang sebentar…”.

Yeni menutup kembali dan mengunci pintu rumah dinasnya yang terletak agak jauh dari rumah penduduk lainnya.

Salube duduk di ruang tamu sambil terus membaca mantra. Di pulau itu Salube amat ditakuti. Dengan bantuan gurunya, semua wanita di pulau itu yang menarik hatinya telah pernah ia gauli, tak peduli masih gadis maupun sudah jadi istri orang. Kini, ia bertekad sepenuh hati untuk melakukan hal yang sama terhadap Yeni. Sejak datang ke pulau itu bersama suaminya, Yeni tidak luput dari perhatian Salube. Ia ingin menaklukkan Yeni.

Salube pun pernah mengintip saat Yeni berhubungan badan dengan suaminya. Itulah salah satu faktor yang membuat Salube ingin merasakan tubuh Yeni. Di pulau itu tidak satu pun orang yang akan melarang perbuatan Salube. Ia juga pernah menggauli seorang dokter wanita yang ditugaskan ke pulau itu beberapa tahun lalu. Namun sang dokter yang ayu itu kini telah pindah tugas ke kota.

Beberapa saat kemudian Yeni datang dan membawa air minum untuk Salube.

“Diminum airnya ya, Be?”

Lalu Yeni duduk di depan Salube dan bertanya.

“Dari mana, Be?”

“Saya dari kapal” jawab Salube.

Secara tak sengaja rok kerja Yeni tersingkap dan terlihatlah CD merah Yeni oleh Salube. Yeni tidak sadar dari tadi Salube terus memperhatikan belahan paha Yeni. Yeni terus berbicara mengenai kantornya dan ia belum sempat salin pakaian kerjanya.

Salube berkata, “Yen, tukar aja dulu pakaian kamu.”

Yeni menuruti perkataan Salube. Ia lalu berjalan ke kamar. Salube pun mengikuti dari belakang. Yeni membiarkan Salube mengikutinya ke kamar. Bagaimanapun saat itu Yeni telah berada dalam pengaruh Salube.

Di kamar, Yeni lalu membuka blouse kerjanya bagian atas, sedang Salube terus memperhatikan dengan seksama, sambil air liurnya naik turun. Sebentar lagi Yeni akan berada di dekapannya…. Setelah blouse terlepas dari tubuh Yeni dan yang tertinggal hanya BH pink 34b itu, Salube berdiri menuju Yeni.

Dari belakang, ia belai bahu dan tengkuk Yeni yang putih mulus itu. Bulu-bulu halus di tengkuk Yeni ia ciumi dengan mulutnya sehingga aroma parfum Yeni yang telah bercampur bau tubuh Yeni menambah nafsu Salube. Yeni memejamkan mata. Sekarang ia berada dalam pengaruh gairah Salube. Suaminya tidak ia ingat lagi.

Lalu Salube membuka pengait BH Yeni itu dan membuangnya ke lantai sehingga kedua payudara Yeni jadi terbuka. Dengan kedua tangannya Salube meremas dan memilin puting susu itu dari belakang, sementara mulut Salube terus menciumi leher jenjang yang terawat itu.

Rambut Yeni ia sisipkan ke tepi supaya Salube dengan mudah dapat meciumi tengkuk dan leher Yeni.

Setelah Yeni terbangkitkan gairahnya, Salube membawanya ke tempat tidur di kamar Yeni. Ia baringkan tubuh Yeni. Salube terus membelai dada putih itu. Memerahlah kedua payudara Yeni karena kenakalan tangan Salube.

Yeni telah melupakan ketakutannya kepada Salube. Juga ia tidak merasa jijik jika berdekatan dengan Salube. Buktinya, saat itu Salube leluasa menjamah tubuh mulusnya dengan rakus.

Salube berpindah ke kaki Yeni. Ia ciumi jari kaki itu, lalu naik ke betis dan sampailah ke lutut dan paha Yeni. Ini amat membangkitkan sensasi tersendiri bagi Yeni. Yeni hanya pasrah, biarlah Salube yang mengambil peranan sejak saat itu.

Tangan Salube membuka rok kerja Yeni yang masih melekat. Rok itu menggangu kegiatan Salube. Yeni belum sempat menukar rok kerjanya saat itu.

Setelah rok itu tanggal, terpampanglah sepasang paha yang ditutupi segi tiga pengaman berwarna merah. CD merah itu lalu ia turunkan dari kedua kaki Yeni dan terlihatlah sejumbut bulu halus yang menutupi lobang vagina Yeni.

Dengan jari tangannya, lobang itu ia korek. Yeni merasakan terbang ke awang-awang. Daging kecil di belahan vagina Yeni ia pilin dan lobang itu pun mulai basah oleh air kenikmatan Yeni.

Sementara itu di tubuh Yeni yang telanjang mulai banyak mengeluarkan keringat menandakan Yeni telah terangsang hebat. Salube pun menghentikan permainannya. Ia tanggalkan seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya.

Ia minta Yeni untuk memegang penisnya, “Yen, pegang ini punya saya…”

Yeni diam dan mencoba memegangnya. Ia amat takjub… Penis Salube amat besar dan panjang, bewarna hitam sedang kepala bajanya cukup lebar. Ia sempat bergidik karena miliknya amat kecil dan belum pernah melahirkan. Milik suaminya juga tidak terlalu panjang dan besar.

Salube meminta Yeni untuk mengulumnya dengan posisi 69. Dengan sedikit jijik, Yeni membawa penis Salube ke mulutnya. Yeni mulai menjilatinya, lalu ia kulum maju mundur. Salube sendiri terus memainkan lobang kemaluan Yeni. Ia pilin-pilin daging kecil itu. Sesekali tangannya meremas susu Yeni yang bergoyang karena gerakan tubuh Yeni menahan gairah.

Kurang lebih 18 menit Yeni telah dua kali mengalami orgasme, sedamg Salube memiliki ketahanan yang lama. Baru saat akan memasuki menit ke-20 ia muntahkan spermanya di mulut Yeni. Setelah itu Yeni berdiri ke kamar mandi dan muntah karena ia jijik akan sperma Salube yang sempat tertelan olehnya.

Salube hanya diam menunggu Yeni di tempat tidur sambil menaikkan kembali penisnya supaya tegak. Ia percaya Yeni tidak akan bisa menolak pengaruhnya. Beberapa saat kemudian Yeni masuk ke kamar dan kembali ia duduk di pinggiran ranjang.

Salube kembali menaikkan nafsu Yeni dengan memilin puting susu Yeni sehingga puting itu tegak menantang menandakan Yeni sudah kembali bergairah. Lalu tangan Salube merengkuh pinggang Yeni. Salah satu jarinya masuk ke dalam lobang vagina Yeni. Yeni menuruti saja kemauan Salube.

Salube ingin permainan ranjang itu dilanjutkan dengan masuknya penisnya ke dalam lobang Yeni. Salube lalu merengkuh sebuah bantal dan meletakkannya di pinggul Yeni sehingga vagina Yeni terbuka. Namun Yeni kembali menutupkannya dengan merapatkan kedua kakinya, sambil berkata, “Be…, saya tak ingin kamu masukkan punyamu ke dalam saya. Saya takut hamil. Saat ini saya tidak memakai alat KB.”

Yeni yang meskipun telah diliputi nafsu masih sempat berpikir untuk tidak mau beresiko dalam hubungan seks dengan Salube. Ia khawatir akan hamil akibat Salube. Jika dengan Beni ia tidak ambil peduli, ia ingin hubungannya dengan Beni tetap normal dan ia pun ingin terus setia dengan lembaga perkimpoiannya.

Lalu Salube berkata, “Tenang saja, kamu takkan hamil, ya? Nah buka lagi, Yen?” sambil tangannya membuka kedua kaki Yeni yang berbetis indah itu.

Setelah kedua kaki Yeni terbuka, lalu ia tekuk ke atas dan penisnya yang dari tadi tegak menantang ia arahkan ke bibir vagina Yeni. Agak hati-hati ia geserkan penisnya, sedang Yeni hanya menahan nafas ia sadar sebentar lagi vaginanya akan diaduk penis Salube yang amat besar itu. Penis Salube masuk setengah dan ia dorong terus. Yeni sesenggukan menahan nyeri di lobangnya.

“…Auuggggghhhhh…..auuuuuhhh, sakit… Salube..!!” jerit Yeni.

Salube tidak mempedulikan jeritan Yeni. Ia genjot terus pinggulnya sehingga seluruh penisnya masuk ke dalam vagina Yeni. Salube terus menggenjot dan Yeni amat tersiksa karenanya.

Inilah saat-saat yang diingini Salube. Ia penasaran saat melihat Yeni bersetubuh dengan suaminya. Amat mempesona Salube… maka ia terus genjot Yeni selama 20 menit… Yeni hanya mendengus antara rasa nyeri dan kenikmatan. Salube melampiaskan nafsunya ke tubuh Yeni karena ia amat cemburu melihat Yeni saat bersebadan dengan Beni, di kamar dan ranjang yang sama.

Salube termasuk tipe laki-laki ********* yang sanggup bertahan lama dalam berhubungan seks. Apalagi dengan wanita secantik Yeni.

Keringat membasahi kedua tubuh telanjang yang sedang berdempet itu amat kontras. Tubuh putih mulus Yeni ditunggangi oleh tubuh hitam yang berbulu milik Salube. Pada menit ke-25 barulah Salube muntahkan spermanya yang banyak ke dalam vagina Yeni.

Yeni sejak tadi telah beberapa kali mengalami klimaks orgasme sehingga ia tidak menyadari bahwa Salube telah menumpahkan spermanya ke dalam rahimnya. Karena Yeni tidak mencegahnya, Salube sengaja membiarkan saja penisnya terus tertanam di dalam tubuh Yeni. Baginya, hal itu terasa sangat nikmat karena mencerminkan keberhasilan penaklukannya dan pelampiasan nafsunya terhadap Yeni secara total.

Setelah itu tubuh Salube terhempas di atas tubuh Yeni yang mulus itu. Penisnya ia biarkan masih di dalam vagina Yeni. Salube lalu tertidur, begitu pula Yeni. Mereka begitu kelelahan setelah keduanya mengeluarkan energi yang begitu banyak untuk bersenggama. Di luar rumah mereka hujan turun dengan deras.

Menjelang pagi Salube bersama Yeni kembali mengulang permainan ranjang itu. Yeni yang semula agak malu-malu dan amat jijik kepada Salube, sejak saat itu aktif mengambil peranan dalam memuaskan nafsunya. Dengan tidak malu-malu Yeni telah bisa mengulum dan menjilat setiap inci tubuh Salube. Tidak terkecuali penis Salube. Begitu juga sebaliknya dengan Salube.

Sejak kejadian itu Salube dan Yeni terus melakukan hubungan seks. Mereka melakukannya baik di rumah Yeni atau pun di gubuk Salube di hutan bakau pulau itu. Tindakan Yeni ini tidak diketahui oleh teman-temannya di bank. Ia dan Salube benar-benar menyimpan rapi affair mereka. Selama Beni tugas belajar, Yeni dan Salube tidak pernah absen melakukan hubungan seks.

Yeni sebenarnya menyadari, dan khawatir kalau-kalau ia akan hamil. Karena itu akhirnya Salube terlebih dahulu selalu memberikan pil KB untuk diminum Yeni sebelum bersenggama dengannya sehingga Yeni tidak akan hamil.

Sampai Beni pulang dari luar negeri pun Yeni tetap melayani Salube. Baginya Salube amat perkasa dan jantan.

TAMAT

 

[serial] Ranjang Yang Ternoda Bag 07


*********************************
STANDARD DISCLAIMER

Cerita bersambung ini ditulis dimaksudkan sebagai hiburan bagi mereka yang sudah dewasa. Di dalamnya termuat kisah erotis dan dewasa terkait dengan hubungan seksual. Jika anda termasuk dalam golongan minor yang masih berusia di bawah umur dan atau tersinggung serta tidak menyukai hal-hal yang berkenaan dengan hal tersebut di atas, tolong JANGAN DIBACA. Internet adalah media bebas untuk menyalurkan semua kreasi.

Cerita ini adalah karya fiksi. Semua karakter dan peristiwa yang termuat di dalamnya bukanlah tokoh dan peristiwa nyata. Kemiripan akan nama dan perilaku ataupun kejadian yang terdapat dalam cerita ini murni ketidaksengajaan dan hanya kebetulan belaka. Penulis tidak menganjurkan dan atau mendukung aktivitas seperti yang diceritakan.

Cerita ini diperbolehkan disebarluaskan secara gratis namun tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersil tanpa menghubungi penulis dan teamnya terlebih dahulu. Bagi mereka yang ingin menyebarluaskan cerita ini secara gratis, diharapkan untuk tetap mencantumkan disclaimer ini.

Copyright (c) 2007 Pujangga Binal & Friends.
Special Script-Credits : Myst, Sil, JS, HDL, Les & TC
(Thank you all for your support & permission!)

Pbinal.SensualWriter.Com.
*********************************

SERIAL: RANJANG YANG TERNODA

BAGIAN TUJUH (PART 7 OF 12)
DALAM PELUKAN PRIA TUA
Oleh Pujangga Binal & Friends

Kamar VIP tempat Hendra dirawat mulai terlihat membosankan bagi Alya, dia ingin segera pulang dan membawa suaminya meninggalkan kamar rumah sakit yang berbau obat ini untuk kembali menjalani hidup bersama di rumah sendiri. Ibu muda yang cantik itu duduk termenung di samping jendela kamar sambil melamun, pandangannya tak berpindah dari halaman rumah sakit yang asri dan dipenuhi pepohonan menghijau, walaupun hari sudah gelap tapi pemandangan taman tetap terlihat karena nyala terang lampu hias di taman. Malam mulai menggelayut dan gelap menyelimuti hari. Pandangan Alya beralih dari satu lampu ke lampu yang lain, setelah bosan ia beralih memperhatikan pepohonan tinggi yang menunduk seakan tertidur lelap di tengah malam yang sunyi.

Pikiran Alya termenung lebih jauh lagi, seperti apa kehidupan mereka selanjutnya dengan keadaan Mas Hendra yang seperti ini? Separuh tubuhnya sudah lumpuh, masa penyembuhannya akan berlangsung lama, belum lagi pengaruh psikisnya pada Mas Hendra dan keluarga mereka. Pekerjaan Mas Hendra memang masih bisa dikerjakan dari rumah melalui internet bahkan perusahaan Mas Hendra sudah mengatakan opsi pekerjaan tersebut bisa dikerjakan oleh Mas Hendra selama sakitnya. Mereka tidak akan memecat Hendra, melainkan tetap memperkerjakannya walaupun tetap berada di rumah karena kemampuan Hendra memang tidak ada duanya dan dia sangat dibutuhkan untuk tetap bekerja. Walaupun begitu, akan tetap butuh waktu bagi mereka semua untuk menyesuaikan diri.

Alya menatap keluar halaman dengan pandangan yang makin mengabur. Bagaimana dengan dia sendiri? Kuatkah dia menghadapi semua masalah demi masalah yang makin lama makin besar dan meremukkan seluruh jiwaraganya? Kuatkah dia untuk terus berada di samping suaminya sementara hidupnya terus berada di bawah ancaman pria tua busuk seperti Bejo Suharso? Keluhan pelan keluar dari mulut Alya, wanita cantik itu hanya bisa berharap ini semua segera berakhir.

Terdengar ketukan pelan dari pintu, Alya melirik ke jam dinding, siapa gerangan yang mengetuk jam segini? Jam bezuk sudah lewat dan Alya tidak menunggu siapapun termasuk Dodit, Anis ataupun Lidya sementara Opi sudah dititipkan pada Bu Bejo. Siapa yang malam ini datang? Susterkah? Jarang sekali suster masuk ke dalam ruangan jam segini, biasanya mereka datang hampir tengah malam.

“Halo… halo… kamu sendirian ya sayang? Bagus! Ayo kita bersenang-senang!”

Alya hampir menjerit ketika sosok gemuk Bejo Suharso masuk ke dalam kamar sambil menyeringai. Dengan bantuan tangannya sendiri, Alya membekap mulut agar tidak menjerit dan menimbulkan kegaduhan. Pak Bejo datang seorang diri, pria tua itu bahkan dengan berani menggeser kursi yang ada untuk memalang pintu kamar, siapapun yang hendak masuk akan kesulitan membuka pintu kecuali kursi itu disingkirkan. Alya meringkuk ketakutan di pojok ruangan. Berulang kali wanita cantik itu melirik ke arah suaminya yang masih lelap. Kepada siapa Alya harus minta pertolongan? Keringat deras mengalir di dahinya.

“Ayo… ayo… tidak usah takut. Ini aku, sayang. Kekasihmu tercinta.”

Bejo berjalan tegap ke arah istri Hendra yang pucat pasi dan ketakutan, kangen sekali rasanya dia pada si molek ini.

Alya menggeleng. “Jangan mendekat! Jangan mendekat!!”

Alya bangkit dan mencoba melarikan diri, tapi tangan besar Pak Bejo lebih cekatan dari gerakan Alya yang panik. Dengan satu sentakan, Alya dilempar kembali ke pembaringan di samping tempat tidur Hendra yang masih terlelap. Di kamar VIP itu, memang disediakan satu pembaringan untuk tamu penunggu pasien.

“Jika kau mau semua ini berakhir, diam dan layani aku.” bisik Pak Bejo mengancam.

###

Lidya tidak bisa tidur malam ini, saat makan malam tadi Andi mengatakan kalau dia harus pergi lagi selama seminggu ke luar kota. Suaminya itu mengatakan kalau ternyata ada beberapa pekerjaan kantor yang belum tuntas diselesaikan saat dia ke dinas di sana seminggu yang lalu. Karena pekerjaan itu sifatnya mendesak, besok Andi harus segera terbang lagi kesana dan membereskannya.

Sebenarnya bukan perpisahan selama seminggu dengan Andi yang membebani batin Lidya, melainkan rasa takutnya kembali berdua saja dengan ayah mertuanya yang cabul. Pantas saja Pak Hasan memaksa Lidya menjadi budaknya seminggu ini, ternyata mertuanya itu sudah lebih dahulu tahu kalau Andi akan pergi dinas lagi selama seminggu. Membayangkan senyum ejekan menggaris di bibir Pak Hasan, ingin rasanya Lidya menamparnya. Menjijikkan sekali! Orang yang tadinya dianut sebagai pengganti orang tua, malah menjebloskannya ke lembah hina.

“Mass…,” Lidya menggelayut manja di pundak suaminya yang baru saja naik ke ranjang. “Apa perginya tidak bisa ditunda? Mas Andi kan baru saja pulang, belum sampai seminggu di rumah sudah pergi lagi.”

“Maaf sayang, tidak bisa, aku tetap harus pergi besok. Kamu tahu sendiri kan ini sudah masuk jadwal rutin akhir tahun anggaran, pekerjaan di daerah menumpuk sementara teman kerjaku malah cuti karena istrinya melahirkan, tidak ada orang lain lagi selain aku yang bisa mengerjakannya, padahal rencananya bulan depan bos besar akan datang dari Singapore, reportnya harus segera selesai dalam minggu ini.” bisik Andi yang sudah mulai memejamkan mata, dia lelah sekali hari ini.

“Terus aku bagaimana?” desah Lidya lagi.

“Kamu bagaimana gimana? Kamu ya di rumah aja, aku kan cuma seminggu, nggak lama, lagi pula ada Bapak di rumah. Dia bisa menemani kamu selama aku pergi, kamu tidak perlu takut kesepian, kalau butuh jalan-jalan tolong temani Bapak keliling-keliling cari kontrakan baru. Siapa tahu bapak bosan di rumah terus.”

Lidya merengut, kalau diberi kesempatan dan diperbolehkan, dia justru ingin menghajar mertuanya yang dengan biadab telah memperkosa dan mempermalukannya itu, tapi Lidya tentu saja tidak mungkin melakukannya.

“Aku kan masih kangen,” rayu Lidya manja sambil menciumi bagian belakang leher suaminya. “baru beberapa hari kamu di rumah… malam ini… kamu… kita…”

Andi yang tertidur sambil membelakangi Lidya geli diciumi oleh istrinya, diapun membalikkan badan. “Aduh sayang, jangan sekarang ya… aku capek sekali.”

Setelah mendorong Lidya agar menjauh sedikit, Andi kembali berbalik dan terlelap.

Lidya mencibir dengan kesal.

###

“Apa mau Pak Bejo?” tanya Alya geram. Dia menyimpan kekhawatiran pada tatapan mesum lelaki tua itu.

“Buka resleting celanaku!” perintah Pak Bejo.

“Sinting! Gila! Pak Bejo pikir ini dimana? Ini rumah sakit! Bagaimana nanti kalau ada orang masuk?” Alya mengeluarkan keringat dingin karena tegang. “Lagipula aku tidak mau melakukannya di depan Mas Hendra!!” tambah Alya. Si cantik itu mencoba mengelak dengan segala cara namun pergelangan tangannya dipegang erat oleh Pak Bejo. Alya buru-buru mencari cara lain untuk meloloskan diri dari situasi gawat ini. “Aku akan layani Pak Bejo kalau kita sudah sampai rumah nanti! Tidak di sini, tidak sekarang! Pokoknya aku tidak mau!”

“Aku tidak peduli. Kamu pikir selama ini aku tidak mengamati kegiatan di rumah sakit ini? Aku lebih pintar dari yang kau kira, sayang. Suster tidak akan datang ke kamar ini dalam waktu seperempat jam ke depan dan sekarang bukan jam bezuk, jadi tidak akan ada orang lain di sini kecuali kita berdua, Mbak Alyaku yang cantik jelita.” Pak Bejo terkekeh digdaya, “Coba lihat suamimu itu. Kasihan sekali kan kalau sampai arah infusnya berbalik? Darahnya akan tersedot ke atas… hehehe. Kau sadar tidak, mudah sekali kalau aku ingin menyakiti orang-orang yang kamu cintai kapanpun aku mau. Kalau tidak ingin Mas Hendra kucelakai sampai mampus di tempat ini juga, sebaiknya kau segera buka resleting celanaku dan sedot kontolku sampai aku puas!”

Alya menatap Pak Bejo tak percaya, ia memutar otak mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang sedang ia hadapi, tapi memang tidak ada jalan lain yang aman baginya kecuali melayani kemauan bajingan tua ini. Keselamatan Mas Hendra lebih penting dari martabatnya yang sudah tak ada harganya lagi. Alya akhirnya menurut, ia jongkok ke bawah, membuka kancing lalu menarik turun kait resleting celana Pak Bejo. Setelah dibuka, Alya menarik turun celana panjang berikut celana dalam yang dikenakan oleh pria tua itu sampai ke betis. Kemaluan Pak Bejo yang besar dan panjang meloncat keluar dari celana dalam yang ia kenakan dan menampar pipi mulus Alya.

Ingin sekali rasanya Alya menendang kantung kemaluan Pak Bejo dan melarikan diri dari ruangan ini, tapi melihat Hendra yang lelap tak berdaya Alya tahu ia harus tunduk dan menuruti semua kemauan Pak Bejo. pria tua itu menjambak rambut Alya dan menariknya ke belakang, wajah Alya menengadah ke atas dan bertatapan mata langsung dengan mata jalang Pak Bejo.

Wajah takluk Alya membuat Pak Bejo tersenyum puas. Dengan jari-jari nakalnya, pria tua itu memainkan rambut indah Alya lalu dengan kasar dia mendorong wajah Alya mendekati kemaluannya.

“Sedot.” Bisik Pak Bejo, suaranya pelan namun tegas.

Alya tahu, dia harus segera melayani kemauan Pak Bejo saat ini juga atau pria tua yang jahat itu akan menghajarnya seperti beberapa waktu yang lalu. Pak Bejo memang tidak berperasaan, dia menyuruh Alya mengoral kemaluannya tepat di hadapan sang suami yang masih lelap, belum lagi kalau ada suster yang datang. Benar-benar nekat orang tua tak tahu malu ini. Mereka berada cukup dekat dengan ranjang penunggu pasien tempat Alya biasa tidur menemani Hendra.

“Kamu mau ketahuan orang? Mumpung sepi, cepat sedot.” Gertak Pak Bejo sekali lagi.

Alya melirik ke arah Hendra yang masih terlelap, lalu menatap sengit mata Pak Bejo.

Alya mencondongkan badan ke depan dan membuka mulutnya perlahan. Si cantik itu menelan batang kemaluan Pak Bejo dan memainkan lidah di sekitar ujung gundulnya. Alya memegang kontol Pak Bejo dengan lembut dan mengocoknya perlahan. Si cantik itu mendorong Pak Bejo agar tidur terlentang di ranjang penunggu pasien dan ia mulai menjilati seluruh batang kemaluan lelaki tua itu, mulai dari kantungnya, lalu batang, sampai ke atas. Jilatan lidah Alya membuat Pak Bejo terangsang dan belingsatan, enak sekali rasanya.

Nafas Pak Bejo kian berat, ia sangat menyukai perasaan berkuasa seperti ini. Ia merasa seperti seorang raja yang sedang dilayani oleh selirnya. Saat ini pria tua itu tahu apapun yang ia perintahkan pasti akan dilaksanakan ibu muda yang seksi itu. Membayangkan wanita secantik Alya melakukan hal-hal yang memalukan membuat Pak Bejo terangsang. Kontolnya langsung ngaceng, bahkan akan meledak mengeluarkan air mani seandainya tidak ditahan-tahannya.

Lama kelamaan, seluruh batang pelir Pak Bejo sudah tertelan oleh Alya, kepalanya naik turun bersama gerakan mulutnya mengocok kemaluan sang lelaki tua dari ujung gundul sampai kantung kemaluan. Pak Bejo memiringkan kepala Alya dan menyibakkan rambut yang menutup wajah cantiknya. Ia ingin melihat langsung kontolnya keluar masuk bibir mungil wanita secantik Alya, pemandangan indah itu membuatnya semakin terangsang.

Benar saja, hanya beberapa detik melihat Alya mengoral kemaluannya, Pak Bejo sudah siap mencapai klimaks. Pria tua itu mengencangkan cengkramannya pada rambut Alya dan menggerakkan kepala wanita jelita itu seraya memompakan penisnya ke dalam mulut Alya. Si cantik itu memberontak sesaat, tapi tatapan galak Pak Bejo meluruhkan niatnya, nyali Alya menciut dan Pak Bejo pun membentaknya galak. “Ayo dikulum terus! Kenapa berhenti?”

Walau kesal dan jengkel tapi Alya tak melawan sedikitpun. Si cantik itu melumat kontol Pak Bejo seiring gerakan sang pria tua menggiling kemaluannya memasuki tenggorokan Alya dengan gerakan yang sangat cepat sampai-sampai si cantik itu tak sempat menarik nafas. Lama kelamaan sodokannya makin cepat dan pendek sementara nafas Pak Bejo terdengar mendengus-dengus. Alya yakin pria tua itu pasti akan segera mencapai puncak kenikmatan.

“Mainkan kantungku,” lenguh Pak Bejo sambil menggemeretakkan gigi. Pria itu masih terus menyodokkan kemaluannya ke mulut Alya. Begitu jari-jari lembut Alya menyentuh kantung kemaluannya, Pak Bejo tidak kuat lagi, ia langsung mencapai klimaks dengan cepat. Diiringi lenguhan panjang, Pak Bejo menyemprotkan cairan cintanya. Pria tua itu memaksa Alya menerima semua semprotan pejuh dengan mulutnya, tangan Pak Bejo bahkan memegang kepala Alya erat-erat agar si cantik itu menelan semua semprotan air maninya tanpa ada yang tersisa. “Telan!” desak Pak Bejo melihat Alya enggan menerima air maninya, perintah Pak Bejo terpaksa dituruti oleh ibu muda yang cantik itu karena takut dan ia ingin sesegera mungkin mengakhiri sesi oral seks dengan orang tua bejat itu.

Merasakan penisnya dikulum dan pejuhnya ditelan mentah-mentah oleh Alya membuat Pak Bejo sangat puas. Setelah penis Pak Bejo menembakkan peluru pejuhnya yang terakhir, pria tua itu meringis dan menarik penisnya dari kuluman Alya. Beberapa tetes air mani kental ikut terbawa saat ia menarik kemaluannya. “Bersihkan kontolku.” Perintah pria tua itu.

Dengan hati-hati Alya menjilat dan menelan setiap tetes pejuh yang membasahi kemaluan Pak Bejo. Bibir si cantik itu belepotan air mani sang pria tua, Alya memang sengaja tidak menelan seluruh cairan yang keluar dari kemaluan Pak Bejo karena jijik, pejuh putih kental menetes dari sela-sela mulutnya dan jatuh di atas lantai. Pak Bejo menepuk-nepuk kepala Alya dan mengenakan kembali celananya dengan penuh kepuasan.

“Memang enak seponganmu, Mbak Alya,” kata Pak Bejo. “mungkin Mas Hendra bisa sembuh dari lumpuhnya dan bangun dari tempat tidur kalau kau sepong terus tiap hari.”

Sambil tertawa terbahak-bahak Pak Bejo melangkah pergi meninggalkan kamar tempat Hendra dirawat, Alya menatap kepergian orang tua bejat itu dengan penuh kebencian. Beberapa orang suster yang sedang duduk beristirahat di ruang administrasi menatap heran langkah jumawa dan senyum sumringah Pak Bejo meninggalkan bangsal, baru kali ini ada orang yang tertawa terbahak-bahak usai mengunjungi pasien yang sakit parah, keterlaluan sekali orang ini.

Sepeninggal Pak Bejo, Alya membersihkan lantai yang basah oleh air mani dengan tissue dan mencuci mulutnya di kamar mandi.

Tanpa sepengetahuan Alya yang telah masuk ke kamar mandi, setetes air mata mengalir di pipi Hendra.

###

Andi memasuk-masukkan tasnya ke dalam mobil, bersiap hendak berangkat. Matahari pagi terasa jauh lebih panas dari biasanya, walaupun enggan meninggalkan istrinya yang jelita sendirian di rumah lagi, Andi tetap harus berangkat.

“Yakin nih, Mas? Bakal seminggu lagi?” tanya Lidya sambil memendam rasa kecewa. Belum tuntas rasanya ia melepaskan rasa rindu dan mencari perlindungan pada suaminya, ternyata kini Andi harus pergi lagi. “Apa nggak bisa dipercepat pulangnya?”

“Maunya sih begitu, sayang. Tapi ini kan perintah langsung dari atasan, aku tidak bisa bilang tidak. Aku coba lihat nanti berapa banyak pekerjaan yang numpuk, kalau memang bisa pulang lebih awal, aku pasti pulang.” Andi tersenyum lembut melihat istrinya cemberut, ia tahu Lidya kecewa. Dengan penuh rasa sayang dikecupnya bibir sang istri. “Aku janji, kalau pulang nanti akan aku bawakan oleh-oleh makanan kesukaanmu.”

Lidya masih tetap cemberut.

Tiba-tiba saja Pak Hasan datang dan dengan santai merangkul pundak Lidya. Wanita cantik itu tentu terkejut sekali, berani-beraninya Pak Hasan merangkulnya di depan Andi!

“Jangan khawatir, Bapak pasti akan menjaga istrimu baik-baik, Ndi.”

“Iya, Pak. Untung saja ada Bapak di sini, jadi Lidya tidak akan kesepian.” Kata Andi.

Dasar bodoh, amuk batin Lidya, andai saja suaminya itu tahu, kalau selama ini justru ayahnya yang telah memperlakukan Lidya seperti seorang pelacur jalanan. Dengan gerakan sesopan mungkin, Lidya menurunkan tangan Pak Hasan yang tadinya merangkul pundaknya.

“Aku pergi dulu yah, sayang.” Pamit Andi, “Pak, titip Lidya ya.”

“Iya. Hati-hati di jalan.” Pak Hasan menyeringai. Ia sangat bahagia diberi titipan yang sangat berharga oleh anaknya itu, seorang wanita jelita yang seksi yang bisa ia tiduri kapan saja ia mau.

Lidya terdiam saat mobil Andi berangkat meninggalkan rumah.

Ketika mobil itu menghilang dari pandangan, tangan Pak Hasan langsung beraksi, meremas-remas pantat bulat Lidya. Si cantik itu menghardik mertuanya dan melangkah masuk ke rumah dengan sewot. Pak Hasan meringis penuh kemenangan.

###

Dina mengejap-kejapkan matanya yang masih mengantuk. Semalam suntuk ia tak bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi hari ini. Pak Pram dan Pak Bambang telah menyewakan satu kamar hotel mewah yang semalam ia gunakan untuk beristirahat, tapi Dina tetap tak bisa tidur, ia ingin tahu bagaimana kabar anak-anaknya, bagaimana kabar Alya dan Lidya – adiknya dan bagaimana kabar Anton suaminya.

Proposal yang diajukan Pak Bambang adalah pisau bermata ganda yang bisa membuat mereka sekeluarga hidup berkecukupan walaupun hidup terpisah tapi juga akan membelenggu hidupnya sebagai istri seorang idiot pewaris kekayaan seorang konglomerat yang sudah sangat tua. Apa yang akan dilakukannya?

Langkah kaki Dina terasa berat menyusuri lorong hotel mewah menuju kamar pertemuan yang berada di ujung. Dalam hati kecilnya, Dina merasa dirinya bagaikan seorang narapidana yang hendak dihukum mati. Ia memang bersalah, ia sudah bersedia melacurkan diri untuk menyelamatkan kelangsungan hidup keluarga, ia berani menanggung resiko sebagai wanita jalang yang mau melayani kemauan binal orang-orang tua tak tahu diri. Ia merasa bersalah, karena telah mengkhianati janji pernikahan dengan Mas Anton. Seandainya hari ini Anton memutuskan untuk memberikannya pada Pak Bambang… sepertinya… Dina rela…

Wanita cantik itu mengambil tissue dari kantong bajunya dan menghapus airmata yang menetes perlahan membasahi pipi. Beberapa orang penjaga melirik ke arah Dina dengan pandangan meremehkan, bibir mereka tersungging menghina dan merendahkan, menambah pedih sakit di dalam hatinya. Langkah kaki yang terasa berat membuat pinggul Dina bergerak pelan, bagi para penjaga, gerakan pantat Dina bagaikan suguhan pertunjukkan yang mengasyikkan, seandainya wanita ini tidak lagi diinginkan oleh pimpinan mereka, ingin rasanya mereka mencicipi tubuhnya yang indah.

Pintu besar ruang pertemuan dibuka lebar, beberapa orang menemani Dina masuk ke dalam. Di dalam ruangan, terdapat sebuah meja besar dengan kursi yang saling berhadapan. Di sisi jauh, Pak Bambang, Pak Pramono, beberapa orang pegawai pemerintah berjabatan tinggi serta beberapa orang asisten sudah sedari tadi menunggu Kedatangannya. Sementara di kursi yang menghadap ke arah mereka, duduklah suami Dina dengan kepala menunduk tanpa berani diangkat.

Dengan wajah lesu Dina duduk di kursi yang telah disediakan di samping suaminya.

Pak Bambang dan Pak Pramono duduk dengan tenang sementara asistennya mengeluarkan beberapa lembar berkas dan meletakkannya di hadapan Anton dan Dina. Sepasang suami istri itu tidak saling memandang dan terdiam membisu, perasaan keduanya kacau balau.

“Ini adalah berkas-berkas yang perlu ditanda-tangani seandai kalian berdua bersedia menerima penawaran dari Pak Bambang. Dengan menandatangani surat-surat ini, kalian berdua akan resmi bercerai secara sah dan legal.” Kata asisten Pak Bambang.

Dina dan Anton menatap tak percaya surat-surat yang berada di hadapan mereka. Bagaimana mungkin Pak Bambang dan Pak Pramono bisa menyediakan surat cerai bagi mereka dalam waktu yang sangat singkat? Anton menatap geram kedua orang tua yang sangat kaya itu dan yakin, surat ini bisa turun tentunya dengan menyogok petugas pemerintah yang mengurusnya. Ada uang ada barang. Bagi orang sekaya Pak Bambang, mudah sekali mendapatkan surat-surat yang diinginkan, apalagi hanya surat cerai bagi kaum menengah sepertinya. Mereka bahkan tidak perlu menghadiri sidang perceraian atau apapun, hanya menandatangani surat-surat ini, pernikahan mereka sudah berakhir. Urusan legalitas dan administrasi sudah ditangani oleh dua pengusaha kaya yang memeras mereka itu, segala sesuatunya benar-benar sudah disiapkan.

Tubuh Dina gemetar ketakutan melihat surat-surat di hadapannya sementara Anton membolak-balik kertas dengan geram. Benar-benar sudah lengkap semua yang dibutuhkan, tidak ada celah sedikitpun bagi Anton dan Dina untuk berkelit.

“Keputusan sekarang berada di tangan kalian berdua.” Kata Pak Pram.

Anton menatap Dina dengan pandangan sedih yang tak terkatakan, Dina menatap suaminya kembali dan menggelengkan kepala. Anton menunduk sedih tanpa mampu mengucap kata-kata. Tangannya memegang pena dengan gemetar, Anton bingung, perasaannya bimbang, apa yang harus ia lakukan? Manakah keputusan yang terbaik bagi semuanya?

Mata Anton menatap surat-surat berisi pemberian modal usaha dan surat tanah serta hak milik rumah dan tempat usaha yang akan diberikan Pak Pramono bersamaan dengan surat cerainya. Anton menatap Pak Bambang, Pak Pramono dan akhirnya ia melirik ke arah cincin yang dulu ia sematkan di jari manis sang istri saat prosesi pernikahan mereka.

“Baiklah, sudah saya putuskan.” Kata Anton.

Dina menutup mata dan menarik nafas karena tegang, saat ini yang bisa dilakukannya hanyalah berharap.

###

Aneh sekali rasanya memasak hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya, Lidya merasa risih sekali, apalagi di belakangnya, Pak Hasan menyantap sarapan di meja makan dengan wajah bahagia. Siapa orang yang tidak senang, makan pagi ditemani seorang wanita cantik laksana bidadari yang hanya mengenakan handuk sebagai penutup tubuh. Apalagi handuk milik Lidya berukuran medium, hanya bisa menutup sebagian balon buah dada dan berada tipis di atas paha, jika dia merunduk sedikit, pasti selangkangannya akan terlihat dengan jelas dari belakang. Dalam situasi normal, Lidya tidak akan mau berpakaian senekat ini, tapi ini bukan situasi normal, Lidya sedang berada di bawah kekuasaan sang ayah mertua yang bejat. Pria tua itu menghendaki menantunya memasak dan menghidangkan sarapan hanya dengan mengenakan handuk.

Lidya geram dan jengkel sekali pada sang mertua karena memperlakukannya seperti pelacur hina. Yang lebih mengerikan lagi adalah penyakit Pak Hasan yang suka memamerkan tubuh Lidya di depan keramaian. Tempo hari saat berjalan-jalan di mall, Lidya bahkan dipermalukan dengan dipaksa melayani dua laki-laki tak dikenal, yang pertama seorang pengemudi taksi dan yang kedua seorang laki-laki hidung belang. Entah apa lagi yang diinginkan Pak Hasan karena seminggu ini dia harus bersedia dijadikan budak seks lelaki tua mesum itu.

“Nduk, kamu masaknya sudah selesai belum? Makan siang kan masih lama, apa tidak sebaiknya kamu selesaikan nanti saja memasaknya?” tanya Pak Hasan setelah menyelesaikan sarapannya. Lidya yakin, pasti si tua ini ada maunya.

“Sudah hampir selesai, Pak.” Jawab si cantik itu dengan nada suara datar.

“Aku tadi sudah mencuci baju dan celana, tapi belum aku jemur. Bisa minta tolong dijemurkan sebentar di lantai atas?”

Bukan permintaan yang aneh-aneh. Tumben.

“Bisa, Pak. Setelah ini selesai.”

Pak Hasan berdiri dan mensejajari menantunya, pria tua itu geleng-geleng kepala. Andi memang benar-benar lelaki yang beruntung, lihat saja perempuan mulus yang menjadi istrinya ini, kurang apa lagi? Wajahnya cantik jelita, tubuhnya seksi seperti biola, kulitnya putih mulus seperti pualam, rambutnya panjang dan hitam, payudaranya montok dan kencang, pantatnya bulat dan memeknya masih sangat rapat. Benar-benar spesimen perempuan yang sangat menggairahkan. Dengan main-main Pak Hasan menepuk pantat menantunya pelan.

“Tentunya tidak baik menjemur pakaian di halaman belakang hanya memakai handuk seperti ini.” kata Pak Hasan. “Aku carikan baju untukmu.”

Lidya curiga, tapi diam saja dan hanya mengangguk mengiyakan. Pak Hasan bersiul-siul aneh sambil melangkah meninggalkan dapur, Lidya menarik nafas lega. Saat itulah tiba-tiba Pak Hasan membalikkan badan dan melucuti kemeja yang sedang ia pakai.

“Hah, bodohnya aku ini. Semua bajuku kan sedang dicuci, bagaimana kalau kau pakai dulu kemejaku ini saja?”

Lidya menunduk lesu, ini dia rupanya, si tua ini memang selalu ada saja maunya. Dengan langkah malas Lidya mendatangi ayah mertuanya dan menerima kemeja yang diberikan padanya. Kemeja itu adalah sebuah kemeja putih tipis yang menerawang, seandainya dipakai pasti akan terlihat sangat seksi.

“Bagaimana celananya?” tanya Lidya.

“Celana apa? Siapa yang menyuruhmu pakai celana?” Pak Hasan belagak bodoh. “Aku hanya ingin melihatmu pakai kemeja ini dan menjemur pakaian di atas sana. Tentunya tidak usah menggunakan BH dan celana dalam pula, hari ini panas sekali, aku takut kamu kepanasan, kasihan sekali.”

Mulut Lidya menganga terheran. Dia tidak percaya mendengar permintaan Pak Hasan. Mertuanya itu memintanya menjemur pakaian di tingkat atas hanya mengenakan sehelai kemeja tanpa baju yang lain? Bagaimana kalau nanti terlihat oleh tetangga sebelah rumah? Rumah Andi dan Lidya memang cukup besar, dengan pagar tinggi melindungi bagian tengah hingga belakang. Untuk menjemur pakaian, Lidya biasa menggunakan lantai atas yang terbuka dan kosong. Walaupun tidak akan terlihat langsung oleh tetangga-tetangga yang berada di bagian depan rumah, namun keerotisan Lidya bisa terlihat jelas oleh tetangga samping dan belakang seandainya mereka secara tidak sengaja mendongak dan menatap ke atas.

“Apa ada masalah?” Pak Hasan mendekatkan wajahnya ke arah Lidya sambil menatapnya galak. Lidya tahu, pria tua itu bisa menyakitinya kapan saja ia mau, hanya satu cara untuk menghindari pukulannya yaitu dengan menuruti semua permintaannya. Toh, Lidya sudah bersedia menjadi budak seksnya untuk seminggu ini.

“Ti-tidak, Pak… tidak ada masalah…” Lidya menundukkan wajahnya yang ayu.

Pak Hasan terkekeh lagi sambil menyerahkan kemejanya pada Lidya.

###

 

Sudah beberapa hari ini Anissa malas bangun dan keluar dari kamar. Ia ingin pulang saja ke rumah, ia ingin menghindar sejauh mungkin dari tempat terkutuk ini, tapi dengan kecelakaan yang menimpa Mas Hendra, Anis harus siap merawat Opi jika Bu Bejo sedang berhalangan karena Mbak Alya lebih sering berada di rumah sakit.

Walaupun sudah mandi dan makan, Anis lebih suka berdiam diri di kamar, sejak diperkosa oleh Pak Bejo yang bejat, Anissa berubah total. Perangainya yang tadinya manis dan ceria berubah menjadi seorang gadis yang paranoid dan menutup diri. Anissa bahkan tidak mau berlama-lama di luar kamar walaupun itu ditemani oleh Dodit sekalipun.

Hari ini Dodit akan seharian berada di rumah sakit menemani Mbak Alya karena kondisi Mas Hendra drop lagi. Bu Bejo sudah pulang dan Opi sekolah, sepertinya hari ini Anis bisa sedikit tenang. Ia merasa lelah karena setiap hari menangis, Dodit mengira Anissa menangis karena mengkhawatirkan kakaknya yang masih berada di rumah sakit, tapi gadis itu sebenarnya menangis karena meratapi nasibnya yang malang, diperawani oleh seorang pria tua yang bejat menjelang hari perkimpoiannya.

“Jangan melamun terus. Sudah makan belum?”

Kaget sekali Anissa mendengar suara itu, siapa yang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya? Apa dia tadi lupa mengunci pintu?

Sosok tua menjijikkan mendekati Anis dengan langkah penuh keyakinan.

Suara Anissa tercekat dalam tenggorokan ketika ia melihat pria tua yang telah merenggut kegadisannya tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamarnya! Ia tidak mendengar suara pria busuk itu masuk ke dalam rumah. Dengan langkah arogan dan pandangan mata bengis penuh nafsu birahi, Pak Bejo berjingkat-jingkat menuju ranjang Anis. Mata pria tua itu bersinar-sinar jalang, membuat bulu kuduk si cantik Anis merinding.

“Ya Tuhan, ini tidak mungkin… tidak mungkin terjadi lagi… tidak lagi…” bisik Anissa pada diri sendiri. Gadis itu meraih selimutnya yang tebal dan menutupi tubuhnya yang indah, tapi tentunya sia-sia saja. Dengan sekali sentak, selimut itu melayang jauh ke pojok kamar, membiarkan tubuh Anissa terbuka lebar untuk dinikmati sang pria tua yang bejat. Pak Bejo menubruk tubuh gadis muda itu sebelum Anissa sempat melarikan diri. Mereka sempat bergumul sesaat di atas ranjang sebelum akhirnya Pak Bejo berhasil menangkup buah dada Anissa yang ranum di balik kaos yang dikenakannya dalam cakupan jemarinya yang kotor.

“Aku dengar seharian ini kamu tidak mau keluar kamar, anak manis?” tanya Pak Bejo sambil memainkan payudara Anissa yang masih berada di balik baju. “Kenapa? Kamu malu sudah tidak perawan lagi? Kamu malu sudah bersetubuh denganku?”

“Dasar bajingan!” desis Anis geram.

“Aku tadi berbincang-bincang dengan Mas Doditmu. Dia mengira kamu tidak ingin diganggu seharian ini karena sedang tidak enak badan dan ingin beristirahat, dia sama sekali tidak tahu akulah penyebab semua ini, dia tidak tahu aku sudah menjebol selaput daramu yang sangat berharga itu. Dia tidak tahu kalau aku telah memperoleh keperawanan pengantinnya yang cantik jelita.” Pak Bejo terkekeh-kekeh saat mengucapkan kata-kata yang melukai perasaan Anissa itu, “Dia tidak bisa menolongmu waktu kau kuperkosa, jadi jangan harap tunanganmu itu akan menolongmu sekarang. Mas Doditmu itu sedang menunggu Pak Hendra di rumah sakit, dia tadi bahkan menitipkan salam untukmu. Katanya Non Anis yang cantik diminta minum obat supaya lekas sembuh, makanya aku datang kemari untuk memberikan obat.”

Air mata Anissa mulai turun, dia takut sekali.

“Karena disuruh mengantar obat, maka harus saya sampaikan toh?” Pak Bejo terkekeh lagi. “Ini obatnya…” Dengan gerakan cabul, Pak Bejo meremas selangkangannya sendiri dan menghunjukkan benjolan penis di celananya ke wajah Anissa. Gadis itu memalingkan wajahnya dengan sebal, ia menghardik Pak Bejo karena kesal. Tapi Pak Bejo merenggut rambut Anis dan menyentakkannya kuat-kuat sampai-sampai gadis itu menjerit kesakitan. sekilas tercium bau minuman keras dari mulut Pak Bejo, apakah pria tua itu sempat mabuk sebelum masuk ke kamarnya? Anis tidak berani bergerak banyak karena takut oleh ancaman Pak Bejo. Melihat mangsanya hanya pasrah, tangan Pak Bejo bergerak bebas meremas-remas payudara ranum Anissa.

“Tolong kasihani aku, tinggalkan aku sendirian…” bisik Anissa lemah, “tolong…”

“Rasanya Mas Dodit pasti akan sangat berterima kasih seandainya kita berdua memberinya hadiah yang terindah yang akan selalu ia ingat sepanjang hidup.” Tangan Pak Bejo turun dari dada Anis ke perutnya, tangan itu menepuk pelan perut langsing Anis, “Hadiah terindah berupa seorang anak dari kekasihnya tercinta yang didapatkan dari sperma seorang pria tua buruk rupa.”

Anissa menutup mulutnya karena kaget dan takut, dia terhenyak berdiri dari posisinya yang rebah di ranjang, dia memang sudah diperkosa Pak Bejo, tapi gadis itu tidak akan mau dihamili oleh sang pria tua yang menjijikkan itu! Dia tidak sudi! Sayang, walau sudah berusaha bangkit, tapi tangan nakal Pak Bejo masih tetap erat memeluk tubuh indahnya.

“Jangan! Saya mohon, Pak! Kita tidak bisa melakukan ini! Saya ingin menikah dengan Mas Dodit, jangan hancurkan impian saya, jangan hancurkan kehidupan saya!” air mata Anis menetes membasahi pipi.

Pak Bejo menarik tubuh Anissa dan memeluknya erat, gadis itu terpaksa mundur ke belakang dan membiarkan tubuhnya bersandar di perut gendut sang pria tua. Tangan Pak Bejo mulai beraksi, tangan kanannya menyusuri buah dada ranum Anissa sementara tangan kirinya menggosok-gosok selangkangan si cantik itu. Anissa sendiri tak tahan diperlakukan penuh nafsu oleh Pak Bejo, gadis itu bisa merasakan kejantanan sang pria tua digesek-gesekkan ke pahanya.

Dengan menggunakan mulutnya, Pak Bejo melalap daun telinga Anissa sambil berbisik kepadanya. “Aku tidak melarang kamu menikah dengan siapapun, Non Anis. Kamu boleh menikah dengan Dodit atau siapa saja, aku hanya ingin menyetubuhimu tiap kali aku mau. Itu saja. Layani aku dengan baik dan aku tidak akan mengganggu hubungan kalian. Tapi kalau kau melawanku, aku bersumpah, kau tidak akan pernah merasakan lagi yang namanya cinta kasih sejati! Akan kubuat Mas Doditmu itu menderita!!”

Anissa bergetar ketakutan dalam pelukan si tua bejat, Pak Bejo bisa merasakan gerakan tubuh gadis muda itu. Anissa makin bingung, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Anissa menendang tulang kering kaki Pak Bejo dan meloncat turun dari tempat tidur.

“Auuughh!! Lonthe!!!” maki Pak Bejo geram.

Pak Bejo menjerit kesakitan dan meraung penuh amarah mengejar sang gadis yang lari ketakutan dalam keadaan panik. Karena harus memutari ranjang untuk mencapai pintu, Anissa kalah cepat dari Pak Bejo yang meloncati ranjang dengan beringas, gadis itu kembali tertangkap olehnya. Dengan kekuatannya yang hebat, Pak Bejo menyeret Anis ke tempat tidur. Dengan mudah ia memutar tubuh gadis muda itu dan menghempaskannya ke ranjang. Pak Bejo kemudian melucuti pakaiannya sendiri, sekali lagi Anis melirik ke arah pintu dan mencari saat yang tepat untuk bisa melarikan diri.

“Jangan coba-coba.” Bentak Pak Bejo saat melepas kemejanya. Ia tahu apa yang sedang direncanakan oleh gadis muda itu. Karena Anissa terus melawan, dengan terpaksa pria tua itu mengeluarkan pisau lipat yang selalu ia kantongi. “Aku tidak mau menggunakan ini, manis. Tapi kalau sampai kau melakukan hal yang aneh-aneh, aku terpaksa mengiris-iris tubuhmu dan memberikannya pada anjing tetangga.”

Kemarin, ancaman pisau inilah yang mengakibatkan Anissa kehilangan keperawanannya. Kali ini ancaman pisau Pak Bejo kembali berhasil berhasil melunakkan perlawanan Anis. Gadis itu terdiam pasrah tanpa berani melawan, matanya menatap ngeri pada pisau yang diacungkan oleh Pak Bejo sementara keringatnya mengalir deras. Dengan bebas Pak Bejo mendapatkan keinginannya.

“Aduh, aku tidak tahan lagi, anak manis. Sejak datang ke rumah ini, tubuhmu itu selalu membuat penisku ngaceng nggak turun-turun. Hari ini aku jamin, aku akan memuaskanmu dengan baik sampai-sampai kau tidak akan mampu berjalan tegak lima hari lima malam, hahaha. Kau bisa memilih, kita melakukan hal ini bersama-sama dengan lembut atau aku akan memaksamu melakukannya dengan kasar. Bagaimana? Pilih yang pertama kan? Kalau setuju, buka pakaianmu itu pelan-pelan!”

Anissa masih berbaring tanpa daya dan tak mampu mengucapkan kata-kata. Semuanya berlangsung begitu cepat seperti mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir. Pak Bejo berdiri di depan Anis dengan gelisah dan tak sabar, pria tua itu sudah melucuti pakaiannya sendiri sampai hanya mengenakan celana dalam. Anis tahu Pak Bejo pasti akan memperkosanya dengan cara yang paling menyakitkan seandainya dia menolak. Satu-satunya jalan agar semua ini berlangsung tanpa rasa sakit adalah menuruti semua kemauannya. Dengan berat hati Anissa mencopot kaos dan mulai menelanjangi dirinya sendiri di hadapan sang pemerkosa.

Satu persatu pakaian yang dikenakan Anissa dilepas, atasan, bawahan dan BH yang ia kenakan semuanya sudah lepas. Gadis itu hanya mengenakan celana dalam dan menggunakan pakaian yang tadi ia lepas sebagai pelindung untuk menutup dadanya yang telanjang. Anissa bergetar ketakutan sambil menyembunyikan diri dari pandangan penuh nafsu Pak Bejo. Pria itu tidak kenal kompromi, ia mendekat ke arah Anis, menarik pakaian penutup dada Anis dengan kasar dan melemparnya jauh-jauh. “Sekarang celana dalamnya!” bentak Pak Bejo.

“Pak Bejo…” isak Anissa, “tidak bisakah kita…”

“Copot celana dalamnya, atau kau akan menyesal nanti,” Pak Bejo menatap Anis dengan galak sampai gadis itu ketakutan. Sambil terisak, Anis melepaskan pelindung tubuhnya yang terakhir, celana dalamnya.

“Gadis pintar.” senyum puas membentang di wajah pria cabul itu ketika dia menatap jalang selangkangan Anissa yang telanjang, “Sekarang berbaringlah ke ranjang dan buka kakimu lebar-lebar.”

Anissa menelan ludah dengan rasa takut yang membuncah, tapi gadis itu mengikuti perintah Pak Bejo. Setelah kembali berbaring di ranjang, Anis membuka pahanya lebar, memberikan akses pada Pak Bejo menatap liang kewanitaannya yang memerah. Anis melirik ke bawah dan melihat Pak Bejo sedang melucuti celana dalamnya sendiri dengan terburu-buru, penisnya yang berukuran besar melejit keluar seperti cemeti. Nafas Anis makin berat ketika dia menyaksikan benda yang sebentar lagi akan dilesakkan ke liang vaginanya yang masih rapat. Benda itu benar-benar sangat besar, akan terasa sangat menyakitkan seandainya dimasukkan ke dalam kemaluannya. Perut Anissa melintir dan mual menyaksikan ukuran kemaluan Pak Bejo, karena takut, gadis itu kembali menutup kakinya rapat saat Pak Bejo mulai merangkak di atas ranjang mendekati mangsanya.

###

Anton meraih pena dan menandatangani surat cerai dengan tangan gemetar. Tiap goresan di atas kertas bagaikan pisau yang merobek-robek hati Dina. Seperti inikah akhir pernikahannya dengan Mas Anton? Seperti inikah berakhirnya masa-masa susah senang yang telah mereka arungi berdua bersama? Benarkah suaminya itu tega menjual istri untuk melarikan diri dari hutang dan tanggung jawab? Walaupun di kemudian hari Anton, Dina dan anak-anak tidak akan pernah kekurangan uang lagi, tapi…

“Selamat tinggal… sampaikan maafku pada anak-anak… ” bisik Anton lemah, tidak ada kekuatan dalam ucapan itu. Suara Anton terdengar seperti seorang lelaki yang sudah kalah perang. Anton menatap wajah Dina untuk yang terakhir kali, lalu mencium wanita jelita itu dengan penuh kasih sayang, sebuah ciuman terakhir. Dengan langkah tertatih Anton meninggalkan ruangan sambil membawa file-file kepemilikan modal, rumah dan tanah di kota lain yang diberikan oleh Pak Pramono. Entah masa depan seperti apa yang akan ia hadapi nanti, yang jelas, Dina dan Anton tidak akan pernah bertemu kembali.

Dina melepas kepergian suaminya dengan tertunduk lesu. Airmatanya sudah kering dan ia tak mampu lagi menangis. Inikah kelanjutan hidupnya? Menjadi menantu Pak Bambang yang pernah menidurinya? Sebuah foto yang berada di atas meja menjadi ketakutan lain bagi Dina, apakah ia akan bersedia menjadi istri seorang lelaki yang tidak saja buruk rupa namun juga idiot?

Dina tahu, demi masa depan anak-anaknya dan demi kelangsungan hidup mereka, itulah kehidupan baru yang harus dijalaninya. Di bawah payung perlindungan Pak Bambang, Dina dan anak-anak tidak akan pernah lagi hidup kekurangan, walaupun untuk mendapatkan semua ini, dia harus menjual diri.

Dina menandatangani surat cerai dengan Anton. Ia tidak menangis sama sekali.

Pak Pramono menyalami Pak Bambang atas keberhasilannya mendapatkan seorang menantu yang sangat cantik dan seksi.

###

Lidya mengelap keringat yang menetes di kening. Akhir-akhir ini sinar matahari sangat panas dan menusuk kulit. Si cantik itu geleng-geleng melihat banyaknya cucian yang diberikan oleh Pak Hasan, sudah berapa hari si tua itu tidak mencuci pakaian? Jangan-jangan dia memang sengaja tidak mencuci baju agar bisa mengerjai Lidya? Satu demi satu baju dan celana yang dijemurnya di tali-tali yang sengaja dipasang.

Lidya sudah tidak mempedulikan lagi penampilannya yang seronok, ia ingin semua pekerjaan hari ini segera selesai dan ia bisa istirahat. Ia sudah tidak peduli lagi pada angin nakal yang berhembus dan melambai-lambaikan bagian bawah kemeja yang ia kenakan. Si cantik itu tidak mengenakan sehelai bajupun kecuali satu kemeja berukuran besar yang diberikan oleh Pak Hasan. Saat angin berhembus meniup bagian bawah tubuhnya, selangkangan Lidya terbuka dan menerima langsung desiran angin yang mengenai kulit dan bibir kemaluannya.

Tanpa sepengetahuan Lidya, penampilan hotnya ternyata mendapat perhatian langsung dari sebelah rumah. Seorang pembantu rumah tangga yang kebetulan sedang membersihkan rumput secara tidak sengaja melihat wanita cantik itu dengan pakaian seronok sedang menjemur pakaian.

Pemandangan yang sangat indah.

Pembantu itu geleng-geleng kepala, dulu sewaktu pasangan muda Andi-Lidya baru datang menempati rumah sebelah, Lidya langsung menjadi perhatian banyak lelaki di sekitar sini, baik yang sudah menikah maupun yang masih bujang. Penampilan wanita cantik itu sangat modern dan hot, membuat setiap mata yang memandang blingsatan, tapi baru sekali ini pembantu itu memperoleh hadiah yang menyenangkan, tubuh seindah itu dipamerkan seenaknya, benar-benar nekat Bu Lidya… seandainya saja dia bisa menikmati tubuh indahnya… ah… mimpi…

Pembantu itu tak bergerak sedikit pun, hanya memandang setiap gerakan gemulai Lidya. Tapi sayang pertunjukan itu tak berlangsung lama, setelah sekitar sepuluh menit menjemur pakaian, Lidya turun kembali ke lantai bawah. Sang pembantu tersenyum puas, ia memang tidak akan pernah bisa mencicipi keindahan tubuh nyonya tetangga, bagai pungguk merindukan bulan, tapi begini saja dia sudah puas.

Sang pembantu kembali melanjutkan tugasnya memotong rumput dengan senyum tersungging di bibir.

Dari balik jendela kamar, Pak Hasan mengelus-elus dagu sambil mengamati gerak-gerik sang pembantu tetangga. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki Lidya turun dari tangga dan melewati Pak Hasan.

“Nduk, sudah selesai menjemurnya?”

“Sudah, Pak.”

“Omong-omong, apa kamu kenal dengan pembantu tetangga sebelah kiri kita ini?” tanya Pak Hasan sambil menunjuk rumah sebelah dari jendela tempatnya bersandar. “Siapa namanya?”

“Pembantu sebelah? Yang laki atau perempuan?”

“Yang laki.” Pak Hasan menunjuk ke luar jendela. “Itu, yang sedang memotong rumput.”

Lidya melihat keluar jendela dan mengenali sosok sang pemotong rumput. “Mas Marto?” Lidya menatap mertuanya curiga, “Kenapa memangnya?”

Pak Hasan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. “Ah nggak…”

Ada senyum aneh menghias bibir lelaki tua itu, senyum yang membuat bulu kuduk Lidya berdiri. “Dulu kita pernah jalan-jalan ke mall. Bagaimana kalau besok pagi kita jalan-jalan ke pasar, Nduk?” tanya Pak Hasan sambil menyeringai lebar, “kita bisa beli sayur-sayuran dan ikan segar.”

Mata Lidya terbelalak ketakutan. Ke pasar? Kalau ingat apa yang dilakukan Pak Hasan saat mereka pergi ke mall tempo hari, pergi ke pasar bersama Pak Hasan bisa jadi hal yang menakutkan untuk Lidya.

Pak Hasan terkekeh melihat menantunya panik. Besok pagi pasti akan menyenangkan sekali.

###

Ruang VIP tempat Hendra dirawat sangat sunyi siang itu, Alya dan Dodit yang biasa menemani Hendra turut tertidur karena kelelahan. Alya terlelap di pembaringan penunggu pasien di samping ranjang Hendra, sementara Dodit duduk di kursi. Dodit lebih memilih menemani calon kakak iparnya karena di rumah Anissa bertingkah laku aneh tidak seperti biasanya. Gadis itu juga tidak menjawab SMS maupun misscallnya, entah apa yang telah terjadi kepada gadis tunangannya itu sehingga sikapnya berubah total. Sendirian saja di ruangan yang sepi, Doditpun akhirnya tertidur, ia terlelap sambil duduk di kursi.

Setelah beberapa kali kepalanya tersentak ke bawah, Dodit terbangun dari tidurnya. Saat ini dia masih berada di kamar VIP Mas Hendra. Calon kakak iparnya itu masih tergolek lemah di ranjang rumah sakit, tertidur oleh pengaruh obat yang menenangkan, entah kapan Hendra bisa mulai sadar dan berinteraksi kembali, hari ini kondisi kesehatannya sangat drop dan sempat mengkhawatirkan, namun dokter sudah datang dan mengisyaratkan kalau Hendra hanya harus beristirahat total.

Kamar VIP yang dihuni oleh Hendra memiliki fasilitas berlebih, terdapat satu pesawat televisi, kamar mandi, lemari pendingin, bahkan terdapat satu ranjang tambahan untuk penunggu pasien. Pembaringan itu biasanya dipakai Mbak Alya, kalau harus bermalam, Dodit memilih tidur di lantai beralaskan tikar tebal.

Siang itu Dodit tertidur saat duduk di kursi sementara Mas Hendra dan Mbak Alya terlelap di ranjang masing-masing. Dodit merenggangkan tangan dan menguap lebar-lebar, capek dan pegal sekali rasanya.

Tiba-tiba terdengar suara desahan.

“Ohh… ehhhmmm…”

Suara apa itu? Dodit melirik ke arah Mas Hendra, masih tetap tidur dengan tenang, siapa yang tadi mendesah? Kali ini Dodit melirik ke arah Mbak Alya. Pemuda itu langsung terkesiap dengan pemandangan indah yang ia lihat. Alya yang sedang tidur nyenyak tanpa sadar menarik rok yang ia kenakan hingga tersingkap ke atas. Mungkin sekali, Alya juga tengah bermimpi sedang bermain cinta dengan seseorang karena desahan-desahan erotis kadang terdengar lirih dari mulutnya. Dengan pandangan yang menatap tajam ke arah paha mulus Alya, Dodit menelan ludah.

Berulang kali Dodit mengusap muka dan berusaha menekan hawa nafsunya, pemuda itu sudah mencoba mengalihkan pandangan ke jendela, tabung oksigen, meja, keranjang buah, televisi, tapi tidak ada satupun yang berhasil menghilangkan pikirannya yang mesum pada Mbak Alya. Sekali lagi Dodit melirik ke arah Alya, alangkah indahnya pemandangan yang ia saksikan. Paha mulus Mbak Alya sudah terlihat utuh hingga sampai ke selangkangannya. Sedikit lagi rok itu tertarik ke atas, Dodit pasti bisa melihat celana dalam yang dipakai oleh calon kakak iparnya itu.

Dodit mengerang, batinnya berkecamuk, terjadi perang antara akal sehat dan nafsu birahi. Dodit menggelengkan kepala mencoba menghapus pikiran busuknya. Mbak Alya adalah calon kakak iparnya. Calon kakak iparnya! Pemuda macam apa dia ini? Tidak tahu malu! Sebentar lagi dia akan menikah dengan seorang gadis yang alim dan manis yang telah susah payah menjaga keperawanan hanya untuk dipersembahkan padanya, sedangkan dia malah nafsu melihat keseksian kakak ipar tunangannya. Tidak, Dodit ingin menjadi pria yang baik dan setia bagi Anissa.

Dodit mencari-cari bungkus rokok di dalam kantong sakunya, ia menjumput satu batang, menjepit rokok itu dengan bibir lalu mencari-cari korek gas di dalam saku lain. Satu-satunya cara untuk menghapus pemandangan indah ini adalah dengan merokok di teras di luar kamar dan…

Rokok Dodit jatuh ke atas lantai. Mulutnya menganga.

Rok Alya tersingkap makin naik, seluruh pahanya sudah bisa terlihat dengan jelas, bahkan kini celana dalamnya pun sudah terlihat seutuhnya. Celakanya, calon kakak ipar Dodit itu mengenakan celana dalam yang tipis menerawang sehingga Dodit bisa melihat apa yang ada di balik celana dalam. Mulut pemuda itu menganga karena terkesima, sangat indah! Sangat indah sekali!

Pikiran alim Dodit sudah melesat meninggalkan raganya. Buru-buru pemuda itu mengambil telepon genggamnya dan segera menyiapkan handphone. Ia tidak akan melewatkan pemandangan seindah ini! Mas Hendra dan Mbak Alya sudah sama-sama lelap dan tidak akan sadar Dodit mengambil gambar-gambar seksi calon kakak ipar dengan kamera telepon genggamnya. Pemuda itupun segera menggunakan kamera handphone untuk mengambil gambar paha dan selangkangan mulus Alya dari berbagai sudut.

Setelah puas mengambil gambar, Dodit melangkah masuk ke kamar mandi, mengunci pintu dan membuka celananya. Ia melucuti celana yang ia kenakan berikut celana dalamnya, setelah itu Dodit membasahi kemaluannya dan mengambil sabun. Sambil membuka file gambar yang berisikan pemandangan paha dan selangkangan Alya, pemuda itu memuaskan birahinya dengan mengocok kemaluannya.

“Uhhhhmmm… Mbak Alya… ohhhhmmm… Mbak Alyaaaa…” desahan memanggil nama calon kakak ipar keluar dari mulut Dodit. Seluruh perasaan galau karena selalu gagal menggauli Anis tumpah ruah kali ini dan yang menjadi fantasi pemuda itu tak lain adalah calon kakak iparnya yang sangat seksi.

###

Sambil berlutut di hadapan kaki Anis yang ditutup rapat, Pak Bejo menggeram. “Buka kakimu! Jangan main-main, anak manis! Aku tahu kalau sebenarnya kau merindukan penisku yang keras ini menjejal di dalam liang memekmu, kan?” tangan Pak Bejo menggenggam erat pergelangan kaki Anissa. Gadis muda itu berusaha melawan dan meronta, tapi Pak Bejo terlalu kuat, ia berhasil membuka paha Anis dengan sedikit paksaan.

Anissa mengerang takut ketika Pak Bejo menarik pergelangan kakinya. Kedua kaki Anis kini diletakkan di samping pinggul Pak Bejo. Pantat Anis diangkat dari tempat tidur sementara pria tua itu meremas-remas pantat sang gadis muda yang ketakutan di depannya. Pak Bejo merenggangkan kaki Anis lebih lebar lagi dan ia membungkuk ke depan, membimbing belalainya yang mulai membesar ke arah memek Anis.

Anissa menahan nafas karena takut, ia merasakan kengerian membuncah di dalam hati ketika bibir kewanitaannya bersentuhan langsung dengan kontol besar Pak Bejo. Dengan senyum menggoda, Pak Bejo mengoles-oleskan ujung gundul kemaluannya ke bibir bawah vagina Anis, rangsangan itu membuat cairan cina Anis meleleh tanpa bisa dibendungnya. Pak Bejo menggerakkan kontolnya naik turun dan dengan sengaja dioles-oleskan ke bibir kemaluan sang dara, pria tua itu seakan meratakan cairan cinta yang meleleh di bibir kemaluan Anis ke seluruh bagian bibir vaginanya.

Akhirnya, dengan penuh nafsu, pria tua bejat itu menatap lekat mata Anis. “Saatnya melakukannya, ya sayang?” Pak Bejo terkekeh sadis.

Anissa menggeleng dan mencoba meronta, tapi ia tidak mampu berbuat banyak karena selain kakinya dijerat oleh kaki Pak Bejo, kini giliran kedua lengannya ditahan di sisi ranjang oleh tangan sang lelaki tua bejat. Ingin rasanya Anis berteriak, tapi ia tahu sia-sia saja melawan pria tua menjijikkan ini.

Dengan satu sentakan penuh tenaga, Pak Bejo mendorong penisnya ke depan, masuk ke dalam memek Anissa dengan satu tusukan yang sangat menyakitkan, Anissa melenguh karena kaget dan merasa perih, bibir memeknya terbelah dan vaginanya menelan batang kontol Pak Bejo. Ukuran penis Pak Bejo yang besar memenuhi rapat liang kewanitaan Anis. Tak mau menahan diri lagi, Pak Bejo terus menyorongkan kemaluannya hingga ujung terdalam vagina Anissa.

Terdengar suara kecipak becek memek Anis, tak terasa, seluruh batang kemaluan Pak Bejo telah melesak ke dalam. Anissa menarik nafas yang terasa berat, matanya terbelalak dan ia bisa merasakan ukuran sesungguhnya dari penis Pak Bejo yang kian lama kian membesar di dalam memeknya.

“Hrghhh!! Bisa kau rasakan itu, manis? Memekmu yang rapet meremas-remas kontolku!” Pak Bejo tertawa menghina, “pasti ini pengalaman baru bagimu ya sayang? Enak kan dientoti terus sama Pak Bejo? Kalau sudah merasakan kontolku, aku yakin kamu tidak akan mau disetubuhi calon suamimu yang kontolnya seupil itu!”

“Tidak mauu…” Anissa merintih, kesadarannya mulai melayang karena rasa sakit yang ia rasakan mulai menguasai seluruh tubuhnya. Tangan kotor Pak Bejo merenggangkan bokong Anissa dengan kasar, lalu sambil menggemeretakkan gigi dengan gemas, Pak Bejo menusuk memek Anis sekuat tenaga. Anis memejamkan mata, besarnya ukuran penis Pak Bejo membuatnya merem melek, ia bisa merasakan tiap sudut batang kemaluan pria tua cabul itu, tiap urat yang menonjol, benjolan kecil atau permukaannya yang kasar, semua bisa ia rasakan. Pak Bejo menggiling liang kewanitaan Anis dengan gelombang serangan bertubi-tubi sampai akhirnya ujung gundul kontol Pak Bejo menabrak ujung terdalam liang rahim gadis muda itu.

Anissa mengembik kesakitan, ukuran penis besar milik Pak Bejo membuatnya tak bisa menahan air mata yang mengalir. Seakan-akan sebatang tiang listrik dilesakkan ke dalam kewanitaannya. Sambil meringis kesakitan, Anis berusaha meronta dan melepaskan diri dari tusukan Pak Bejo. Selangkangannya terasa sangat panas dan nyeri, namun ketika dia meronta, gerakannya malah membuat Pak Bejo makin keenakan. Pria tua itu sudah gelap mata dan terus menusuk ke depan, menimpakan seluruh berat tubuhnya ke badan Anissa.

“Oooohhhh, memekmu rapet bangeeet!” Pak Bejo terengah-engah menyetubuhi Anissa. Ia menarik bokong gadis itu ke belakang dan tubuh mereka saling menampar dengan penis yang masih tertanam di dalam vagina Anis. Kemaluan Pak Bejo merenggang hingga ke ukuran terbesarnya, ia menggoyangkan pinggulnya dan menggiling liang kewanitaan Anissa sampai ke dalam leher rahimnya.

“Mas Dodit… maafkan akuuu… a-aku tidak kuat…” desah Anissa dalam keputusasaannya, ia bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar dan menyerah dalam pelukan sang lelaki tua. Ia belum pernah merasakan gelombang kenikmatan seperti ini menyapu seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan, Anissa mulai menggoyangkan pantat agar kemaluan Pak Bejo bisa masuk ke dalam memeknya lebih dalam lagi.

Pak Bejo puas melihat takluknya Anissa. “Enak kan sayang? Enak kan kontolku? Bisa kau rasakan gerakan kontolku di dalam liang rahimmu, sayang? Bisa kau rasakan geliat kontolku di dalam liang yang telah aku perawani? Bagaimana rasanya disetubuhi seorang pria sejati, sayang? Berbaringlah dan rasakan kenikmatan permainan cinta yang sesungguhnya.” Tiap kata yang diucapkan Pak Bejo bagaikan pisau yang menusuk perasaan Anissa, dia terhina sekaligus menginginkannya.

Karena gerakan pantat Anissa itu melambat, Pak Bejo menarik pinggul gadis itu dan memompakan tubuh mungilnya itu ke arah kemaluannya yang masih tertanam di dalam memek. Pak Bejo menarik kemaluannya keluar dari memek Anissa, menimbulkan rasa sakit karena gesekan yang membakar dinding kewanitaan liang cinta Anis. Lalu dengan kecepatan tinggi, pria tua bejat itu menumbuk vagina Anissa tanpa ampun, berulang kali menusuk hingga terdengar suara kecipak campuran air cinta Anis dan penyerangnya.

“Oghh! Ouughhhhh! Ougggggggghh!!” Anissa mengerang tak berdaya. “Ahhhh!! Ahhhh!!”

Detik demi detik berlalu, Anissa memejamkan matanya, gerakan Pak Bejo makin lama makin stabil, dia ingin seperti ini terus, nikmat luar biasa yang berasal dari selangkangannya membuat Anissa terbang ke angkasa, ia tidak ingin Pak Bejo berhenti. Ia ingin terus disetubuhi. Sejenak Anissa lupa, bahwa pria yang tengah memberikan kenikmatan ini bukanlah orang yang pantas menjadi suaminya.

Kontol tua Pak Bejo keluar masuk dengan mantap menyetubuhi memek Anissa yang basah oleh cairan cinta. Ketika membuka matanya, Anissa mengalihkan pandangan ke arah cermin yang berada di meja riasnya. Bayangan yang berada di cermin membuat gadis itu bergidik ngeri. Tubuh gemuk sang pria tua memeluk erat paha Anis sambil memaju mundurkan pinggul untuk melesakkan kemaluan ke dalam vaginanya. Anissa menatap cermin dengan pandangan tak percaya namun pasrah, ia benar-benar sedang disetubuhi oleh Pak Bejo, orang yang juga telah memerawaninya. Yang lebih menyakitkan lagi bagi Anissa adalah, karena Pak Bejo adalah orang pertama yang memerawaninya, ia merasa begitu nikmat bersetubuh dengan pria tua itu, ia ingin lagi… lagi… dan lagi.

Nafas pria tua itu menjadi lebih pendek dan kembang kempis beberapa menit kemudian, begitu juga dengan gerakan maju mundurnya yang makin lama makin cepat. Ujung gundul kemaluan Pak Bejo makin membesar dan bisa dirasakan perubahannya oleh Anissa. Gadis itu membelalakkan mata dengan ngeri, inilah dia saatnya, pria tua itu akan orgasme di dalam vaginanya! Bayangan tubuhnya yang seksi di bawah pelukan lelaki tua gemuk buruk rupa yang menyemprotkan cairan sperma hangat di dalam vaginanya membuat Anissa muak. Apa yang akan terjadi seandainya ia hamil nanti?

“Ja-jangan di dalam… jangan… aku tidak mau hamil…” protes Anissa di sela-sela desahan nafsunya.
“Diam saja, anak manis.” Sergah Pak Bejo.

Saat yang dinanti pun tiba, Pak Bejo mengangkat kepalanya dengan penuh kenikmatan, ia melolong pelan dan bulat matanya berputar ke belakang hingga hanya bagian putihnya saja yang terlihat. Pria tua itu benar-benar mengalami sensasi kenikmatan yang luar biasa. Anissa memang kalah jelita dibanding Alya yang jauh lebih feminin dan lebih matang, tapi vaginanya yang masih rapat memberikan kenikmatan hingga ke atas awan. Pak Bejo memeluk Anis erat-erat dan menyemprotkan semburan hangat air maninya ke dalam memek dara muda yang basah itu. Anissa hanya bisa terisak histeris karena dia tidak ingin hamil oleh sperma pria busuk ini.

Pak Bejo ambruk ke atas tubuh Anissa. Gadis itu masih terus terbaring di bawah tubuh Pak Bejo yang gemuk sambil menangis sesunggukan. Ia bisa merasakan kontol Pak Bejo yang masih tertanam di dalam liang rahimnya perlahan mengulir keluar. Mereka terdiam seperti itu untuk beberapa saat lamanya sampai Anissa mulai merasakan berat tubuh Pak Bejo membebaninya. Dengan tenaga yang tersisa, Anis bergerak ke samping mencoba melepaskan diri dari pelukan Pak Bejo. Lelaki tua itu mengerang malas dan ambruk ke samping dengan wajah memerah karena kelelahan.

Puas sekali rasanya ia bisa menikmati tubuh Alya dan adik iparnya, Anissa. Dua hari ini Pak Bejo merasakan nikmatnya hidup bagai seorang raja yang memiliki banyak harem. Suara berkecipak menandai lepasnya kemaluan lelaki tua itu dari bibir vagina Anis, air cinta yang bercampur di dalam memek Anispun ikut menetes keluar, leleh seakan menangis.

Anissa memejamkan mata di samping Pak Bejo tanpa berani mengeluarkan sepatah kata, gadis cantik itu terbaring dengan kaki yang terbentang lebar usai digauli dan air mata yang mengalir deras membasahi pipi. Pak Bejo meringis puas sambil menatap tubuh telanjang Anissa dari kepala hingga ke ujung jempol kaki. Keindahan tubuh gadis muda ini telah menjadi miliknya.

“Bagaimana rasanya disetubuhi pria tua seperti saya, Non Anis?” Pak Bejo terkekeh puas, “Kok diem aja? Pasti enak ya merasakan penis besar seperti yang aku punya? Kalau nggak percaya, coba saja rasakan punya Dodit, pasti kalah. Berani jamin.”

Sambil tertawa terbahak-bahak, tangan Pak Bejo maju ke depan, menyelip di antara paha Anis yang basah dan menangkup bukit kemaluan lembut gadis itu. Anissa terisak lagi tanpa bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa membiarkan jari jemari nakal Pak Bejo mempermainkan bibir vaginanya. Pria tua itu membuka lebar-lebar bibir kemaluan Anissa sampai-sampai gadis itu merasa risih, apalagi cairan cinta bercampur sperma Pak Bejo masih meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluan Anissa.

“Wah wah! Banyak juga tadi aku nyembur, kasihan sekali kamu, anak manis. Hahaha.” Pak Bejo tertawa melihat spermanya yang putih kental meleleh keluar dari memek gadis yang baru saja ia gauli. Pria tua bejat itu berdiri meninggalkan ranjang, kontolnya yang besar terkibas kesana sini. Setelah mengenakan celana dan baju, Pak Bejo melirik ke arah Anissa dengan pandangan jumawa.

Untunglah kemudian Pak Bejo memutuskan untuk meninggalkan Anissa. “Tubuhmu lezat sekali rasanya, anak manis. Besok pasti aku datang lagi untuk mencicipimu. Siapkan memekmu dan usahakan kali ini lebih bisa mengimbangi permainanku, jangan diam saja seperti kayu. Hahaha.” Tawa Pak Bejo bagaikan pisau yang mengiris-iris perasaan Anissa. Pria tua yang menjijikkan itu bahkan masih tetap tertawa saat telah melangkah keluar dari kamar Anis, seakan-akan kata-katanya yang cabul adalah hal yang sangat lucu baginya.
Setelah Pak Bejo pergi, Anis berlari ke kamar mandi. Selangkangan gadis itu terasa panas dan gatal, bibir vaginanya membengkak dan basah oleh air mani Pak Bejo. Ia merasa sangat kotor. Anissa jongkok di pojok kamar mandi dan membiarkan air shower menghujani tubuhnya tanpa henti, jari-jarinya bergetar saat ia membuka perlahan bibir vaginanya yang masih terasa sakit, sperma Pak Bejo menetes dari dalam liang cintanya.

Anis ingin menyemprot bersih-bersih kemaluannya dengan air tapi gadis itu tahu semprotan air yang masuk malah akan mendorong dan memperbesar peluang sperma itu membuahi sel telurnya, ia bukan gadis bodoh. Gadis itu terdiam di pojok sambil berharap sperma Pak Bejo sudah keluar semua dari memeknya.

Matanya sembab karena tak berhenti menangis. Ia bingung, ia ingin bertemu sekaligus ingin berpisah dengan Dodit, ia merasa kotor dan tak berharga lagi baginya, ia hanyalah seorang gadis yang sudah kehilangan kesucian akibat diperkosa seorang lelaki tua yang tidak akan bertanggung jawab.

Tak kuat rasanya gadis itu menanggung semua beban, ingin rasanya ia bunuh diri saja.

###

 

 

Pagi itu tidak seperti biasanya, terik panas mentari lebih panas dari biasanya. Keringat lebih cepat menetes walaupun baru berjemur beberapa menit di bawah sinar matahari. Beberapa orang pemuda berkulit gelap menurunkan karung-karung berisi beras dari mobil bak tanpa mengeluh, sementara di bawah, seorang pria berusia paruh baya menghitung karung dan meletakkannya di timbangan besar di mana seorang lelaki lain mengukurnya. Pria paruh baya itu berulang kali mengelap keringat yang menetes dari dahi dengan menggunakan handuk kecil yang ia selampirkan di leher, berkali pula ia menarik topi kerucut yang ia kenakan dan ia kipas-kipaskan ke wajah untuk memberikan angin.

“Panas banget si… hari ini.” keluh sang pria paruh baya.

“Iya bang, kali panas ini gara-gara pemanasan glo… apa tuh… yang disebut-sebut di tipi itu ya?” timpal sang pengukur timbangan.

“Pemanasan global kali maksudnya?” jawab sang pria paruh baya sambil mengerutkan kening.

“Iya yah? Saya sih gak maksud, bang. Ya itu yang dibilang sama abang itu.” Sang pengukur timbangan tersenyum dan tersipu malu.

Sang pria paruh baya menepuk-nepuk pundak sang pengukur timbangan. Tiba-tiba saja satu sosok wanita berkelebat melalui mereka, sosok yang membuat kedua orang itu dan para pemuda yang sedang menurunkan karung beras berhenti bekerja karena takjub.

“Buset! Apaan tuh yang barusan, bang?” tanya sang pengukur timbangan sambil mengucek mata. “Beneran kagak yang lewat? Beneran yah?”

Sang pria paruh baya menatap ke arah sosok yang lewat sambil geleng-geleng tak percaya. “Beneran, Jo. Gila. Yang baru lewat itu beneran.”

Apa yang membuat kedua orang itu dan para pemuda yang sedang menurunkan beras terpukau?

Sosok wanita yang baru saja melewati mereka adalah sosok Lidya. Kali ini menantu Pak Hasan itu mengikuti kemauan gila sang mertua dengan mengantarkannya berjalan-jalan di sebuah pasar kecil yang berada sedikit jauh dari rumahnya. Lidya tidak mau mengambil resiko berjalan-jalan di pasar besar yang berada di dekat rumah karena takut akan ketahuan beberapa orang kenalan atau tetangga.

Sambil menggandeng mertuanya yang tersenyum bangga, Lidya berlenggak-lenggok di lorong-lorong pasar sambil memutar pinggulnya, dia sebenarnya malu sekali melakukan ini di depan orang-orang pasar, tapi mertuanya yang bejat memaksanya tanpa kenal ampun. Seperti waktu berjalan-jalan di mall, Lidya mengenakan baju yang sama sekali tidak sepantasnya dikenakan sewaktu masuk ke dalam pasar.

Lidya hanya mengenakan sebuah kemeja kecil putih yang sangat pas dengan lekuk tubuh atasnya dengan memakai BH berukuran mini dan tipis. Ukuran kemeja yang terlalu kecil mencetak keindahan lekuk tubuh Lidya untuk santapan mata para lelaki yang saat itu berada di dalam pasar. Mata mereka mengikuti gerak tubuh Lidya bagaikan seorang penonton pertandingan tenis yang mengikuti gerak arah bola. Buah dada Lidya bergerak naik turun tanpa bisa dikendalikan seiring gerakan lenggok pantatnya yang bergerak dengan sempurna. Karena sempitnya pakaian dan tipisnya bh yang ia kenakan, orang bisa melihat ujung puting buah dada Lidya menjorok ke luar seakan minta diselamatkan dari sempitnya pakaian yang ia kenakan. Ukuran buah dada Lidya yang besar membuat pakaian itu sulit dikancingkan, ia hanya bisa pasrah seandainya ada orang yang dengan sengaja mengintip-intip buah dadanya melalui sela-sela kancing yang terbuka.

Selain mengenakan pakaian sempit dengan BH tipis, Pak Hasan memaksa Lidya mengenakan rok pendek yang terlalu mini untuk wanita setinggi Lidya, kakinya yang jenjang melangkah melalui lorong pasar tanpa dilindungi apapun. Pahanya yang putih mulus seperti pualam menimbulkan decak kagum sekaligus birahi yang makin memuncak dari para penjual, khususnya yang berjenis kelamin lelaki. Rok mini Lidya hanya bisa melindungi kira-kira beberapa cm saja dari selangkangannya, jika menantu Pak Hasan itu memaksa jongkok atau membungkuk, orang yang berada di depan atau belakangnya bisa melihat celana dalam jaring-jaring yang ia kenakan. Jaring-jaring itu tidak melindungi apapun, karena seandainya cermat melihat dan mengamati, bibir vagina Lidya akan terlihat jelas dan membayang.

Lidya bersyukur dia diijinkan mengenakan kacamata hitam, karena dengan begitu dia bisa menyembunyikan air mata dan bersembunyi dari pandangan mesum seluruh lelaki buas yang berada di pasar. Berbeda dengan keadaan saat mereka berjalan-jalan di mall tempo hari, kala itu banyak lelaki yang melirik namun malu-malu memandang. Tapi kini, hampir semua lelaki memandang ke arahnya tanpa rasa malu, bahkan beberapa orang menyiulinya dan berkomentar menjijikkan.

“Pak, sudah ya pak… kita pulang saja… aku takut… malu…” bisik Lidya pada sang mertua yang menggandengnya.

“Ayolah, sayangku. Kita sudah pernah melakukan ini kan? Kenapa harus malu?”

“Tapi itu kan di mall, ini pasar… lagipula…”

“Hh… apa bedanya mall dengan pasar?” senyum lebar menghiasi wajah menjijikkan Pak Hasan. Lidya langsung tahu usahanya sia-sia saja.

“Jangan berhenti melenggokkan pantatmu, pastikan orang yang berada di belakang bisa melihat lenggokanmu yang panas itu, Nduk.” Kata Pak Hasan sambil terkekeh pelan.

Saat berjalan-jalan di mall dulu, Lidya bahkan tidak mengenakan bra, tapi saat ini, saat ia masih mengenakan pakaian dalam, Lidya merasa lebih parah. Orang-orang yang berada di pasar kecil ini sebagian besar adalah masyarakat menengah ke bawah yang tidak pernah melihat pertunjukan heboh semacam ini, keberadaan Lidya mengundang banyak orang untuk melihat. Ia bagaikan seorang bintang sinetron yang sedang dikejar-kejar oleh banyak wartawan.

Bisa dibilang, mungkin di seantero pasar, tubuh seksi Lidya tidak ada yang bisa menyaingi. Rambutnya yang panjang dan indah seperti cewek cantik di iklan shampo, kulitnya yang putih bersih seperti pualam bagaikan bintang iklan sabun, kecantikannya yang di atas rata-rata seakan bagaikan bidadari yang turun dari langit, dan yang lebih hebat lagi, keseksian tubuhnya yang tak bisa disangkal siapapun juga sangat menggugah nafsu birahi.

Seorang penjual ayam potong hampir kehilangan jari-jarinya gara-gara tak berkonsentrasi saat memotong daging ayam yang dibeli oleh seorang ibu-ibu. Seorang kuli yang sedang mengusung plastik besar berisi makanan anak-anak bertabrakan dengan kuli lain yang sedang membawa plastik berisi sayuran. Seorang penjaja makanan kecil berkali-kali merobek plastik hingga bertaburan karena tak bisa berkonsentrasi. Singkat kata, kehadiran Lidya benar-benar membuat heboh pasar kecil itu.

Sebelum datang kemari bersama Lidya, Pak Hasan sudah melakukan survey terlebih dahulu. Dia tahu pasti kalau di pasar kecil ini banyak pemuda dan para penjaja yang sering berkumpul di sebuah tempat bilyard kecil yang ada di ujung pasar. Disanalah tempat sebagian besar laki-laki penghuni pasar berkumpul, dan kesanalah ia akan mengajak Lidya.

Hati Lidya berdegup tak menentu, dia diam saja digiring oleh sang mertua ke tempat paling ujung di pasar. Dia makin ketakutan dan panik namun tak berdaya setelah melihat di tempat yang dituju mertuanya ternyata banyak laki-laki yang berkumpul, jangan-jangan mertuanya membawanya ke sarang preman pasar?

Lokasi tempat permainan bilyard itu sedikit masuk ke gang dan tidak bisa dilihat dari luar ataupun dari pasar. Hampir semua penjual di pasar, khususnya yang laki-laki, nongkrong di tempat ini. Beberapa meja bilyardnya sendiri sudah rusak dan tidak bisa dipakai sempurna, tapi tetap saja banyak orang yang berkumpul di ruangan ini untuk bermain judi kartu. Alangkah kaget orang yang sedang berkumpul di ruangan itu tatkala Pak Hasan dan menantunya yang aduhai masuk ke ruangan dengan nekat. Lidya berusaha menutup bagian dadanya dengan lengan dan berulangkali membenahi roknya yang naik ke atas, tentunya usaha itu sia-sia.

“Selamat sore, nama saya Hasan dan saya ingin ‘mengamen’ di sini.” Kata Pak Hasan di tengah-tengah keramaian orang yang memandangnya heran dan galak. “Saya tidak akan menyanyi atau bermain gitar, tapi menantu saya ini hendak menghibur anda-anda semua dengan menari. Ada yang mau lihat?”

Sontak kumpulan orang itupun ramai, mereka berteriak-teriak dengan girang mengiyakan, Lidya makin kecut nyalinya melihat buas dan beringasnya orang-orang yang berada di tempat itu.

“Bapak sudah gila? Aku disuruh menari di depan orang-orang ini? Bagaimana kalau mereka nanti hilang akal dan memperkosaku? Apa masih belum cukup bapak memperlakukan aku seperti pelacur? Aku bersedia masuk ke pasar dengan pakaian seminim ini dengan syarat tidak akan ada orang yang menyentuhku lagi.” bisik Lidya pada mertuanya dengan geram, “Aku tidak mau melakukannya! Pokoknya tidak!”

“Kau harus menari di depan mereka! Ingat perjanjian kita? Hari ini peran yang sedang kau jalani adalah sebagai budakku dan bukan istri anakku! Semua permintaanku harus kau turuti!” Bisik Pak Hasan di telinga Lidya sambil menggenggam lengan menantunya itu dengan sekuat tenaga, Lidya mengernyit kesakitan karenanya, “Menarilah dengan erotis, jangan lupa beri servis lebih pada mereka, tidak perlu striptease, cukup buka baju dan rokmu itu, lalu goyangkan dada dan pantat pasti sudah cukup untuk membuat mereka puas.”

“Ini gila… aku tidak mungkin…”

“Tidak mungkin apa, Nduk?”

Geram hati Lidya, tapi apa yang bisa ia lakukan di hadapan serigala-serigala lapar ini? Dia hanya bisa berlindung pada Pak Hasan, jadi apapun yang dia minta harus diturutinya.

“Baiklah, tapi janji tidak akan membiarkan mereka melakukan apa-apa padaku.” Bisik Lidya lagi. Wajahnya yang tadinya keras berubah pasrah, ini sangat menggembirakan bagi Pak Hasan. Sebaliknya bagi Lidya, mimpi buruk menjadi kenyataan. Di siang bolong begini, di dekat pasar, di sebuah kios kosong yang kotor tempat para lelaki kasar biasa bermain bilyard, Lidya harus menari bagi mereka. Memang dia tidak akan benar-benar telanjang, tapi menari hanya dengan BH tipis dan celana dalam menerawang di depan banyak lelaki buas seperti ini sama saja seperti menari telanjang, sama saja parahnya.

“Tidak akan ada satu penispun yang masuk ke dalam memekmu hari ini kecuali milikku.” Bisik Pak Hasan, kata-kata itu menusuk perasaan sekaligus menenangkan Lidya, membuat wajahnya memerah. Lidya ingin menangis rasanya, tapi sangat takut Pak Hasan akan main kasar kalau sampai dia mengembik meminta ampun, karena itu dipendamnya semua perasaannya. Tubuh wanita cantik itu gemetar karena ketakutan. Lidya menundukkan kepala karena malu yang luar biasa, wajahnya memerah dan keringat dinginnya mengalir tanpa henti, tangannya meremas-remas pinggiran rok mininya dengan cemas.

“Siapa yang ingin menonton si cantik ini bergoyang? Silahkan menikmati pertunjukan gratis ini!” kata Pak Hasan, dia meletakkan satu tape kecil yang memang sudah sedari tadi ia siapkan di atas meja bilyard kosong. Tombol play ditekan, lagu dangdutpun mengalun.

“Goyang! Goyang! Goyang!” hampir bersamaan, para penonton berteriak-teriak.

“Ingat, selalu sunggingkan senyum. Buka bajumu sambil melenggak-lenggok seperti penari striptease, cukup sampai bh dan celdam saja, tidak perlu telanjang. Kalau kamu tidak mau melakukannya, aku akan meninggalkanmu seorang diri di tempat ini dan menyerahkanmu pada orang-orang itu… bagaimana?” bisik Pak Hasan pada Lidya. Istri Andi itu mengangguk, bukankah ia hanya bisa pasrah?

Setelah Lidya menganggukkan kepala tanda tunduk, dengan terpaksa ia menyunggingkan senyum pada orang-orang yang berkeliling menonton keindahan tubuhnya. Ketika Pak Hasan memperbesar volume musik yang sedang berdendang, Lidya mulai menggoyangkan badannya. Goyangan pinggul dan pantat bulat si cantik itu langsung menghipnotis dan mempesona tiap orang yang menonton. Wajah mereka langsung memerah menahan nafsu melihat wanita secantik Lidya melenggak-lenggok memancing birahi. Teriakan mesum dan siulan nakal bergema silih berganti, kata-kata kotor terlontar mengomentari kemolekan Lidya. Kebetulan dulu saat masih kuliah, Lidya pernah mengikuti kursus modern dance.

“Buka! Buka! Buka!” teriak orang-orang yang berada di situ. Tidak ada pilihan lain bagi Lidya. Lebih baik membuka pakaiannya sendiri sebelum para preman itu malah memaksanya telanjang nanti. Dengan gerakan perlahan dan sedikit meliuk-liukkan badan sesuai irama lagu, Lidya melucuti baju tipis menerawang yang ia kenakan. Payudaranya yang sentosa menggelinjang erotis dalam balutan bh tipis berwarna putih. Guncangan buah dada Lidya memompa birahi para penjual sayur dan buah-buahan, ingin rasanya mereka melihat balon buah dada Lidya meloncat keluar dari ketatnya bh yang menutupnya.

Dengan wajah merah karena malu dan keringat deras mengalir, Lidya mulai melucuti rok mini yang ia pakai dan melemparkannya pelan ke pojok ruangan. Istri Andi yang cantik jelita itu kini berdiri hanya mengenakan kutang dan celana dalam di sebuah bilik kecil tempat para preman pasar asyik bermain bilyar. Beberapa orang penonton yang berada di ruangan itu pun bersorak sorai dan bertepuk tangan melihat kemolekan Lidya. Dengan goyangan erotis yang mengundang syahwat, Lidya berlenggak-lenggok mengikuti irama lagu. Lidya sengaja beberapa kali memejamkan mata karena tak kuat menahan diri yang ingin menangis menari setengah telanjang di hadapan mata para lelaki buas yang menatapnya penuh nafsu. Pantat Lidya yang bulat sempurna dan montok bergerak-gerak erotis mengikuti lenggokan pinggulnya sementara buah dadanya berulang kali meloncat-loncat seakan mau copot dari ikatan ketat kaitan BHnya, penonton berseru meminta Lidya mendekat supaya mereka bisa meremasnya sekali atau dua kali, tentu saja seruan itu selalu ditolaknya.

Setelah hampir tiga lagu Lidya melenggak-lenggok di ruangan sempit yang gelap dikelilingi oleh sekelompok lelaki kasar, akhirnya Pak Hasan menyuruhnya berhenti. Tubuh si cantik itu basah kuyup dihujani keringat yang deras mengalir sampai-sampai tubuhnya yang seputih pualam bagai digosok sampai mengkilat. Tepuk tangan meriah sedikit mengagetkan Lidya, pria-pria buas dan kotor yang baru saja menyaksikannya menari terlihat bagaikan serigala kelaparan yang sudah siap menubruknya.

“Huibat sekali neng geulis ini menari, hayo dilanjutkeun! Kenapa berhenti? Merangsang pisan euy…” kata Pak Somad yang sehari-hari berjualan buah-buahan segar.

“Maaf, saudara-saudara semua, tapi pertunjukannya cukup sampai di sini dulu. Kalau ingin lanjut dan ingin lebih kenal dekat dengan menantu saya ini, silahkan menghubungi saya, tapi tentunya ada ongkos yang harus dibayar dan belum tentu semua orang akan saya ijinkan mendekatinya.” Kata Pak Hasan sambil tersenyum puas melihat orang-orang yang menonton aksi Lidya menjadi gelisah karena kecewa. Ia melemparkan baju dan rok yang tadi dipakai Lidya untuk dikenakan kembali.

“Yaaaah… masa cuma segitu doang? Nanggung nih ngacengnya!” keluh Pak Ramin si penjual gorengan disusul makian teman-temannya yang juga kecewa, tangan kirinya masih terselip masuk di dalam celana, tangan itu tadinya ia gunakan untuk mengocok si kecil dengan paksa, akhirnya tangan itu ditarik keluar dengan kecewa. Pemandangan indah adegan tari striptease Lidya memang membuat pria itu tadinya tak tahan, dia tak peduli kalaupun harus coli di depan teman-temannya.

“Terima kasih atas perhatian saudara-saudara sekalian. Demikianlah akhir dari pertunjukan ini.” Pak Hasan tersenyum lebar mendengar nada kecewa yang menggema di ruangan kecil itu, “dia ini menantu saya, boleh dilihat, tidak boleh dipakai.”

“Ka-kalau ada yang pengen ngentot? Bayarnya berapa ya, Pak?” tanya Pak Ngadi si penjual mainan anak-anak, dari tadi dia blingsatan melihat Lidya menari-nari, kecantikan dan kemolekan Lidya membuat Ngadi lupa pada anak istri, dengan bergetar Ngadi membuka kantong plastik berisi uang ribuan yang sudah beberapa hari ini dia kumpulkan untuk istri di rumah dan modal berjualan mainan esok hari.

Teman-teman Pak Ngadi tertawa mendengar pertanyaan itu, termasuk Pak Ramin. “Wah -wah, Ngadi… Ngadi! Jangan belagu kamu, punya duit dari mana? Emang ngewe cewek secakep ini murah? Mau kamu bayar pake apa? Utangmu gopek sama si Slamet aja belum dibayar dari bulan kemarin!”

Ngadi pun menunduk malu sambil melangkah ke belakang. Menggantikan posisinya kini adalah Abah Aseng, juragan beras di pasar itu. Pria keturunan bertubuh gemuk itu mendekati Pak Hasan. “You minta berapa duit? Aku mau pakai dia satu jam. Berapapun harganya aku bayar.”

“Ha ha ha… aduh, Abah Aseng! Masa cuma sejam?” Pak Ramin ribut lagi. “Bayarnya sih kuat, otongnya yang gak kuat… ha ha ha…”

Kumpulan lelaki mesum itu langsung ramai penuh tawa, tapi Abah Aseng yang sudah biasa menghadapi mereka segera menjentikkan jari. Dua orang laki-laki bertubuh besar dan berwajah sangar mendekati Pak Ramin. Penjual gorengan itu langsung mundur teratur tanpa berani berkomentar macam-macam lagi. Abah Aseng ternyata membawa dua premannya yang terkenal ganas.

Pak Hasan menggelengkan kepala. “Sepertinya semua orang di sini belum mendengar apa yang tadi saya sampaikan ya? Dilihat boleh, dipakai jangan.”

Abah Aseng tidak terima begitu saja, dia menjentikkan jari sekali lagi. Dua premannya mendekati Pak Hasan dengan pandangan mengancam. “Ayolah, Pak.” Kata Abah Aseng. “Dipikir dulu, aku kan pakenya ndak lama. You malah mestinya terima kasih, aku mau pake barang you itu. Jadi gimana? Aku bayar berapapun ndak masalah. Tapi kalau you ndak tau terima kasih, ya aku ndak tanggung jawab kalau nanti anak-anak turun tangan. You pikir you siapa bisa seenaknya masang cewek di pasar ini? You kan sudah tua, lebih baik tidur saja di rumah, biar aku yang rawat anak manis ini.”

Dengan kurang ajar Abah Aseng mencolek dagu Lidya. Si cantik yang sedari tadi ketakutan dan terdiam itu menjerit ketakutan, ia segera berlindung di balik tubuh Pak Hasan.

Pak Hasan tersenyum sinis. “Saya memang sudah tua, tapi kalau cuma dua preman kelas teri begini, saya sendirian masih sanggup menghadapi. Saya tidak datang ke pasar ini tanpa persiapan terlebih dahulu.” Dengan sigap Pak Hasan maju ke depan dan mendekati Abah Aseng, tangannya bergerak dengan cepat, masuk ke selangkangan sang juragan beras dan mencengkeram kantung kemaluannya tanpa bisa dicegah. Abah Aseng langsung berteriak kesakitan, suasana pasar yang tadinya ramai berubah menjadi senyap saat Abah Aseng menjerit-jerit.

Dua preman yang tadinya sigap jadi kebingungan, saat mereka maju, Pak Hasan mencengkeram lebih erat lagi. “Kalau dua preman itu nggak mundur, saya remuk bola Abah, bagaimana?”

Abah Aseng mengangguk-angguk dengan cepat, dia sangat kesakitan. Dengan gerakan tangan melambai, Abah Aseng menyuruh dua premannya meninggalkan tempat itu. Kelompok kecil itu bersorak-sorai, baru kali ini ada orang yang berani melawan Abah Aseng. Mereka puas karena selama ini selalu menjadi bulan-bulanan dua preman sang juragan beras. Abah Aseng segera lari terbirit-birit karena malu di bawah sorak sorai para penjual.

“Baiklah, karena hari ini saya sedang gembira, saya akan memberi kesempatan pada satu orang untuk ikut bersama kami dan menikmati keindahan tubuh menantu saya ini. Orang tersebut akan dipilih sendiri oleh menantu saya dan dia akan mendapatkan servis gratis tanpa ditarik biaya apapun. Siapa yang mau?”

Semua orang yang sedang berkumpul di tempat itu menunjukkan jari ke atas. Semua mau dipilih, semua ingin mendapatkan servis gratis, semua ingin mencicipi kemolekan wanita cantik kelas atas seperti Lidya. Siapa yang menolak?

“Siapa yang kau pilih, Nduk?” tanya Pak Hasan pada menantunya yang sedang sibuk mengenakan kembali pakaiannya, “harus dipilih salah satu.”

Lidya gelagapan karena bingung, mana kiranya yang harus dipilih? Wajah mereka kasar, rata-rata berkulit coklat gelap dan penampilannya jelas tidak ada menarik, mereka juga sangat bau dan tidak kenal sopan santun. Mana yang harus dia pilih?

“A-aku tidak…” Lidya menggelengkan kepala, dia menolak kalau harus melayani satu di antara para penjual dan preman ini.

Wajah Pak Hasan mengeras dan pandangannya berubah galak, Lidya tahu apa artinya perubahan wajah mertuanya itu, dia harus memilih.

“Siapa yang kau pilih, Nduk?” tanya Pak Hasan sekali lagi dengan suara tegas.

“Di… dia.” Lidya menunjuk Pak Ngadi, sang penjual mainan anak-anak.

###

 

###

Hari ini Alya terlalu lelah, ia memutuskan untuk istirahat dan membiarkan Dodit dan Anissa yang menjaga Hendra di rumah sakit. Ia ingin di rumah saja bersama Opi, beruntung sekali Pak Bejo dan istrinya harus pergi sehingga dia aman dari gangguan lelaki tua tengik itu. Wanita cantik itu duduk di teras depan rumahnya sembari melamun menatap awan yang beriringan di langit.

Alya menghapus airmatanya yang meleleh tanpa henti sedari tadi. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Hidupnya hancur berantakan, suaminya cacat dan tak akan bisa bekerja dan beraktifitas seperti sebelumnya, dirinya telah ternoda oleh perbuatan kotor Pak Bejo dan menjadi hamba seks tetangganya yang cabul itu. Bagaimana mereka akan melalui semua ini? Alya menundukkan wajahnya dan menangis tersedu-sedu, hampir satu jam ia tak bergerak, hanya menangis dan melamun.

Kecelakaan parah yang menimpa Hendra membuat Alya dan Opi sedikit kerepotan kalau hendak bepergian, sepertinya, mereka akan membutuhkan tenaga pekerja baru sebagai seorang sopir. Alya jelas tidak mau memperkerjakan Pak Bejo yang berhati busuk itu. Dimanakah ia bisa menemukan seorang driver yang dapat dipercaya?

Setelah satu jam berlalu, terdengar suara denting keras dan Alyapun mulai sadar kembali dari lamunannya, ternyata langit sudah gelap dan hari telah sore. Dentingan suara apakah yang telah menyadarkan Alya?

Suara apa itu? Alya menengok ke arah asal dentingan. Rupa-rupanya dentingan suara mangkok seorang penjual bakso keliling.

“Bakso, bakso. Baksonya, Mbak?”

Seorang penjual bakso bertubuh kurus dan berkulit hitam tersenyum pada Alya, penjual bakso itu bernama Paidi.

###

Ngadi menganga melihat rumah Lidya. Dia kagum sekali, ternyata Lidya adalah seorang wanita yang mapan dan berkecukupan, tinggal di kawasan perumahan kaum menengah ke atas yang tenang dan asri. Apa yang dia lakukan bersama seorang bandot tengik seperti Pak Hasan? Kalau tidak salah, kata pria tua itu wanita cantik ini adalah menantunya? Orang gila seperti apa yang melacurkan menantunya pada orang-orang pasar? Sudah kacau dunia ini.

Tapi segila-gilanya dunia, Ngadi masih waras, dia masih mau ditawarin tubuh ranum seperti milik Lidya, dia belum gila.

Duduk di ruang tamu selama setengah jam seorang diri membuat Ngadi melamun. Penjual mainan anak-anak itu tak puas-puasnya mengagumi isi rumah Lidya dan Andi. Berkali-kali ia menggelengkan kepala saat melihat foto mesra pasangan Lidya dan Andi, sungguh sayang wanita secantik Lidya jatuh ke tangan bandot tua seperti Pak Hasan.

“Bagaimana, Pak Ngadi? Sudah siap?” tanya Pak Hasan seraya turun dari tangga, “jamunya sudah diminum?”

Ngadi menganggukkan kepala, dia memang belum berganti pakaian dan membersihkan diri, tapi dia sudah tidak sabar lagi ingin menyantap hidangan utama yang sedari tadi sudah ditawarkan oleh Pak Hasan yaitu tubuh Lidya, sang nyonya rumah.

Pak Hasan tersenyum melihat ketidaksabaran Ngadi yang buru-buru berdiri. “Sabar… kalau ingin diservis menantu saya, tentunya Pak Ngadi harus mandi dulu yang bersih.”

“Ma… mandi?”

“Iya, Lidya sudah menunggu di kamar mandi atas, diharapkan Pak Ngadi mau mandi bersamanya. Silahkan.”

Mulut Ngadi menganga lebar tak percaya. “Mak… maksudnya mandi bareng Mbak Lidya?”

Pak Hasan mengangguk.

Mimpi apa Ngadi semalam? Mimpi kejatuhan durian mungkin? Setelah seharian hanya bisa melamunkan kecantikan Lidya, dia tidak menyangka akan diberi kesempatan mandi bersama wanita yang secantik bidadari itu. Benar-benar beruntung dia hari ini!

“Be-bener ini, Pak? Saya nggak mimpi kan?” Ngadi masih belum mempercayai keberuntungannya, “ng-nggak perlu bayar?”

“Nggak perlu bayar. Tapi ingat, hanya sekali ini saja.” Kata Pak Hasan sambil menepuk-nepuk pundak Pak Ngadi. “Oh iya, Pak Ngadi, meski gratis pegang apa saja, tapi tetap tidak boleh penetrasi. Memeknya tidak boleh diganggu-gugat oleh kemaluan Pak Ngadi, mengerti?”

“Wa-wah… sudah boleh mandi bareng saja saya sudah senang, Pak. Saya nggak akan minta macam-macam.” Kata Pak Ngadi jujur, penjual mainan anak-anak itu benar-benar sudah tidak ingat lagi pada anak istri. Siapa sih yang tidak mau ditawari mandi bersama seorang bidadari?

Dengan diantarkan oleh Pak Hasan, Ngadi berjingkat menuju kamar mandi yang terletak di kamar atas, kamar tempat pasangan suami istri Lidya dan Andi menghabiskan waktu bersama. Kamar itu sangat bersih dan harum, wangi semerbak juga tercium dari pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Pak Ngadi menahan nafas saat dia perlahan memasuki kamar mandi yang sudah terbuka.

Tubuh indah Lidya terpampang jelas di depan matanya. Si cantik itu telanjang! Pak Ngadi terbelalak tak percaya, ini semua benar-benar terjadi?

Lidya berdiri bersandar ke tembok dengan wajah menunduk malu dan lengan yang menutup buah dada dan kemaluannya. Walaupun begitu, di bawah guyuran air shower yang membasahi sekujur tubuh indahnya, Pak Ngadi bagaikan menatap keindahan seorang dewi.

Kejadian ini tentu saja disaksikan oleh Pak Hasan yang terus memantau di dekat pintu, dia selalu berada di belakang Pak Ngadi tanpa mau bergerak melindungi menantunya. Pria tua itu bahkan memberi kode pada Lidya untuk menarik tubuh Pak Hasan mendekat.

“P-pak Hasan ma-mau mandi?” Lidya terbata-bata. Dia tahu seharusnya dia mengucapkan kata-kata itu dengan suara semanja dan seseksi mungkin, tapi Pak Ngadi bukanlah suaminya, dia tidak mungkin bersikap manja pada orang tak dikenal berwajah buruk dan sekotor Pak Ngadi. Tapi bagi Ngadi, suara yang keluar dari mulut Lidya itu bagaikan nyanyian merdu seorang bidadari.

“I-iya… saya mau mandi.” Kata pria tua itu tergagap.

“Ma-Mau mandi b-bersama?” ajak Lidya. Berulangkali dia menatap Pak Hasan yang berdiri di pintu agar mau menyelamatkannya dari situasi canggung ini, tapi Pak Hasan bergeleng tanpa ampun. Hanya satu jalan keluar bagi Lidya, yaitu mempercepat semuanya agar segera selesai. Dengan gerakan pelan yang sangat erotis, Lidya mendekati Pak Ngadi.

Pria tua yang biasa menjual mainan anak-anak itu melotot dan menatap tak percaya gerakan tubuh Lidya, payudaranya yang besar dan kencang bergerak menggelombang ketika si cantik itu berjalan. Lidya kini tak peduli lagi apakah tubuhnya yang telanjang terlihat jelas atau tidak. Pandangan Pak Ngadi juga tak lepas dari gundukan mungil yang berada di selangkangan Lidya, karena rambut yang berada di atas kemaluan dicukur bersih, gundukan bibir kemaluan Lidya bisa terlihat jelas oleh Pak Ngadi yang langsung meneguk ludah karena menahan nafsu.

“Saya lepas ya baju Pak Ngadi.” Bisik Lidya perlahan. Ngadi hanya pasrah, mau diapakan juga dia mau, asal oleh Lidya.

Dengan gerakan gemulai, Lidya melucuti satu demi satu pakaian yang disandang Pak Ngadi dan meletakkannya. Berdiri sangat dekat dengan wanita telanjang secantik Lidya membuat Pak Ngadi merinding, nafsu, malu tapi mau. Buah dada Lidya yang masih kencang memompa semangat Pak Ngadi, ingin rasanya dia menjamah, tapi rasa takut dan segan membayangi. Akhirnya, seluruh pakaian Pak Ngadi telah dilepas. Pria sederhana itu kini berdiri telanjang di depan Lidya. Kemaluan Ngadi yang ukurannya sedang-sedang saja berdiri menantang di hadapan Lidya, tegangnya penis Ngadi tentu adalah hasil pertunjukan erotis Lidya. Walaupun situasinya sangat tidak menyenangkan, entah kenapa Lidya merasa geli dengan keluguan Ngadi.

“Jangan takut pak, saya tidak menggigit kok… kecuali diminta…” bisik Lidya sambil menggigit bibir bawahnya. “Ayo mandi sama saya.”

Si cantik itu kaget sendiri setelah mengatakan pernyataan erotis itu. Bagaimana mungkin kata-kata itu bisa terucap dari mulutnya? Apa yang terjadi pada dirinya? Apakah dia sudah mulai menyukai affair semacam ini setelah berhari-hari ‘dididik’ oleh Pak Hasan? Tidak… ia tidak mau… Mas Andi… tolong… Mas Andi…

Perubahan wajah Lidya terlihat jelas, ia mundur beberapa langkah dan menjauhi Pak Ngadi, kali ini sekali lagi Lidya menutupi buah dada dan kemaluannya. Sikap Lidya yang berubah-ubah membuat Ngadi bingung, pria tua itu berbalik menghadap Pak Hasan tapi mertua Lidya menggeleng.

“Maju saja, Pak Ngadi. Silahkan.” Kata Pak Hasan. Pak Ngadipun kembali berbalik dan mendekati Lidya yang menyudut di pojokan.

Setelah menyuruh Ngadi untuk maju, Pak Hasan mengambil kursi tepat di depan pintu kamar mandi dan duduk menghadap ke dalam, apapun yang terjadi di dalam, ia bisa menyaksikannya. Mertua Lidya itu melucuti celananya sendiri dan siap mengocok kemaluannya. Ada perasaan aneh yang bisa merangsang Pak Hasan saat ia melihat menantunya yang seksi berada dalam pelukan lelaki lain yang bukan suaminya. Ia pasti akan sangat menikmati pertunjukan ini.

“Sa… saya mandikan ya, Mbak Lidya…” kata Ngadi perlahan.

Lidya yang ternyata tengah meneteskan air mata mencoba menyembunyikan tangisnya lewat guyuran air yang turun dari shower, ia tidak mau Pak Hasan marah dan menghajarnya nanti. Mendengar suara lugu Pak Ngadi yang mendekatinya, Lidya hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Yang akan terjadi terjadilah. Sebelum peristiwa ini terjadi, selama hidupnya Lidya hanya pernah mandi bersama dengan satu orang lelaki, yaitu Andi suaminya. Merinding juga rasanya mandi dengan lelaki tak dikenal seperti Pak Ngadi.

Air yang turun dari shower menghujani dua tubuh telanjang yang saling berhadapan, perlahan-lahan Lidya membalikkan badan karena malu, namun melepas kedua lengan yang menyembunyikan buah dada dan kemaluannya. Si cantik itu memejamkan mata menanti gerakan Ngadi. Penjual mainan anak-anak itu bergerak perlahan, dia tak puas-puasnya mengagumi keindahan tubuh Lidya yang molek. Bagian belakang tubuhnya pun sangat putih dan mulus tanpa bercak sedikitpun, berbeda dengan tubuhnya yang kotor dan bopeng-bopeng.

Tangan Pak Ngadi menyentuh punggung Lidya perlahan. Inilah untuk pertama kalinya mereka bersentuhan. Lidya mengeluarkan desahan pelan, ia berharap Pak Ngadi tidak mendengarnya. Walaupun tidak mendengar desahan erotis Lidya, Ngadi bisa merasakan getaran pelan dari tubuh wanita seksi yang sedang memunggunginya. Dengan perlahan, Pak Ngadi menggosok punggung Lidya dengan tangannya, ia mengambil sabun dan mengoleskan pelan di punggung seputih pualam milik istri Andi itu.

Melihat kepasrahan Lidya, Ngadi makin berani, tangannya bergerak ke depan dan perlahan-lahan meraih payudara Lidya yang sedari tadi membuatnya terpesona. Dengan dua tangan dari kiri dan kanan, pria tua itu menangkup buah dada Lidya yang besar dan kencang. Lidya meringkik lirih ketika Ngadi meremas balon buah dadanya. Pria tua itu makin mendekat dan memeluk tubuh Lidya dari belakang. Kini Ngadi menggosok punggung Lidya dengan dadanya, hal ini makin membuat Lidya terangsang hebat. Terlebih ketika dirasakannya kemaluan Ngadi terselip tepat di tengah-tengah lembah pantatnya. Pria tua itupun dengan nakal menggerakkan pinggul agar kontolnya menggesek-gesek pantat Lidya.

Lidya merengek lebih keras, gesekan kontol di pantat dan remasan tangan di payudara makin ditingkatkan, membuatnya tak mampu bertahan. Si cantik itu masih memejamkan mata ketika ia berbalik. Dengan sengaja ia mengeraskan aliran shower agar memancar lebih keras. Berhadap-hadapan dengan Lidya membuat kontol Ngadi makin menegang, ia memeluk wanita seksi itu erat-erat. Dengan bantuan sabun, Ngadi mengoles-oles buah dada Lidya, ia menggerakkan payudara Lidya naik turun di dadanya sendiri.

Lidya melenguh menahan nafsu, ia akhirnya bergerak naik turun tanpa diminta, menjadikan buah dadanya yang bersabun sebagai penggosok dada Ngadi. Pria tua itu sendiri tak berhenti, ia meremas pantat bulat si jelita dan mulai berani menciumi tubuhnya. Bibir Ngadi bergerak dari wajah namun menghindari bibir seksi Lidya, Ngadi menciumi setiap jengkal kulit mulus Lidya yang basah oleh siraman air dari shower, mulai dari lehernya yang jenjang, lalu turun ke dada yang masih belepotan sabun. Sambil membersihkan buah dada Lidya dengan tangan, ia juga menciumi kedua balon payudara si cantik itu dengan penuh nafsu, kali ini ia menghindar dari puting payudara Lidya. Ciuman Ngadi berlanjut ke daerah perut, terus turun sampai akhirnya ke bibir kemaluan Lidya. Kali ini Ngadi tak menghindar.

Dengan kepasrahan penuh birahi, Lidya menahan dirinya dengan menyandarkan tangan ke tembok kamar mandi. Ngadi berjongkok hingga kepalanya tepat berada di depan kemaluan Lidya. Air terus mengalir membasahi tubuh mereka berdua, sementara Pak Hasan menyaksikan adegan demi adegan sambil mengocok kemaluannya sekuat tenaga.

Ngadi mengelus-elus paha mulus Lidya lalu menciuminya bergantian, kiri ke kanan, kanan ke kiri, terus menerus. Ciuman itu tak berhenti dan makin lama makin masuk ke arah selangkangan.

“Ohhhhmmm… esssstttt…” desah Lidya tak berdaya saat bibir vaginanya mulai tersentuh lidah nakal Pak Ngadi.

Dengan menggunakan jemarinya, Ngadi membuka bibir memek Lidya yang berwarna merah muda dan menjejalkan lidahnya masuk ke dalam liangnya. Sodokan lidah Lidya yang hangat ditambah guyuran air shower membuat sensasi erotis yang lain daripada yang lain, Lidya makin tak mampu menguasai dirinya sendiri, si cantik itu merem melek diperlakukan sedemikian rupa oleh Ngadi.

Selang beberapa saat kemudian, giliran bibir Ngadi yang asyik mempermainkan seputaran selangkangan Lidya.

“Mmmmhhhh! Sssttthhh… oooohhh…” desahan Lidya terus menguat.

Melihat Lidya sudah tak kuat lagi, Ngadi malah melanjutkan serangannya dengan mempermainkan tonjolan klitoris Lidya. Dijilatinya tonjolan itu dengan lidahnya. Tubuh Lidya bergetar tak berdaya, ia tak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang tanpa mampu ia hentikan.

“Yaaaaaaaaaaaaaahhhh…” Lidya menjerit lirih ketika ia akhirnya mencapai kenikmatan. Tubuhnya bergelinjang hebat dan menegang lalu ambruk ke depan. Untunglah Pak Ngadi sigap dan segera menangkap tubuh Lidya agar tidak sampai jatuh.

“Aduh… aku… lemas… sekali…” kata Lidya dengan suara lirih.

Sambil berhati-hati, Pak Ngadi mengangkat tubuh Lidya ke pinggir, mematikan keran shower dan mengelap seluruh tubuh Lidya dengan handuk. Pak Ngadi mengangkat tubuh telanjang Lidya yang sudah tidak basah dan berniat hendak menggendongnya ke ranjang. Si cantik itu sebenarnya keberatan, tapi tatapan mata galak Pak Hasan menundukkannya. Dengan berani penjual mainan anak-anak yang beruntung itu mulai mengangkat tubuh Lidya.

“Kuat kan, Pak? Tubuh saya berat.” bisik Lidya. Dia khawatir penjual mainan bertubuh kurus ini akan menjatuhkannya. “Kalau tidak kuat saya jalan sendiri saja…”

“Kuat kok, Mbak. Peluk saya erat-erat ya.” Kata Pak Ngadi.

Malu-malu Lidya memeluk Pak Ngadi, si cantik itu menautkan kedua lengannya ke leher sang penjual mainan saat dia digendong ke arah ranjang. Untunglah jarak antara kamar mandi dan ranjang Lidya tidaklah jauh. Wangi tubuh Lidya membuat Ngadi memiliki ekstra semangat, baru kali ini dia menggendong tubuh seorang wanita cantik yang tak mengenakan sehelai pakaianpun. Buah dada Lidya yang berukuran besar menempel di dada tipis Ngadi, menimbulkan percikan tenaga ekstra di hati sang penjual mainan.

Di pojok ruangan, Pak Hasan masih terus menyaksikan aksi sang penjual mainan dan menantunya, tangannya juga masih terus bergerak mengocok kemaluannya. “Nduk, kamu tidur tengkurap saja.” Kata Pak Hasan.

Lidya tidur tengkurap sesuai perintah Pak Hasan saat Ngadi meletakkannya di ranjang, matanya terpejam menanti serangan Ngadi selanjutnya. Pria setengah baya berkulit gelap mengkilap dan bertubuh kurus yang baru saja menggendong Lidya itu akhirnya naik ke atas ranjang, Ngadi bergerak dengan malu-malu mendekati istri Andi yang cantik itu. Perlahan-lahan Ngadi memulai serangannya dari ujung jari kaki Lidya. Ngadi belum pernah melihat jari-jari kaki yang mulus, lembut dan terawat seperti milik Lidya, sangat berbeda dibandingkan dengan jemari istrinya yang kotor dan keras karena jarang mengenakan sandal. Ngadi mencium dan menjilati satu persatu jari-jari kaki Lidya.

“Ehhhhmmm…” erang Lidya. Matanya masih belum terbuka tapi bibirnya tak kuat menahan rangsangan geli jilatan lidah Pak Ngadi.

Satu persatu jari-jari kaki Lidya dijilati oleh sang penjual mainan anak-anak sambil tak lupa mengelus-elus lembut telapak kaki Lidya yang putih. Ciuman Pak Ngadi naik ke betis, pria tua itu menikmati jengkal demi jengkal tubuh mulus Lidya, biarpun ini istri orang, tapi nikmatnya bukan main. Setelah puas menciumi satu kaki, Pak Ngadi beralih ke kaki yang lain, serangannya sama, mencium dan menjilati jemari kaki sang dewi.

“Engghhh…” Lidya menutup kepalanya dengan bantal, ia tidak tahan pada serangan Ngadi ini, membuatnya gelagapan. Pak Hasan yang masih duduk di kursi tak terlalu jauh dari ranjang tersenyum puas melihat menantunya keenakan, ia masih mengocok penisnya sendiri dengan gerakan ringan yang makin lama makin cepat.

Pak Ngadi meneruskan lagi, ia menggerakkan bibirnya menelusuri kaki Lidya hingga sampai ke paha. Pria tua itu sangat kagum, ini baru namanya paha, sangat sempurna, putih mulus tanpa cela. Ngadi menikmati detik demi detik, ia tahu ia hanya sekali ini saja bisa menikmati keindahan tubuh Lidya, itu sebabnya dia tidak ingin terburu-buru. Ini yang namanya sekali seumur hidup. Dia merasa sangat beruntung tadi Pak Hasan menyuguhkan jamu kuat yang diminumnya sebelum naik ke atas dan mandi bersama Lidya.

“Ohhhhh… ehhhmm…” Lidya tidak mau mengakui, tapi ciuman yang dilancarkan Pak Ngadi mulai dari jari kaki naik sampai ke paha membuat wanita jelita itu belingsatan, tak berdaya sekali dia rasanya. “Ohhhhh…” sekali lagi Lidya mengerang kala Pak Ngadi menjilati pahanya. Pria tua itu nekat naik hingga sampai ke perbatasan paha dan gunung pantat mulus Lidya.

Lidya menggelengkan kepalanya karena tak tahan ketika bibir dan lidah Pak Ngadi akhirnya sampai di gundukan pantatnya yang kencang dan bulat.

“Ouggghhsssttt… essssstt…” desah Lidya berulang-ulang, suara erotis yang keluar dari wanita secantik Lidya menambah semangat Ngadi. Pria tua mulai naik lagi, kali ini tangannya ikut bergerak, meremas-remas pantat Lidya yang montok dengan gemas. Lidya belum mau membuka matanya, tapi ia tak tahan dan menahan jeritannya.

Punggung Lidya menjadi sasaran selanjutnya, tubuh istri Andi ini sangat seksi, merangsang di setiap jengkalnya. Benar-benar bagaikan tubuh seorang dewi yang turun dari khayangan, sempurna tanpa cela. Kini tubuh yang indah itu menggelinjang di bawah sapuan lidah Ngadi yang menggerayangi bagian punggungnya. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjual mainan anak-anak itu sepertinya sudah sering melakukan ini pada sang istri, dia mahir sekali melakukannya. Sebaliknya, Lidya yang belum pernah merasakan lidah maut Pak Ngadi pun takluk dan tak bisa bertahan. Pak Ngadi naik lagi, lidahnya kini menyapu pinggir sela lengan dan dinding buah dada Lidya.

“Ouuuugghhhhh… asssstttt… eessssssssttt…” mulut Lidya mendesah-desah, tubuhnya menggelinjang, tapi ia masih tetap tak mau membuka matanya.

Pak Ngadi yang tadinya takut-takut mulai percaya diri, gelinjang tubuh dan desah nafas Lidya membuatnya yakin, walaupun wanita ini secantik dewi dan seindah bidadari, tetap saja dia seorang perempuan biasa, pasti bisa ditaklukkan. Ngadi mengangkangi tubuh Lidya dengan penis yang diarahkan ke belahan pantatnya.

Sampai di sela bokong mulus Lidya, penis pria setengah baya itu sengaja diselipkan di tengah lalu digosok-gosokkan naik turun. Saat tangan Ngadi mengelus-elus kelembutan pinggang Lidya, bibir dan lidahnya menjelajah punggung, naik ke pundak, lalu bagian belakang leher dan akhirnya sampai di daun telinga. Daun telinga adalah salah satu titik kelemahan Lidya, lidah Ngadi bergerak lincah menggoyang daun telinganya. Semua rangsangan ini membuat si cantik itu takluk, ia pasrah sepasrah-pasrahnya.

Ngadi masih belum selesai, dibaliknya tubuh Lidya agar menghadap ke atas. Lidah pria tua itu beraksi lagi, berawal dari serangan di leher depan, menuruni pundak sampai ke sela ketiak, turun lagi ke lengan sampai ke telapak tangan dan akhirnya berhenti di jari-jari Lidya. Ciuman bibir dan jilatan lidah Ngadi tak pernah berhenti, terus bergerak tanpa kenal lelah menguasai tubuh Lidya. Inilah yang dinamakan mencicipi tubuh seorang wanita dengan arti yang sebenarnya.

“Auuuuuhhmmm… esssssttt… eehhhgg…” walau tak mau mengakui dan merasa terpaksa melayani orang yang bukan suaminya, tapi kalau Lidya mau jujur, dia puas sekali dengan foreplay yang dilakukan Pak Ngadi. Siapa sangka orang seperti itu bisa melakukan foreplay seenak ini?

Lidah mungil Lidya merekah, seakan minta dicium, tapi Ngadi belum mau melakukannya. Pria tua itu terdiam sejenak karena takjub dengan kemolekan bagian depan tubuh Lidya, terutama bagian dadanya. Selama ini Ngadi harus puas dengan dada istrinya yang seperti papan cucian, ia tak mengira, akan datang hari dimana dia akan diberi kesempatan mencicipi payudara sempurna seorang bidadari. Pria tua itupun memanfaatkan waktunya yang longgar selama mungkin, dijilatinya gunung payudara Lidya tanpa menyentuh ujung pentilnya. Buah dada Lidya yang montok dilalap habis oleh Ngadi, istri Andi yang sudah pasrah itu hanya bisa mendesah penuh nikmat saat payudaranya dioles-oles oleh Ngadi. Pentil Lidya sudah mengeras sedari tadi, ujung payudara itu menonjol ke atas, memohon dikulum secepatnya.

Pak Ngadi makin berani, melihat puting susu yang bentuknya sempurna itu mau tak mau ia nafsu juga. Diawali hembusan nafas yang ditebarkan ke puting agar terasa hangat, Pak Ngadi menowel ujung pentil Lidya dengan ujung lidahnya, melontarkan nafsu Lidya bangkit sampai ke puncak.

“Uaaaaaaahhhh!!” Lidya membelalakkan matanya! Tubuh si cantik itu menggelinjang tak karuan. Pak Hasan makin kagum pada orang tua yang kini sedang menikmati tubuh menantunya ini, luar biasa juga kemampuannya, ia ternyata mampu menundukkan menantunya yang jelita dengan lidahnya yang lincah.

Bangkitnya nafsu birahi Lidya membuatnya tak bisa begitu saja membiarkan Ngadi terus berlama-lama, tanpa takut-takut Lidya mengangkat payudaranya dan menyodorkan putingnya pada Pak Ngadi. Melihat istri Andi itu menyerah pada nafsu membuat Pak Hasan ingin bertepuk tangan. Hebat, sungguh hebat penjual mainan anak-anak ini!

“I… ini… tolong… cepat…” desah Lidya, ia memejamkan matanya kembali dan menunggu Pak Ngadi menghisap pentilnya yang sudah menjorok. Ngadi melirik ke arah Pak Hasan, meminta persetujuan. Ketika Pak Hasan mengangguk, pria tua itu memberanikan diri, bibirnya menelan pentil payudara Lidya dan menghisap-hisapnya dengan buas.

“AAAAAAAAAHHHH!!!” Lidya setengah berteriak, matanya terbelalak karena nikmat yang ia rasakan. Setelah seharian memamerkan tubuh di pasar, kini seorang penjual mainan anak-anak berhasil mendapatkan akses ke pentilnya. Pentil yang selama ini hanya diperuntukkan sang suami tercinta dan direnggut paksa oleh mertuanya yang bejat. “Ah! Ah! Auuuhhh!! Esssstt!” Lidya menahan semua nafsu yang sudah siap meledak di selangkangannya, digigitnya bibir bawah untuk membantu menahan semua getaran nafsunya.

Pak Hasan akhirnya tak tahan hanya melihat saja menantunya yang bugil itu dipermainkan oleh seorang pria yang baru mereka kenal tadi pagi. Dengan langkah hati-hati agar tak mengganggu proses foreplay Pak Ngadi, Pak Hasan duduk di pinggir ranjang dengan rasa ingin tahu yang berlipat. Tangan Pak Hasan bergerak maju menyelip di antara paha Lidya, dengan lihai ia meraba-raba bibir memek sang menantu sambil memijit tonjolan di bibir atas vagina Lidya yang ternyata sudah basah.

“Eyaaaaaaagghhhh!! Uaaahhh! Aaahhh!! Jangaaaaan!!” Lidya tersentak kaget sekaligus mengalami kenikmatan yang luar biasa ketika jemari Pak Hasan bermain di sekitar mulut vaginanya. Belum usai serangan yang dilakukan Pak Ngadi, kini Pak Hasan sudah datang.

Pak Ngadi menyelipkan tangan kirinya ke punggung Lidya dan menarik tubuhnya ke atas, sementara tangan kanannya masih tetap beraksi meremas-remas payudara kanan dan kiri silih berganti. Begitu posisi mereka berhadapan, Pak Ngadi melumat bibir mungil Lidya dengan penuh nafsu. Bibir yang tadinya mendesah berulang-ulang itu kini terdiam dalam dekapan sang lelaki tua. Lidya yang sudah tak ingat apa-apa lagi menyerahkan dirinya penuh kepada kedua lelaki tua. Ia pasrah ketika Pak Ngadi melumat bibirnya, bahkan Lidya membalas ciuman sang penjual mainan dengan permainan lidah yang saling memilin.

Sementara Pak Ngadi mencium Lidya dengan hot, Pak Hasan menggerakkan jemarinya di selangkangan sang menantu dengan lincah. Digesek-gesekkannya jari tengahnya di bibir vagina Lidya sementara jari telunjuknya memainkan klitoris yang menonjol. Lidya sudah lupa diri, si cantik itu memaju mundurkan pinggul karena tak tahan, ia ingin memeknya segera ditembus sesuatu yang keras dan panjang.

Lidah Pak Ngadi beraksi sepuasnya di mulut Lidya, menjelajah masuk dan menjilati seluruh liang mulut si cantik itu. Bibir Lidya juga tak tinggal diam, ia mengulum dan melumat bibir Pak Ngadi yang besar, lidah si cantik itu juga masuk ke mulut Pak Ngadi, bau rokok murahan yang tersebar dari kerongkongan lelaki tua itu tidak membuat Lidya berhenti, ia terus menerjang, menjilat dan melumat.

Pak Hasan naik ke atas ranjang dan bersiap untuk melesakkan penis ke dalam memek sang menantu, penisnya yang sudah keras seperti kayu ditempelkan dan dimainkan di mulut vagina Lidya, ia belum mau memasukkannya, ia ingin menggoda si cantik itu. Pak Ngadi yang tahu si empunya cewek sudah siap melakukan penetrasi bergeser ke samping memberi tempat pada Pak Hasan untuk beraksi. Lidya mengerang dan mendesah, ia bingung sekaligus menikmati. Ia lupa pada suaminya, ia lupa pada statusnya sebagai seorang istri, ia lupa semuanya, ia hanya ingat ia sedang bermain cinta dengan dua orang lelaki tua yang perkasa yang memberinya kenikmatan tiada tara.

Pak Hasan bersiap, diangkatnya kontolnya yang kini bagaikan tiang bendera dan dengan satu tusukan pelan, masuklah kemaluannya ke dalam liang kewanitaan Lidya. Wanita jelita yang tak berdaya itu menggelinjang dan kebingungan, dia menjerit lirih di bawah serangan Pak Ngadi yang belum juga berhenti menciumi bibir dan meremas-remas payudaranya.

“Iiiiihhh… ehmmm… aaaahhh! Ahhhh!! Ahhh!!” desi Lidya berulang kala Pak Ngadi melepaskan pagutannya.

Pak Hasan menarik Lidya dan mengaitkan kakinya yang jenjang di pinggangnya. Bagian atas tubuh Lidya sudah kembali turun ke ranjang, walau masih dipermainkan oleh Pak Ngadi, sementara kakinya kini mengait pinggang sang mertua. Pak Hasan akhirnya mulai menggerakkan pinggul untuk menyetubuhi sang menantu, ia bergerak maju mundur dengan pelan.

Walaupun Lidya dan Andi adalah pasangan yang belum terlalu lama menikah, intensitas hubungan intim antara Lidya dan suaminya termasuk jarang. Andi lebih suka bekerja daripada tinggal di rumah dan tidur dengan istrinya. Hal ini sangat disyukuri oleh Pak Hasan, karena memek Lidya masih terasa rapat bagaikan seorang perawan. Entah karena jarang bermain cinta dengan suaminya ataukah karena kontol Andi hanya sebesar tusuk gigi sehingga tidak mampu merenggangkan dinding dalam kemaluan si cantik itu.

“Heeeeennghhhgghhh!!” Pak Hasan menggemeretakkan gigi dengan gemas saat ia mulai meningkatkan kecepatan tumbukannya.

Tubuh Lidya yang bergerak naik turun sesuai sodokan Pak Hasan dimanfaatkan oleh Ngadi, pria tua itu menyodorkan kemaluannya ke wajah Lidya. Si cantik itu awalnya jijik dengan kemaluan Pak Ngadi yang bentuknya tidak karuan, hitam, keras dan panjang. Dari segi ukuran, mungkin Pak Hasan lebih unggul. Tapi Lidya sudah tenggelam dalam nafsu birahi, ia tahu apa maksud Pak Ngadi menghunjukkan kontolnya. Segera saja Lidya meraih penis hitam itu dan memasukkannya ke mulut.

“Ughhhhhoooooohhh…” sekarang giliran Pak Ngadi yang merem melek keenakan. Siapa yang tidak mau kontolnya disepong seorang dewi bermulut indah seperti Lidya?

Pak Hasan makin getol memaju mundurkan pinggulnya, enak sekali rasanya memompa vagina menantunya yang masih sangat rapat ini. Tangan kirinya meremas-remas buah dada kiri Lidya sementara payudara yang kanan menjadi santapan tangan Pak Ngadi.

Pak Hasan terus menggenjot vagina Lidya dengan beringas, nafas pria tua yang sangat bernafsu itu tersengal-sengal karena ingin segera mencapai kenikmatan maksimal. Desah nafas tiga orang yang tengah bercinta itu menjadi musik indah pencapaian kenikmatan seksual. Pak Ngadi yang keenakan dioral oleh Lidya merem melek, ia makin tak tahan sepongan si cantik itu, apalagi setelah melihat wajah Lidya yang mempesona menelan bulat-bulat kontolnya yang hitam dan panjang.

“Huuuungghhhh!!!” akhirnya diiringi satu lenguhan panjang, Pak Ngadi mencapai orgasme. Ia tak kuat lagi bertahan.

Semburan pejuh Pak Ngadi tersebar ke seluruh permukaan wajah cantik Lidya, lalu ke dada dan akhirnya perut, cukup banyak cairan putih kental yang dikeluarkan ujung gundul kemaluan pria tua itu. Lidya tersengal-sengal mengatur nafas, baru kali ini dia bermain dengan dua orang pria yang sama-sama mahir bercinta, hebatnya dua laki-laki ini bukanlah suaminya, tubuh si cantik itu mengejang, dan pantatnya terangkat kuat-kuat. Bola mata Lidya berputar ke belakang, sampai hanya bagian putihnya saja yang terlihat, rupanya si cantik itu juga telah mencapai tingkat kepuasan maksimal.

Setelah Ngadi dan Lidya selesai, giliran Pak Hasan, ia merasakan air cinta membanjir di dalam liang kenikmatan Lidya, tapi mertua bejat itu terus saja menyodokkan kemaluannya dalam-dalam, tak mau berhenti. Tak terlalu lama menggoyang memek Lidya, akhirnya Pak Hasan juga mencapai ujung tertinggi tingkat kenikmatannya.

Meledaklah air mani Pak Hasan di dalam memek sang menantu. Pria tua itu mengejang, mengeluarkan semua birahinya dalam tumpahan air mani yang mengalir deras membanjiri memek Lidya. Benar-benar puas dia kali ini, untuk pertama kalinya Lidya bersedia melayaninya tanpa melawan dan menangis. Menantunya itu benar-benar telah berubah dan bersedia dijadikan budak seksnya. Setelah mengeluarkan penisnya dari vagina Lidya diiringi bunyi letupan kecil, Pak Hasan ambruk ke ranjang.

Pak Ngadi tidak mempercayai keberuntungannya. Walaupun ia memang tidak diijinkan memasukkan penisnya ke memek Lidya, tapi disepong wanita secantik bidadari seperti istri Andi itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Inilah pengalaman sekali dalam seumur hidup yang tak akan dilupakannya. Setelah tak lagi lelah nanti, ia akan memakai pakaiannya dan pergi dari rumah ini, kembali ke kehidupannya yang sederhana dengan membawa memori terindah yang pernah dirasakannya.

Lidya terbaring lemas tak berdaya di ranjang. Tubuhnya yang telanjang kini basah kuyup oleh semprotan air mani yang dikeluarkan oleh Pak Hasan dan Pak Ngadi. Mata si cantik itu terpejam, makin kotor saja dirinya – ia bahkan mulai menikmati permainan gila mertuanya ini, sampai kapan Pak Hasan akan memperlakukannya dengan hina seperti ini? Sampai kapan semua ini akan terjadi? Apa yang akan terjadi esok hari?

Perlahan wanita cantik yang kelelahan itu terlelap dan tenggelam dalam tidurnya.

###

Bagaimana nasib mereka selanjutnya?

BAGIAN TUJUH
TAMAT

 

 

 

cerita dari website tetangga

Agustus 11, 2007

[umum]Baby sitterku sayang


Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh Aponk, yang memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di rumahnya. Aponk membawa 4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang sedang menonton, waktu itu usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.

Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di dalam VCD porno yang kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat dan tidak ketahuan oleh keempat temanku.
“Maaf yah, gue mau ke belakang dulu…”
“Ya… ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah”, jawab keempat temanku.
“Ya, nanti kututup rapat”, jawabku.
Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Hmm.. hmmm, Mas Ton”, Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi berdirinya.
“Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?” tanyaku keheranan.
Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal yang tadi kutonton di VCD porno.

Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah terhadap Mbak Marni.
“Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala.”
“Hmm.. hmmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny”, jawabnya.
“Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny”, ancamku, sembari aku pergi turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di lantai atas.
Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, “Mbak Marni, kamu ngintipin saya dan teman-teman itu maksudnya apa?” tanyaku.
“Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny.”
“Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas”, tanyaku dan memang Mbak Marni ke atas tanpa membawa minuman.
“Hmmm.. Hmmm..” ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.

Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari olehnya, aku melihat dan membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku memberanikan diri untuk melakukan permainan yang telah kutonton tadi.

“Sini Mbak”
“Lebih dekat lagi”
“Lebih dekat lagi dong..”
Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku, terasa payudaranya yang ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga Mbak Marni berada di selangkanganku.

“Mas Tonny mau apa”, tanyanya.
“Mas, mau diapain Mbak”, tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk didekatkan ke selangkanganku.
“Udah, jangan banyak tanya”, jawabku sembari aku melingkari kakiku ke pinggulnya yang seksi.
“Jangan Mas.. jangan Mas Tonny”, pintanya untuk menghentikanku membuka kancing baju baby sitterku.
“Jangan Mas Ton, jangan.. jangan..” tolaknya tanpa menampik tanganku yang membuka satu persatu kancing bajunya.

Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku, putih mulus dan mancung terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara Mbak Marni dengan kedua tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerah-merahan.

“Jangan.. jangaaan Mas Tonny”
“Akh.. akh… jangaaan, jangan Mas”
“Akh.. akh.. akh”
“Jangan.. Mas Tonnn”

Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting susunya yang belum pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun. Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang ranum ke dalam mulutku sehingga terasa sesak dan penuh mulutku. “Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan ber..” tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting susunya dengan gigiku, kugigit pelan-pelan. “Ohk.. ohk.. ohk..” desahan nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang tangan Mbak Marni untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi aba-aba, Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok dari ujung kemaluanku sampai pangkal kemaluan.

“Okh.. okh.. Mbak.. Mbaaak”
“Terusss.. sss.. Mbak”
“Masss.. Masss.. Tonnny, saya tidak kuat lagi”
Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni tiduran di bawah meja makan. Mbak Marni telentang di lantai dengan payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan untuk meraba selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan kuraba-raba, aku merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku merasakan adanya bulu-bulu halus yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.

“Mbak, dibuka yah celananya.” Mbak Marni hanya mengangguk dua kali. Sebelum kubuka, aku mencoba memasukkan telunjukku ke dalam liang kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan kugerakkan telunjukku seperti aku memanggil anjingku.

“Shs.. shss.. sh”
“Cepat dibuka”, pinta Mbak Marni.
Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat kemaluannya yang masih orisinil dan belum terjamah serta bulu-bulu yang teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang kutonton dan kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan lidahnku di sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku dan kuberanikan lidahku untuk memainkan bagian dalam liang kewanitaannya. Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.

“Masssh.. Masss..”
“Mbak mau kellluaaar…”
Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan “keluar”, tetapi aku semakin giat memainkan daging tumbuh tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku, kulihat liang kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan liang kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan kuarahkan batang kemaluanku ke lubang senggamanya, karena sejak tadi kemaluanku tegang. “Slepp.. slepp” Aku merasakan kehangatan luar biasa di kepala kemaluanku.

“Mass.. Masss pellannn donggg..” Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang surganya. “Sleep.. sleep” dan, “Heck.. heck”, suara Mbak Marni tertahan saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaannya. “Mass.. Masss.. pelaaan..” Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. “Heck.. heck.. heck.. tolong.. tolllong Mass pelan-pelan” tak lama kemudian, “Mas Tonnny, Mbaaak keluaaar laaagi” Bersamaan dengan itu kurasakan desakan yang hebat dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan Mbak Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga agak tersengal-sengal, tak lama kemudian, “Croot.. crooot” spermaku masuk ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.

Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni lemas di sampingku. Dalam keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya. Dengan sigap Mbak Marni menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai habis ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa kusadari teman-temanku teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu aku keluar tadi. “Tonnny.. tolong bukain dong, pintunya” Maka cepat-cepat kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan aku naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas mamaku pulang naik taksi. Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh mamaku lalu kusuruh pulang.

Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu papa pulang. Aku ke kamar Mbak Marni untuk meminta maaf, atas perlakuanku yang telah merenggut keperawanannya.
“Mbak, maafin Tonny yah!”
“Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok”
“Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir tetangga”, jawab Mbak Marni. Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang merawatku semenjak usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main berdiri, main di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni bersedia melakukannya.

Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku dan aku ingat waktu itu aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku, karena hubunganku dengan Mbak Marni yang cantik wajahnya dan putih kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.

Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum mendapatkan wanita yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca, sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku sebagai salah satu pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku tersayang dan bagaimana kabarnya Tonny kecilku.

TAMAT

[umum]Basketball girl


Hi, Kembali aku akan menceritakan pengalamanku di sekolahku. Mungkin Anda sudah melihat cerita SCHOOL LOVERS milikku. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku yang tak kalah menarik dengan cerita itu. Namaku Alex. Aku sekolah di salah satu SMU terkemuka di Semarang.

Dua bulan setelah aku menikmati threesome-ku bersama Fanny dan Christina, aku menambah lagi daftar cewek yang pernah bercinta denganku. Ketika itu, sekolahku sedang mengikuti persiapan untuk lomba basket HEXOS Cup. Sebagai pemain inti tentu saja aku mengikuti program latihan yang diberikan oleh pelatih. Kami diharuskan menginap di sekolah untuk suatu latihan. Yah, terpaksa aku menginap juga di sekolah. Ternyata yang menginap tidak hanya tim basket putra tetapi juga tim basket putri. Dalam hati aku bersorak gembira karena di tim basket putri di sekolahku terdapat banyak cewek cantik. Apalagi pakaian tim cewek memang sangat sexy. Memang mereka bisa main basket, cuma yang bisa bermain bagus hanya satu atau dua orang saja. Aku datang ke sekolah pukul 16:00 WIB. Setelah menaruh tasku di kelas, aku segera bergabung dengan teman-temanku.

Saat itu langit masih agak terang, sehingga aku masih bisa bermain di lapangan basket yang outdoor. Latihan berjalan seperti biasa. Pemanasan, latihan lay-up dan permainan. Seperti biasa, putra dan putri dicampur. Jadi di satu tim terdapat 3 cowok dan 2 cewek. Aku main seperti biasa tidak terlalu ngotot. Saat itu tim lawan sedang menekan timku. Vinna sedang melakukan jump shoot, aku berusaha menghalanginya dengan melakukan blocking. Namun usahaku gagal, tanganku justru menyentuh bagian terlarangnya. Aku benar-benar tidak bermaksud menyentuh dadanya. Memang dadanya tidak terlalu besar namun setelah menyentuhnya kurasakan payudaranya sangat kenyal. Lalu aku meminta maaf kepadanya. Vinna pun menerima maafku dengan wajah agak merah. Setelah itu giliran timku melakukan serangan. Lagi-lagi aku berhadapan dengan Vinna. Aku berusaha menerobos defend dari Vinna. Namun tak sengaja aku menjatuhkan Vinna dan aku dikenai personal foul. Aku mencoba membantu Vinna berdiri. Kulihat kakinya berdarah, lalu kutawarkan untuk mengantarkannya membesihkan luka itu. Vinna pun menerima ajakanku. Kami pun berjalan menuju ke ruang guru yang jaraknya memang agak jauh dengan lapangan basket. Vinna berjalan tertatih-tatih, maka kubantu ia bejalan. Saat itu sekolahku sudah kosong semua, hanya tinggal kami tim basket dan karyawan sekolah.

Sesampainya di ruang guru, aku segera mengambil peralatan P3K. Kubasahi luka di paha kiri Vinna dengan perlahan. Sesekali Vinna mendesah kesakitan. Setelah kucuci lukanya, kuberi obat merah dan kuperban kakinya. Saat menangani lukanya, baru kusadari bahwa Vinna juga memiliki kaki yang menurutku sangat sexy. Kakinya sangat panjang dan mulus. Apalagi dia hanya mengenakan celana pendek. Kuarahkan pandanganku ke atas. Dadanya tidak terlalu besar, namun cukuplah bagi cewek berusia 16 tahun. Oh ya.. Vinna berusia 16 tahun, rambutnya lurus panjang sebahu, kulitnya putih mulus, dia Chinese sepertiku. Tingginya 172 cm dan beratnya kira-kira 50 kg.

Tiba-tiba kudengar erangan Vinna yang membangunkanku dari lamunanku.
“Ada apa Vin?” kutanya dia dengan lembut.
“Kakiku rasanya sakit banget.” jawabnya.
“Di mana Vin?” tanyaku dengan agak panik.
“Di sekitar lukaku..”

Kupegang daerah di sekitar lukanya dan mulai memijatnya. Penisku lama-lama bangun apalagi mendengar desahan Vinna. Tampaknya ini hanya taktik Vinna untuk mendekatiku. Aku pun tak bisa berpikir jernih lagi. Segera saja kulumat bibir Vinna yang indah itu. Vinna pun tak mencoba melepaskan diri. Ia sangat menikmati ciumanku. Perlahan, Vinna pun membalas ciumanku. Tanganku mulai merambah ke daerah dadanya. Kuraba dadanya dari luar bajunya yang basah oleh keringat. Vinna semakin terangsang. Kucoba membuka bajunya, namun aku tidak ingin buru-buru. Kuhentikan seranganku. Vinna yang sudah terangsang agak kaget dengan sikapku. Namun aku menjelaskan bahwa aku tak ingin terburu-buru dan Vinna pun dapat memahami alasanku walaupun ia merasa sangat kecewa. Kemudian aku membantunya kembali ke lapangan. Sebelum kembali ke lapangan aku mencium mulutnya sekali lagi. Kami pun berjanji untuk bertemu di ruang kelas IB setelah latihan selesai. Dalam hati aku berjanji bahwa aku harus merasakan kenikmatan tubuhnya. Sisa latihan malam itu pun kulakukan dengan separuh hati.

Setelah latihan, kami semua mandi dan beristirahat. Kesempatan bebas itulah yang kami gunakan untuk bertemu. Di ruang kelas itu kami saling mengobrol dengan bebas. Aku pun tahu bahwa Vinna belum pernah memiliki pacar sebelumnya dan kurasa dia menaruh hati padaku. Perasaanku padanya biasa-biasa saja. Namun mendapat kesempatan ini aku pun tak ingin melewatkannya. Kami pun mengobrol dengan santai. Vinna pun bermanja-manja denganku. Kepalanya disandarkan ke bahuku dan aku pun membelai rambutnya yang wangi itu. Entah siapa yang memulai, kami saling berpagutan satu sama lain. Bibirnya yang hangat telah menempel dengan bibirku. Lidah kami pun saling beradu. Kuarahkan ciumanku ke bawah. Kupagut lehernya dengan lembut sehingga Vinna mendesah. Tanganku mulai aktif melancarkan serangan ke dada Vinna. Kurasakan payudara Vinna mulai mengeras. Kusingkap T-Shirt pink miliknya dan terlihatlah payudara Vinna terbungkus Triumph 32B. Ketika aku akan melancarkan seranganku, Vinna tiba-tiba melarang. Kali ini dia yang belum siap. Rupanya ia ingin melakukannya secara utuh denganku di suatu tempat yang pantas. Aku pun memahami maksudnya. Akhirnya kami hanya berciuman saja.

Keesokan harinya, kami kembali melakukan latihan basket. Namun Vinna hanya melakukan latihan ringan saja. Pukul 13:00 kami boleh pulang ke rumah masing-masing. Kutawarkan tumpangan kepada Vinna. Aku memang membawa mobil sendiri ke sekolah. Kuantarkan ke rumahnya di sebuah jalan besar. Sesampainya di sana, aku diajaknya masuk ke rumahnya. Aku tahu bahwa Vinna tidak tinggal bersama orang tuanya. Orang tuanya terlalu sibuk mengurus bisnis mereka. Vinna memang anak orang kaya. Pertama-tama aku minta ijin memakai kamar mandinya untuk mandi sejenak. Setelah selesai, aku menunggu di kamarnya. Kamarnya cukup luas. Suasananya pun cukup enak. Aku kini mengerti mengapa Vinna tak ingin melakukannya di kelas. Vinna juga sedang mandi rupanya. Memang cewek kalau mandi itu agak lama.

Tak lama, Vinna keluar dari kamar mandi dengan mengenakan T-Shirt Hello Kitty berwarna biru muda dengan celana pendek. Lalu kami pun berbincang-bincang. Aku pun memuji kecantikannya. Setelah agak lama berbincang, kami saling memandang dan kami pun mulai berciuman. Ciuman kali ini sangat kunikmati. Kuraba dengan lembut payudara Vinna. Kemudian kubuka baju Vinna dan terlihatlah BH hitam membungkus payudara yang sangat indah. Aku termenung sejenak lalu mulai melepas pakaianku dan pakaiannya. Aku sudah telanjang sedangkan Vinna masih mengenakan pakaian dalam berwarna hitam. Kulanjutkan ciumanku di dada Vinna. Vinna melenguh perlahan menikmati perlakuanku.

Perlahan-lahan kuarahkan mulutku di antara dua belahan pahanya yang mulus. Lalu kusentuh permukaan celana dalamnya yang sexy dengan ujung lidahku. Badan Vinna seperti mengejang perlahan. Kuliarkan lidahku di celana dalamnya. Vinna pun mendesah nikmat karena lidahku mengenai klistorisnya. Kulepas BH dan CD-nya hingga tampaklah sesosok tubuh yang sangat indah dan proporsional. Tubuhnya tak kalah dibandingkan Fanny maupun Christina (baca: SCHOOL LOVERS).

Kembali aku mempermainkan buah dadanya. Buah dadanya sudah mulai menegang dan bentuknya pun menjadi sangat indah walaupun tidak besar. Kugigit-gigit lembut putingnya yang menegang keras. Kuturunkan ciumanku ke arah rambut-rambut halus yang tertata rapi di bagian bawah tubuhnya. Kucium harum khas kemaluan Vinna. Kujulurkan lidahku masuk ke dalam belahan kemaluannya dan berusaha menemukan klistorisnya. Ketika kutemukan daging kecil itu, Vinna mengeluarkan desahan-desahan yang sangat merangsang diriku. Aku semakin bergairah untuk merasakan sempitnya kemaluannya. Kemaluannya terus kulumat dengan lidahku. Tak lama kemudian, kurasakan kepalaku dijepit oleh kedua belah paha Vinna. Badan Vinna mulai mengejang, melonjak dan melengkungkan tubuhnya sesaat. Vinna telah mencapai orgasme pertamanya bersamaku. Kubiarkan ia menikmati gelombang orgasme pertamanya selama beberapa menit dengan terus memainkan lidahku dengan lembut di daerah sensitifnya. Kemudian Vinna terbaring lemas karena gelombang orgasme yang telah melandanya tadi. Ia sangat menikmati orgasme nya tadi.

Memahami kebutuhanku, Vinna kembali aktif. Vinna meraih batang kemaluanku dan menyentuhkan lidahnya ke kepala penisku. Kurasakan hisapannya masih malu-malu. Tapi terus kumotivasi dia dengan ucapan-ucapan kotor. Dan usahaku berhasil. Lama-lama Vinna tidak lagi merasa canggung. Hisapannya mulai membuatku mendesah. Ukuran mulut Vinna pas sekali dengan lebar penisku. Jadi kenikmatan yang kudapat sangatlah nikmat. Aku pun tak mau diam. Kuraih kedua paha Vinna dan kubenamkan kepalaku diantaranya. Sehingga kami membentuk sikap 69. Rangsangan-rangsangan yang telah menjalari tubuh kami berdua rupanya sudah semakin hebat dan tak dapat ditahan lagi. Vinna bergulir ke sampingku, memutar posisi tubuhnya sehingga kami dapat berciuman sejenak.

Aku bertanya, “Vin, aku masukkan ya?” Dengan lemah, Vinna pun menganggukkan kepala. Kubaringkan tubuhnya ke ranjang, kuangkat kedua belah tungkainya yang muluh ke bahuku. Kuarahkan kepala kemaluanku menuju ke arah kemaluannya. Lalu kumasukkan kepalanya dahulu ke dalam milik Vinna. Rupanya kemaluan Vinna sangat sempit. Tidak dapat kumasuki. Vinna mendesah kesakitan sambil melonjak ketika aku mencoba menekannya. Sebenarnya aku senang mendapat vagina yang begitu sempit. Namun aku sangat kesulitan memasukkannya. Aku sudah sangat bersusah payah melakukannya. Aku sangat berhati-hati dalam melakukannya, karena aku tak mau menyakiti Vinna. Aku merasa kasihan pada Vinna. Vinna terpaksa harus menahan gejolak nafsu dalam dirinya karena hal ini. Wajahnya terlihat sangat menderita. Terpaksa kuambil jalan pintas. Kumasukkan sekali lagi kepala kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Vinna dan kudorong sekuat tenaga, namun gagal. Justru aku kesakitan sendiri. Vinna pun menjerit kesakitan. Kucoba menenangkannya sebentar. Lalu kucoba lagi.

Setalh 5 menit akhirnya berhasil. Penisku ternyata dapat masuk seluruhnya ke dalam milik Vinna. Dapat dikatakan sangat pas. Kurasa milik Vinna sangat dalam, karena dari semua cewek yang pernah ML denganku, vaginanya tak ada yang dapat menampung milikku. Paling-paling hanya 3/4-nya. Mungkin karena Vinna itu tinggi sehingga vaginanya juga dalam.

Setelah masuk semua, kudiamkan beberapa saat agar Vinna terbiasa. Lalu penisku mulai kutekan-tekankan perlahan-lahan. Vinna masih mendesah kesakitan. Walau penisku dapat masuk semuanya tapi ini sangat terasa sempit. Lama-lama kugerakkan agak cepat. Vinna sudah dapat mengikuti permainanku. Ia sudah dapat mendesah nikmat. Klistorisnya tergesek terus oleh milikku. Setelah agak lama, kuganti posisi. Aku berada terlentang di ranjang dan Vinna berada di atasku menghadap ke arahku. Dengan posisi ini, Vinna dapat mengatur sendiri kecepatan penisku. Vinna menggerakkan sendiri pantatnya. Aku pun menaikkan pantatku saat Vinna menurunkan pantatnya. Tanganku pun berada di kedua bukit kembarnya. Sensasi ini sungguh luar biasa. Vinna sangat menikmati permainan ini. Vinna mendesah lantang dan ia bergerak semakin seru setiap kali kejantananku menghantam ujung rahimnya. Gerakan kami berdua semakin cepat dan semakin melelahkan, sampai akhirnya Vinna mengejang dan membusurkan badannya kembali. Gelombang orgasme kedua telah melandanya. Ia tampak masih berusaha meneruskan gerakan-gerakan naik turunnya untuk memperlama waktu orgasmenya yang kedua sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya yang lemas di atas tubuhku dan terdiam untuk beberapa saat. Tubuhnya bermandikan keringat. Aku menatap wajahnya yang menunjukan rasa bahagia.

Setelah memulihkan tenaga sesaat. Kembali aku melakukan permainan. Kali ini doggy style. Kubimbing ia pada posisi itu. Aku berdiri di belakangnya dan menusukkan penisku ke dalam miliknya. Kugerakkan penisku perlahan, namun lama-lama semakin cepat. Vinna berulangkali mendesah sambil mengucapkan kata-kata kotor yang tak dapat kubayangkan mampu keluar dari mulut gadis cantik seperti dia. Sampai akhirnya aku merasakan spermaku sudah mengumpul di penisku. Kukatakan padanya aku hampir orgasme. Dia pun hampir orgasme. Kupercepat laju penisku di dalam vaginanya. Kubuat agar Vinna keluar terlebih dahulu. Vinna pun meraih orgasmenya yang ketiga. Kubiarkan penisku di dalam vaginanya untuk menambah sensasi baginya, walau aku harus mati-matian menahan laju spermaku agar tidak muntah di dalam. Kemudian, kucabut penisku dan kumasukkan dalam mulutnya. Spermaku ternyata tidak mau keluar. Vinna pun berinisiatif mengulum penisku. Tak lama kemudian, spermaku muncrat di dalam mulutnya. Spermaku keluar banyak sekali. Vinna kaget, namun ia segera menelannya. Kami diam sesaat. “Vin, kamu masih kuat untuk main lagi?” tanyaku nakal. “Tentu donk..” jawabnya mesra. Vinna memang memiliki stamina yang kuat. Walaupun tubuhnya telah basah oleh peluh keringat, ia masih belum capai.

Setelah penisku kembali tegang, aku duduk dan Vinna duduk di atasku. Kumasukkan kembali penisku ke dalam vaginanya. Kali ini sudah tidak sesulit tadi walaupun masih agak rapat. Kugoyangkan pantatnya untuk meraih kenikmatan. Kugesek-gesek klistorisnya dengan penisku. Vinna kembali bergairah menyambutnya. Lalu kucoba menusukkan penisku keras-keras. Rasanya sungguh luar biasa. Vinna sangat menyukai tusukan itu. Ketika spermaku sudah mengumpul lagi, aku berganti posisi. Vinna kutidurkan terlentang lalu aku tengkurap di atasnya. Kugerakkan pantatku naik turun dengan cepat. Namun Vinna kurang menyukai posisi ini. Kuanjurkan dia untuk tengkurap di atas ranjang dan aku di atasnya. Seperti kura-kura saling menumpang. Kumasukkan penisku ke dalam liang kenikmatannya. Vinna kembali merasakan rasa puas. Kugerakkan penisku dengan cepat. Vinna akhirnya keluar juga untuk yang keempat kalinya. Aku pun mengeluarkan spermaku lagi di kedua belah dadanya. Kami pun tertidur selama beberapa jam. Ketika aku bangun, jam sudah menunjukkan pukul 19:30. Aku pun mencoba bangkit dari ranjang. Vinna pun terbangun. Saat itulah Vinna mengungkapkan perasaannya padaku. Kuterima cintanya dengan tulus. Kami pun berpacaran. Setelah 5 bulan berpacaran, kami pun putus dengan baik-baik. Tapi aku tetap menyukainya. Vin, di mana pun kamu, kalau kau membaca cerita ini. Ingatlah selalu kepadaku!

Jika ada saran, kritik dan tanggapan dari para pembaca, silakan hubungi penulis via e-mail.

TAMAT

[perkosaan]Perampokan aneh


Malam itu udara di kota Gudeg begitu panas. Aku merasa gerah dan gelisah. Herannya isteriku bisa langsung tertidur pulas. Mungkin ia lelah karena sudah berdagang seharian di toko grosir kami. Karena gelisah, pikiranku terbang melayang entah ke mana. Kucoba mengingat apa yang sudah terjadi selama sehari itu. Tak ada yang istimewa memang, tapi ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya dalam hati. Saat aku menyetor uang ke BCA tadi pagi, petugas teller yang biasa melayani penyetoran uangku, terus saja memandangku dan tersenyum. Ada sesuatu dalam senyumannya itu. Entah apa. Sambil terus tersenyum ia menjilati bibirnya yang bergincu merah delima itu. Karena curiga, aku lalu mengajaknya ngobrol sambil ia menghitung tumpukan uang seratusan ribu milikku.

“Mbak Sri kok senyum terus sih hari ini? Sedang senang ya? Bagi-bagi dong kesenangannya.. Ada apa toh, Mbak?” tanyaku memancingnya.
“Ah nggak pa-pa, Pak Ivan.. ‘kan jadi teller begini musti banyak senyum..” jawabnya dengan lembut.
“Oh gitu toh… eh ya, Mbak udah menikah belum? Suaminya kerja di mana?” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Udah dong Pak.. Suami saya pedagang kecil-kecilan yang membuka kios di dekat Hero Supermarket, tidak jauh dari rumah kami… Oh ya, uangnya pas Pak.. Empat puluh juta.. Dan ini bukti setorannya…” jawabnya masih dengan wajah tersenyum. Kali ini senyumnya jauh lebih genit daripada yang tadi. Melihat itu aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ah.. mungkin saja aku yang gede rasa, ia bisa saja berlaku begitu pada nasabah yang lain. Aku pun kemudian pulang dengan mazda-ku.

Memang salah satu hal yang membuatku rajin untuk menyetor dan menabung uang di BCA itu adalah para tellernya yang sebagian besar wanita. Putih, seksi dan cantik-cantik. Terkadang aku sering memperhatikan secara seksama bentuk tubuh Sri Astuti, teller yang tadi kuceritakan. Saat ia berjalan menuju mesin penghitung uang, tubuhnya begitu menggiurkan. Tingginya mungkin sekitar 165 cm, berambut lurus panjang sebahu, kulit putih mulus tanpa cacat dengan rok mini sekitar 15 cm di atas lutut. Tapi yang paling indah dan menarik adalah bulatan di dadanya itu. Bisa kutaksir ia mungkin memakai BH ukuran 38B. Begitu besar dan menantang payudaranya itu. Kejantananku serasa bergairah dan aku menjadi terangsang bila mengingat semua itu.

“Lho kok melamun, Mas..” tiba-tiba terdengar suara isteriku. Rupanya ia terbangun dan sempat melihatku seperti melongo dan tersenyum-senyum sendiri.
“Ah Jeng.. kok terbangun.. aku ora bisa tidur.. hawanya panas ya..” jawabku sekenanya.
“Masa toh, Mas? Padahal tadi pagi ‘kan hujan..” jawab isteriku sambil menguap dalam-dalam. Rupanya ia amat mengantuk.
Kutatap isteriku lekat-lekat. Wajahnya memang tak kalah cantik dibandingkan Sri Astuti. Tubuhnya pun sama-sama menggairahkan. Apalagi ia belum pernah hamil dan melahirkan. Ya, kami memang belum punya anak setelah menikah 2 tahun ini.

Tiba-tiba… “Brak…!” Sepertinya suara pintu depan rumah ditendang dan didobrak orang dengan keras. Mendengar itu hatiku langsung deg-degan. Belakangan ini lingkungan sekitar tempat tinggal kami kena giliran dirampok. Perampoknya, kata tetangga sebelah, dua orang berpakaian hitam-hitam ala ninja di Jepang dan membawa semacam golok panjang, mirip samurai rupanya. Aku langsung bangkit dari ranjang sambil membangunkan isteriku yang kelihatannya hampir tertidur lagi saat itu. Tapi terlambat… “Brak…Buk..!” Pintu kamarku telah terbuka dan masuklah dua orang manusia berpakaian ninja. Yang satu tinggi dan kekar badannya. Yang satu lagi berperawakan sedang dan tidak begitu kekar. Wajah keduanya juga ditutup dengan kain hitam. Yang terlihat hanya mata mereka yang besar, hitam dan bulat.

“Diam di tempat… Kalo tidak akan kutebas leher kalian dengan golok ini…” Yang tinggi terdengar membentak. Suaranya begitu parau dan galak. Wah.. golok keduanya memang kelihatan panjang, besar dan tajam. Aku bergidik ngeri.
“A..A..Ampun… ampun Pak.. Tolong jangan ganggu kami.. kalo mau uang silakan ambil di lemari..” kataku dengan suara gemetar sambil menunjuk lemari di sebelah ranjang kami. Isteriku pun memelukku ketakutan setengah mati.
“Jangan banyak bicara kamu.. bukan uang yang kami minta.. tapi kalian harus bisa memuaskan kami..” kata Si Tinggi sambil memberi kode anggukan kepala kepada temannya. Temannya pun mendekati dan mengacungkan golok ke leherku.
“Ayo ikut aku…” terdengar suara temannya si tinggi itu.

Sepertinya aku mengenal suara feminin ini. Tapi di mana ya. Ya betul, perampok satunya ini adalah seorang wanita! Dengan kasar ia mendorongku sambil tangannya tetap mengarahkan golok ke leherku. “Ayo jalan ke kamar sebelah..!” Perintahnya lagi. Aku bingung. Hendak diapakan aku. Lalu apa pula yang akan dilakukan si Tinggi terhadap isteriku di kamar kami. Setelah sampai di kamar sebelah, aku disuruh melakukan sesuatu yang aneh.

“Buka seluruh pakaianmu… dan naik ke ranjang itu… Jangan turun dari sana, sebelum aku suruh..!” perintahnya ketus.
“Ya.. ya… baik… baiklah…” dengan penuh ketakutan aku membuka baju dan celana tidurku lalu naik ke tempat tidur yang biasanya dipakai untuk tamu yang menginap di rumah. Aku lalu memandang perampok itu dan terheran-heran melihat apa yang sedang dilakukannya sekarang. Ia membuka seluruh pakaian ninjanya!! Ya.. aku pun dibuat kaget dan terbengong-bengong setelah melihat siapa sebenarnya perampok itu. Sri Astuti!

“Lho kok Mbak Sri… Anda…” Ia tidak membiarkan aku melanjutkan perkataanku. Goloknya keburu kembali menempel di leherku. Ia pun berkata, “Layani aku sampai puas malam ini… kalo tidak akan kusuruh suamiku di kamar tidurmu untuk memperkosa isterimu…” ancamnya. Senyum yang pagi tadi kulihat di wajahnya yang cantik sudah tidak terlihat lagi. Kini senyuman itu sudah berganti dengan mimik muka yang amat bengis. Melihat tubuh telanjangnya dengan raut wajah yang amat kejam di dekatku sekarang, mula-mula aku tidak terangsang. Namun apa yang dilakukannya kemudian menjadi lain adanya.

Dengan keras dipegangnya batang kejantananku yang masih loyo. Lalu dikocok-kocoknya pelan-pelan. Lima menit kemudian, ia pun duduk berlutut di dekat tubuhku. Diraihnya batang kejantananku dan dimasukkannya ke dalam mulutnya. Ia menghisap, mengusap, memilin dan menjilati kepala batang kejantananku dengan penuh nafsu. “Ah.. ah… ah…” aku hanya bisa mendesah dan kedua mataku terbeliak ke atas karena merasakan nikmatnya sesuatu yang seperti surga dunia. Aku mencoba merangsangnya dengan meraih buah dadanya lalu meremasnya. Begitu besar menantang dan menggairahkan. Putingnya kecoklatan dan mulai kelihatan mengeras dan tegak sekarang. Aku terus merangsangnya dengan mencoba memasukkan jari telunjuk dan jari tengahku ke liang senggamanya. Melihat apa yang kuperbuat, ia merubah posisinya. Pantatnya yang bulat dan besar dihadapkan ke wajahku sementara mulutnya terus sibuk menghisap dan menjilati senjataku yang mulai mengeras dan panjang. Siap untuk ditembakkan. Aku pun berusaha menjilati bagian sekitar klitorisnya sambil memasukkan jari telunjuk ke liang senggamanya yang beraroma semerbak itu.

Tak lama kemudian ia naik ke atas perutku. Posisinya membelakangiku. Dengan penuh nafsu ia menduduki batang kejantananku yang sudah menegang itu dan dimasukkan ke liang kewanitaannya. “Blees.. Clep.. clep.. cleep..” batang kejantananku sudah separuh masuk dan Sri Astuti terus saja naik turun seperti orang menunggang kuda pacunya. Kedua tangannya memegang payudaranya. Ia pun mendesah. “Uh.. uh.. ah.. ah…” Aku yang melihatnya menjadi terangsang berat. Kini giliranku yang mengambil peranan. Kuangkat tubuhnya dari batang kejantananku. Lalu kubuat dia menungging. Tanpa ba bi bu lagi kuarahkan batang kejantanan ke liang senggamanya dari belakang. “Bles.. cep.. bles..” Lebih dari separuh batang kejantananku masuk. Aku pun bergerak maju mundur. Sementara Sri terus saja berusaha mengimbangi permainanku. Kedua tangannya memegang ujung tempat tidur. Kedua tanganku dengan liar bergerak ke arah payudaranya. Kuremas-remas dan kupegang-pegang dengan penuh gairah. Aku juga mencium bagian punggungnya. Wah wangi sekali parfum yang dikenakannya. Tidak terasa bau keringatnya yang walaupun sudah menetes karena panasnya gairah kami.

Setelah sekitar dua puluh lima kali mengobok-obok liang senggamanya dengan batang kejantanan andalanku, aku pun kemudian membalikkan tubuhnya. Kugendong tubuhnya dalam posisi kami saling berhadapan. Batang kejantananku dengan sigap kuarahkan ke liang senggamanya. Aku menyetubuhinya sambil menggendongnya. “Ah… ah… ah… aku puas Pak Ivan… tak kusangka Bapak sanggup memuaskan saya… Tetangga Bapak semuanya tidak berguna..” erangnya sambil mendesah lagi.

Sepuluh menit kemudian kubaringkan tubuhnya ke kasur karena aku merasa ada sesuatu yang meledak-ledak hendak keluar dari tubuhku. Ya, aku hendak ejakulasi. “Ke mukaku saja Pak …” pinta Sri ketika aku hendak mengeluarkan sperma di atas perut dan dadanya. Dan “Crottt.. crottt.. crott.. crott..” Sperma putihku meluncur dari sarangnya dengan deras ke arah mulut Sri Astuti. Ia sengaja membuka mulutnya seolah-olah seperti anak kecil siap menerima minuman sirup jeruk yang manis. Yang tak kusangka, ia menelan semua spermaku yang keluar. Dan batang kejantananku pun masih terus dihisapnya lagi. Seolah-olah ia berkata siap untuk menelan sperma lagi jika batang kejantanan masih terus menyembur. Dijilatinya sisa-sisa yang ada.

Satu jam kemudian kami berempat duduk di ruang tamu. Apa yang diceritakan mereka sungguh membuat kami bingung dan terkejut. Mereka dengan sengaja mendatangi rumah-rumah nasabah Sri Astuti. Setiap malam sekitar dua rumah mereka satroni hanya untuk membuat Sri menjadi puas nafsu seksnya. Suaminya tidak mampu memuaskan karena nafsu seksnya begitu besar. Padahal Boby suaminya tidak impoten. Ia hanya kewalahan dengan nafsu seks isterinya. Setiap hari ia minta dilayani sampai tujuh kali berturut-turut. Makanya untuk mencukupkan kebutuhan seksnya itu mereka sengaja mencari orang-orang yang mereka kenal betul guna ikut membantu. Duh.. dunia rupanya sudah bejat.

Tapi aku patut bersyukur. Di samping karena apa yang selama ini kulamunkan (walau tanpa sepengetahuan isteriku) sudah terpuaskan, malam itu isteriku juga tidak diapa-apakan selama aku melayani kebutuhan si bahenol Sri Astuti.

Bila ada pembaca wanita yang ingin nafsu seksnya dipuaskan oleh saya karena di rumah merasa kurang atau suami belum punya, silahkan hubungi saya via e-mail secepatnya! Anda pasti puas. Gaya apapun yang Anda minta, pasti akan saya penuhi. Janji!

TAMAT

Beastiality


Hallo pembaca KASKUS, namaku Virgi, umurku 18 tahun, saat itu aku masih SMU. Aku ingin berbagi pengalamanku yang benar benar nyata. Aku mulai saja ceritanya.

Pada waktu bulan mei tahun 2005 ada liburan sekolah selama 2 minggu. Saat itu orang tuaku sedang ada acara pesta diluar kota yaitu perkimpoian teman ayahku saat SMP. Bulan Juni aku ada test Semesteran, sehingga aku tidak boleh ikut ke pesta.

Aku dirumah sendirian bersama anjing peliharaaanku namanya Bruno. Hari pertama aku dirumah sendirian perasaanku biasa biasa saja. Pada hari ke 2, saat aku bangun tidur aku rasanya males banget dirumah. Karena dirumah tidak ada seorangpun, setelah selesai mandi aku tidak menggenakan sehelai benang apapun karena aku merasa males untuk pake baju, apalagi dirumah sendirian. Nah, setelah mandi aku memberi makan anjingku, aku memanggilnya “Bruno, Bruno..” lalu dia datang menghampiriku soalnya dia tahu kalau dia akan aku beri makan, sambil menggongong dia melihat makanan yang sedang aku buatkan.

Pada saat dia jongkok entah kenapa aku melihat batang kemaluannya yang besar berwarna merah menjulur keluar dari sarungnya. Tiba tiba birahiku naik dan kutaruh makanannya di lantai, lalu aku masuk kekamarku dan mastrubasi sambil membayangkan seandainya aku berhubungan seks dengan bruno.

Pada saat aku sedang terbaring diranjang smabil meremas payudaraku, bruno datang dan menggongong meminta makan lagi, aku lalu menggambil mentega dan kembali berbaring diranjangku lagi sambil menggoleskannya di bibir vagina ku yang sudah basah. Lalu aku menyuruhnya menjilatnya, bruno pun datang dan menjilati mentega yang aku oleskan, sehingga kau klimaks.

Setelah dia selesai menjila mentega yang bercampur cairan kewanitaannku, dia ingin keluar dari kamarku, tetapi aku cepat cepat menutup pintu kamarku sehingga dia tidak bisa keluar. Lalu aku bergaya doggy style dan menarik bruno yang berbadan besar kepunggungku, aku menggesek gesekkan kemaluanku ke kemaluannya. Dia pun mengerti apa yang diinginkan majikannya, lalu dia mencoba menucukan batang kemaluannya yang besar ke vaginaku. Karena gagal masuk lalu aku membantu memasukkannya.

Setelah masuk ah…ah…ah…rasa perih karena kemaluannya yang besar bercampur geli membuatku nikamt, lalu setelah beberapa saat aku merasa ada cairan hangat yang menyembur dlam liang vaginaku. Akhirnya aku klimaks dan rasanya benar nikmat tetapi saat klimaks kemaluan bruno masih tertanam dalam kemaluanku yang basah, karena kemaluannya yang membesar seperti kacang yang besar sehngga tidak dapat keluar. Aku dan bruno bergesek gesekan pantat.

Setelah selesai aku mandi dan membersihkan tubuhku, sedangkan bruno menjilati kemaluannya yang basah karena cairannku. Saat ini aku masih sering melakukan hubungan seks dengan anjingku saat aku sendirian dirumah.

Tamat….

Nikmatnya Kolam Renang Ancol


Aku tinggal disuatu kompleks perumahan kelas menengah di Jakarta Timur , tidak terlampau besar , kurang lebih dihuni oleh 150 keluarga kelas menengah keatas .
Hanya beda 1 jalan dari rumah , dipojokan terdapat rumah yang sangat asri yang ditempati oleh keluarga pak Juli seorang pengusaha tanggung yang kegedean lagunya . Biarin deh dia belagu terus yang penting bokinnya cing?kutilang ( kurus tinggi langsing ) , kulitnya kuning , rambutnya hitam abis dan matanya tuh?geunit pisan .
Dikompleks diantara Bapak – bapak muda pembicaraan mengenai bokinnya Pak Juli enggak pernah kering , giliran yang rumahnya ketiban arisan Ibu-ibu kompleks pastilah sang Bapak selalu stand by dirumah .
Enggak lain enggak bukan soalnya Mbak Candra begitu namanya , terkenal kalau pakai baju paling berani , pakai rok mini baju rendah belahannya dan paling sering ngongkong duduknya .
Yang lebih gile lagi kalau dia tahu sang Bapak ada dan ngelirik doi , secara sengaja dia pamerin CD nya yang sumpah jembutnya sebagian betebaran nongol keluar dari pinggiran CD-nya .
Bulan lalu , rumah gue yang ketiban rejeki ngadain arisan , so pasti gue pura -pura repot bantuin bokin nyiapin segalanya , tau dong gue musti tampil keren abis , jeans Versace dan baju gombrong Guess sengaja gue lepas kancing atasnya , biar sexy katanya .
Bener aja , gue liat si Mbak Candra duduk dipojokan menghadap kamar kerja gue yang pintunya gue buka setengah aja .
Sambil menghadap komputer secara nyamping gue bisa melihat kearah ruang keluarga , khususnya kearah doi duduk .
Sundel banget , doi sore itu pakai rok mini hitam kontras dengan kulitnya dan pakai baju beige yang ketat , tapi bahannya alus banget . Gue masa bodo deh denger ibu – ibu berkicau yang penting gue bisa liat terus Mbak Candra yang sesekali juga ngelirik gue , kalau bertatapan gue senyum doi juga dong .
Mulailah doi buka jepitan pahanya , asli coy celana dalemnya yang krem keliatan , tengahnya keliatan item pasti karena jembutnya yang lebat , dan duile itu jembut gimana sih koq pada berurai keluar .
Tiba – tiba doi ngedipin gue , terus gue bales ngedip sambil julurin lidah , eh dia malah senyum senyum dan sambil meremin matanya seperti orang kalau lagi keasyikan di toi .
Gue makin nekad , sekarang gue ngadep kedia sambil ngangkang dan secara atarktif gue usap-usap ****** gue dari luar celana ,
terus gue kasih kode supaya dia menuju kamar mandi , belagak kencing lah .
Doi ngangguk , terus dia samperin bokin bilang mau numpang kekamar mandi .
Gue dan doi tahu banget , dikamar mandi luar masih dipakai sama ibu Agus yang gendut dan beser melulu .
? Mas , ini ibu Candra mau numpang kekamar mandi yang disini ? bini gue dengan polos ngajakin doi kekamar mandi yang ada diruang kerja gue .
? Ya nih Pak Luki , abis kamar mandinya masih lama rasanya dipakai Ibu Agus ?
? Numpang ya , abis udah enggak tahan kebanyakan minum ? biasalah doi basa-basi biar enak dikupingnya bokin .
? Silahkan Bu , tapi enggak papa khan saya nerusin kerja dikomputer , maklum Bu belum jadi pengusaha seperti Pak Juli ?
? Ah Pak Luki bisa aja ? kata doi sambil nyelonong kekamar mandi gue .
Dasar otaknya juga pinter dalam hal berselingkuh , doi buka pintu kamar mandi setengah dan bilang ? Pak Luki , ledengnya rusak ya ? ? bokin gue masih ada lagi disitu . ? Mas coba liat dulu deh , bantuin Ibu Candra , malu-maluin aja kamar mandinya ? bokin gue setengah ngomel . ? Biar dibantu sama Mas Luki ya Bu , dia yang sering pakai kamar mandi itu ? terus bokin balik lagi kekamar tengah , soalnya bokin musti tanggung jawab dong sama rakyat arisannya .
Dengan belagak males – malesan gue berdiri , eits ****** gue masih ngaceng lagi , ah cuek deh .
Mbak Candra ngelirik juga dan secara refleks doi ngeraba selangkangannya , anjir?.terang aja itu tenda celana gue makin tinggi ,
?Hayo , celananya kenapa tu? dia berbisik waktu gue masuk kekamar mandi .
?Kamu sih bikin aku horny , jadi aku yang sengsara deh , mana pakai jean lagi ? gue nekad ngomong gitu sambil ngeraba paha mulusnya . Gilanya doi bukannya marah malah bilang ? Ya , kalau dibagian itu sih belum asyik ?
? Abis yang mana dong kalau asyik ? gue masih setengah berbisik menyelusurin pahanya kearah memeknya yang bejembut gila .
? Nah yang itu baru asyik , kamu juga kalau saya gituin juga asyik lah ? gantian doi yang ngelus ****** gue dari luar sambil coba – coba buka retsleitingnya . Busyet gila juga ini perempuan , mana bau Isei Miyakenya merangsang banget .
Gue enggak tahan , ? Mbak ******* yuk ? kata gue edan-edanan . ? Ayo , kapan dong , mending berani lagi ? tangannya sekarang udah masuk kedalam jeans gue dan mulai narikin halus ****** gue .
? Eh , siapa takut apalagi kalau *******nya bareng Mbak ? gue sekarang udah berhasil masukin jari kedalam memeknya yang basah dan lembab . ? Besok ya , kekolam renang Ancol , jam 10 ?
Babi banget nih si Mbak , kenapa kekolam renang sih , emangnya gue kecebong .
Besok jam 10 kurang seperempat gue udah stand by diparkiran kolam renang Ancol , gue telepon dia dengan no yang dikasih kemarin secara rahasia .
? Mbak , aku udah sampe nih , kamu dimana ? gue rada was was juga kalau doi enggak dateng .
? Ini aku baru mau masuk Ancol , tungguin ya , ******nya udah ngaceng lagi belum ? sialan ngetest gue kali , tapi koq kedengarannya rame banget sih ada yang cekikikan dibelakangnya .
Mati gue , jangan – jangan gue mau dijebak , siapa tau dia bawa bokin gue juga .
? Kamu sama siapa sih , koq rame banget , gue jadi bisa enggak ngaceng lagi nih ?
? Janjinya gimana sih , katanya mau ML eh kamu bawa orang lain ? setengah kesel gue ngomong ditelpon .
? Pasti deh janjinya , pokoknya asyik banget kamu nantinya ? dia ngalemin gue .
Enggak sampai 10 menit , mobil Honda putihnya mendarat persis disamping mobil gue .
? Surprise , nah ketauan ya enggak ngajak – ngajak kita ? suara 2 Ce temennya Candra teriak bareng .
Waduh pucet banget gue , karena ternyata yang diajak juga tetangga gue , Mbak Rina bininya pak Joko dan Mbak Ita bininya
pak Raja . Salah tingkah abis gue . ? Eh , kaget ya , take it easy aja , khan udah kenal , asyik-asyik aja deh pak Luki , eh kalau diluar Mas Luki dong ? Mbak Ita yang mungil dan putih ( persis banget Kris Dayantie ) itu nyerocos aja membuat suasana jadi enggak tegang . ? Enggak deh kita bilangin sang istri ? si Rina yang body dan facenya seperti Dian Nitami nambahin , ya gue makin
ngerasa siep banget dong . Tapi kewaspadaan tetap dipertahankan jangan lengah man .
Setelah basa basi bentar , ? Udah ya , pokoknya enggak ada yang boleh tahu selain kita – kita ya Mas ? Rina sekarang yang
membuat gue makin PD . ? Pokoknya enjoy aja deh , kita bertiga udah kompak berat lho ? Candra tanpa sungkan ngegandeng gue
menuju loket . ? Khan gue yang janjian sama Mas Luki , elo pada jangan ngiri ya , entar juga kebagian ? .
Kepala jalan sekarang si Rina , doi pesen kamar ganti dan bilas keluarga . Sekalian pesan ban renang 2 buah yang guede banget .
Ampun , ide apalagi sih . Seolah kita sekeluarga enteng aja mereka ngajak gue masuk bareng keruang ganti dan bilas .
Denngan tenang mereka buka rok , baju dan terus BH , sialan mereka tenang aja seolah gue enggak ada disitu .
Gila aja kalau gue enggak ngaceng liat Candra , Rina dan Ita yang umurnya sekitar 30 an pada memamerkan bodynya .
? Eh , Mas Luki mau berenang atau mau nonton kita streap tease ? kata si Ita sambil buka BH putih transparantnya .
? Ya terang mau berenang dong , tapi aku maunya sih bilas dulu ah , masak langsung berenang ? gue akal – akalan supaya mereka juga mau berbulat ria , tanggung amat baru liat toket dan setengah body .
Gue buka baju dan celana , begitu tinggal CD mereka teriak bareng ? Asyik ya , udah ngaceng ?
? He eh abis kalian sih begitu merangsang dan mempesona ? kata gue sembarang siap – siap mau buka CD gue .
? Ah enggak fair nih , masak jadi aku duluan yang telanjang , barengan dong jadi aku enggak malu ?
? Hu?maunya tuh , ya Candra kamu khan yang punya ide , kamu dulu dong?mana jembutnya aduh udah pada keluar tu ?
kata si Ita sambil narikin jembutnya Candra yang nongol terus dari pinggiran CD .
? Aku sih Ta prinsip , sekali buka celana pantang kalau enggak di???
? Joss !!!!! ? Ita dan Rina seperti koor nerusin apa maunya si Candra .
? Ia deh , gue juga malu khan kalau keluar kamar ganti nanti swempaknya ada tenda mancung ?. Cari pembenaran dong .
? Bisa bubar orang dikolam nanti , elo pada mau ya gue jadi tontonan ? gue belagak memelas sambil nunjukin si Monas.
Supaya enggak kaku , gue datengin si Candra yang masih berdiri dekat gantungan baju , gue peluk doi dengan kedua tangan dibagian pantatnya , gue cium bibirnya ala French kissing , lidah saling ketemu .
? Wow , nafsu nih ya ? si Ita ngeledek . Asyik banget deh pantat si Candra yang nonggeng gue remes – remes , tempelin abis mekinya dengan ****** gue , Candra langsung horny pingggangnya digoyang yang otomatis mekinya berputar diatas ****** gue .
Sekitar 3 menit adegan itu gue pertahankan , sebenarnya gue udah nafsu banget mau langsung masukin ****** gue kememeknya
Candra yang gue yakin udah basah . Sabar cing gue musti cool dong , pasang strategi soalnya masih ada 2 nonok lain menanti .
Perlahan gue melorot , dengan tetap mata memandang dia tangan gue pindah berputar meremas perlahan toketnya yang pentilnya
relatif masih belum gede . ? Eh elo jangan ngiri , sementara belum dapat giliran elo pada meremas sendiri aja dulu ? masih sempat juga Candra ngeledek temannya yang terpana melihat gue yang sambil meremas toketnya sambil usaha jongkok depan dia , pakai gigi gue tarik perlahan CD nya . ? Enak ya Can remasannnya Mas Luki ? ? Rina bertanya tanpa arah karena gue tau dia juga tanpa
sadar meremas dan memilin pentil toketnya .
? Kita suruh buka sendiri ya ? Ita protes narik sedikit CDnya sambil tangannya ngobel memeknya sendiri .
? Sini dong sayang , tangan gue enggak sampe kalau elo pada jauh – jauh ? Gue enggak bisa ngomong panjang lagi karena Candra narik kepala gue kearah nonoknya minta dijilat , setelah CDnya melorot sampai dengkul kakinya .
Anjir?.kesampean juga gue jilatin dan rasain nonoknya Candra yang jembutnya gilaaaaaa !!!!!
Itilnya agak gembung , merah banget , gue tahu setelah berupaya keras menepis bulu jembutnya .
Sejenak ruang ganti sunyi , sambil ngejokil abis liang kenikmatannya Candra gue solider untuk pelorotin CD nya Rina dan Ita barengan , dan inilah pemandangan matanya pemirsa sekalian :
Candra , toketnya 34 bentuknya bagus banget , pentilnya agak gede kecoklatan , kulit seluruh bodynya coy kuning kencang mengkilat , bagian pantat ada sedikit selulit , jembutnya?khan udah tau elo pada en bulu keteknya idem ditto.
Yang jelas enggak rapi , serabutan menutup semua bagian memeknya mendekati puser .
Sambil ngedorong pantatnya kedepan supaya lidah gue bisa lebih dalam masuk kelobang nonoknya , dia terus mendesah ,
kaki kananya ngegesek pelan ****** gue dari luar CD , sambil usaha masuk dari samping CD .
Rina , yang gue pelorotin pakai tangan kanan , toketnya gede agak panjang seperti pepaya , kulitnya sawo matang , maklum Jawa
Solo sepertinya , bulu ketek anti cukur , serabutan disekitar susunya yang 36 . Pentilnya agak masuk kedalam .
Pahanya kencang , tinggi sekitar 170cm , jembutnya keriting rapi , diatur sekitar lobang nonoknya ( Sering berbikini kali..)
Lobang nonoknya memanjang , dibawah lipatan perut ada bekas jahitan Caesarnya .
Doi terus meremas susunya sambil liatin tangan gue yang lagi berusaha nurunin CD pinknya .
Supaya cepat , doi ikut ngebantu nurunin CDnya .
Ita , siimut , tinggi sekitar 158 lah , jembutnya paling jarang jadi bagian dalam memeknya yang merah muda gampang keliatan ,
toketnya kecil kenceng ukuran 32 , perutnya rata , paling kalem keliatannya tapi tangannya aktif terus megangin bokongnya sendiri , jangan – jangan doi paling hobby dibol dari belakang .
Ngimpi apa gue liat tetangga gue pada telanjang bulet , elo elo yang belum ada pengalaman maen sama bini orang , gue anjurin deh elo cari mereka bertiga , enggak resek , berpengalaman dan tahu penuh apa enaknya ML .
Kalau mau orgy cari yang sehati , kompak istilahnya dan enggak egoist , artinya mereka berupaya menikmati SEX sepenuhnya tanpa ada rasa sungkan , rilex dan terbuka .
Hal ini juga gue buktikan sebelumnya dengan 2 sahabat mahasiswi yang kompak , tapi ya kita harus konsider atas kebutuhan jajannya lah , jangan merki . Kurang yakin kemampuan ya modalin VIAGRA yang paling mahal Rp. 150.000 / pil 100 mg .
? Ya kamu pada mandi dulu deh dishower ? kata gue pelan , sambil menjilat sisa juicenya Candra yang ada disekitar bibir gue .
Candra enggak bereaksi , dia nuntun gue ketempat duduk , pas gue duduk dia jongkok didepan gue dan brebet dia tarik CD gue ,
dia pandangin seluruh kostruksi ****** gue , enggak pakai komentar yang basi seperti cerita bokep yang lain ,
? Aduh gede amat ******nya , atau sok ngebandingin sama ****** Co yang lain , itusih kuno , tipu?.!!! Jangan mau elo dibohongin sama yang bikin cerita , itukan cuma kebanggaan semu , yang penting gocekannya bukan gedenya , emangnya mau modal berat aja?tipuuuuu???
? Jangan kelamaan Can , langsung maenkan , tunjukan kecanggihannya , apa perlu gue nih yang terjun ? Rina sewot ngeliatin Candra yang masih memandang ****** gue sambil ngurut dari arah palkon kepangkalnya , tanpa komentar sambil tangan kirinya kasih kode enggak perlu , langsung ****** gue mulai dijilatin perlahan .
Seluruh kepala ****** gue ( helmnya ) dijilat berputar , doi tau bagian yang paling enak yaitu dibagian bawah Palkon sekitar sambungannya . Cairan bening gue dijilatin sambil matanya memandang arah mata gue , seolah butuh pengakuan atau komentar
Gue cuma bisa angkat 2 jempol , bravo go ahead Can .
Selanjutnya cepet banget lidahnya bergeser enggak berhenti menari disekitar batang ****** , begitu dikemot kedalam mulutnya yang memang sexy dia keluarin cadangan ludahnya , jadi rasanya ****** gue berenang didalam air ludah , enggak ada rasa gigi Cing , belajar dari banci Taman Lawang kali .
Gue udah seperti kura – kura yang dibalik , kaki gue kelayapan , gue tumpangin diatas pundaknya sambil kalau gue udah enggak tahan kepala si Candra gue bekep abis sama paha gue .
? Rina – Ita sini dong , gue mau nih megangin tetek dan nonok kamu ? Enggak sampai 2 kali order mereka langsung nyamperin gue dan Candra . Si Rina nyodorin susu pepayanya minta gue isap dan siimut Ita ngangkat kaki sebelah keatas bangku , berdiri disamping gue dan minta dirojok nonoknya dengan telunjuk gue yang masih bebas karena belum ada order .
Gue pegang nonoknya yang merah sudah rada becek , maklum turunan Cina , begitu telunjuk gue masuk dia yang gerakin pinggulnya maju mundur kaya lagi ******* aja gayanya .
Doi merem melek ngerasain bulu – bulu yang ada ditangan gue , tangannya ngusap pentil susu gue secara beraturan .
Bibirnya ngejilatin bagian dalam kuping gue yang rada caplang , kadang ngemut juga bagian gelambir telinga ogud , terus berbisik
supaya enggak kedengaran sama yang lain ? Mas Luki , pejunya jangan diabisin semua ya , kamu mau enggak ngerasain bokongnya Ita ? ?Busyet bener khan doi doyan dibool , buktinya begitu gue pindahin jari kelobang pantatnya udah rada longgar ,
gila kali pak Raja , doyan bener sodomi bokinnya yang imut .
Gue cuma ngangguk dan nyodorin bibir gue buat ngerasain juga ciumannya si Ita .
Wangi banget deh si Ita , bau Kenzonya makin ngerangsang gue .
Biar adil nonoknya Rina yang jembutnya rapi gue rojok juga , masih agak kering tapi mantap itilnya tebal , karena ngerasa agak dicuekin kali , enggak sabar si Ita sekarang jongkok dibelakang Candra , tangan kanannya ngelus tetek dan pentilnya Candra dan tangan kirinya berusaha ngobok – ngobok nonoknya Candra yang makin basah , soalnya gue liat kadang – kadang si Ita jilatin jarinya yang basah berlendir , apalagi kalau bukan juicenya Candra yang asyik banget rasanya .
Candra makin asyik aja nyepong gue , badannya menggeliat – geliat karena keasyikan dikobel Ita , gue tau terkadang Ita masukin telunjuknya kedalam pantat Candra , entar gue timpa juga deh boolnya Candra , gue berandai andai .
Gue cuma bisa teriak kecil ? *******?..gila ******* enak bener sama kamu pada , Candra uhhhh?uhhhh?.abis ini gue entotin elo ya , gue nggak mau *******in kamu dari belakang , gue mau ******* sambil terus ngeliatin nonok kamu yang jembutnya gila..?
? Rina , gue mau *******in kamu sambil duduk biar gue bisa terus meres tetek kamu yang sexy banget ? gue ngomong terus ngaco .
? Ta , gue *******in kamu dari belakang ya Ta , gue pengen ******* dilobang pantat Ta , abis elo sexy banget sih goyangnya ?
Elo gue saranin deh kalau lagi ******* musti sering – sering ngomong yang vulgar , Ce jenis apapun makin nafsu dengernya ,
dan elo gue jamin makin nafsu kalau Ce yang bukan Cabo atau Pecun teriak ngomong vulgar juga . Wuih ai jamin dah?..
? Mas Luki , nanti pejunya buat Rina juga ya , jangan disemprot semua kemulutnya Candra ? Rina sambil narik perlahan rambut gue juga turut berharap dengan memandang nafsu kerah ****** gue yang udah abis dikemot Candra .? Terus gue kebagian apa dong , gue mau juga dong ngerasain pejunya Mas Luki ? Ita protes ke Rina pura – pura belum minta jatah dari gue .
Enggak tahan gue tarik ****** gue yang enggak begitu gede dari mulutnya Candra , gue dudukin si Rina kebangku ,
gue kangkangin pahanya yang juga seperti si Dian Nitami , penasaran gue sih mau liat dalemnya .
Gue jilat itilnya yang udah rada ngegelambir , gile cing juicenya asyik banget rasanya , banyak banget dan meleleh ke bagian lobang pantatnya . Tanggung gue jilat sekalian lobang pantatnya yang berwarna coklat , yang didalamnya masih juga bejembut .
Candra bantuin ngisepin teteknya Rina , tangannya ikut bantu ngedorong kepala gue supaya makin masuk ngejilatin nonoknya Rina
yang rapi tercukur jembutnya . ? Ah gila Candraaaaa??.Mas Luki enak banget ya jilatannya , aduh mama?..mama?.aku ndak
tahan nih ,?..Candra elo apain sih pentil aku?.enakkkkkk Can?.? Rina meronta – ronta yang membuat toketnya bergelantungan kekiri dan kekanan , pemandangan semakin horny cing .
Eh kemana si imut Ita , doi kalem aja , pantat gue diangkat pelan sampai ketinggiannya sejajar kepala gue yang berada didaerah selangkangan Rina , doi duduk menyelinap melalui selangkangan gue sekarang jadi duduk menghadap ****** gue yang terayun bebas . Cepat dan tangkas dia hisap ****** gue dengan mulutnya yang mungil , maju mundur berupaya menelan habis seluruh batang ****** gue . Sesekali dia pindah mengulum biji peler gue yang jembutnya lumayanlah , wuih cing asyik banget??.
Saking imutnya seprti kancil dia menyelinap melalu selangkangan bergerak menuju arah belakang , dia remas – remas pantat gue..
Gue kaget , tiba tiba ada rasa aneh geli – geli asyik dilobang pantat gue yang sedikit berjembut ,?.ih apaan sih ?
Anjir ?..rupanya lidahnya Ita yang menari disekitar lubang pantat yang kadang – kadang dia coba julurin masuk .
Nah sekarang gue enggak heran kenapa Homo doyan dimonon , rupanya emang enak kalau bool kita dimasukan sesuatu .
?Ta?..terus Ta?.entar gantian deh gue jilatin anus kamu yang merah jambu?..terus Ta?asyik?, enak gila?..? gue sejenak melupakan tugas ngejilatin nonoknya Rina .
? Mas Luki?.Rina hampir nih?.lagi dong jilatin?.tanggung dikit lagi Mas?aduh tega ya?.? Rina mengharap gue bertindak .
Langsung gue sosor lagi nonoknya , gue jilat abis lelehan juicenya yang mengarah kelobang pantatnya , gue jilat terus ?menuju
bolnya dan Rina makin menggeliat – geliat seperti ayam yang dipotong tanggung .
? Mas?..entotin aku dong , sebentar aja deh pasti keluar ? Rina mengangkat kepala gue sambil berharap benar .
Gua bertindak gentle dong , jangan buat dia kecewa , secara berlutut gue pegang batang ****** gue yang masih basah karena
campuran ludahnya Candra dan Ita . Ita sigap pindah tempat disisi kiri Rina , sementara si Candra tetap pada posisinya dikanan
Rina sambil terus meremas toket pepayanya Rina .
Kesemuanya kelihatan menanti apa yang akan terjadi , ? Candra – Ita , gue *******in Rina duluan bukan berarti elo pada gue nomor duakan , gue janji deh elo semua satu persatu akan gue entotin juga ?
? Okay Mas , buat kita enggak ada masalah yang penting kita bener – bener ML ? Candra memberi semangat .
Gue salut abis sama si Candra , solidaritasnya tinggi , tidak egois , pantas dia jadi kepala gang .
? Ya Mas Luki , khan Mas Luki nantinya bisa ganti namanya jadi Mas Cipto ( Cicip roto ) ? si Ita ikut nimpalin .
Perlahan gue arahin ****** gue yang bentuknya agak mengarah kekiri kepalanya , enggak sulit masukin nonoknya Rina ,
tapi buat menghargai doi gue pura – pura merasa susah dong .
Blebessss??gile cing , emang bener ******* tu enak banget .
Gue tolak pinggang pakai tangan kiri , ****** gue yang 15 cm maju – mundur terus , meliuk kiri kanan , berputar mencari itil dan G spotnya Rina ???.? Mas Luki ,??ya..ya?yang disitu yang marem Mas ? Rina bergetar , semua bagian bodynya yang enak – enak ada yang bertanggung jawab , nonok – toket kiri dan kanan , lobang pantat ada koordinator lapangannya ( KorLap )
? Enak ya ******nya Mas Cipto ..eh Mas Luki ?.,?terus Rin ..goyang terus Rin?nikmatin abis?jangan ditahan – tahan ? Candra
tetap memilin pentilnya Rina sambil matanya nafsu melihat ****** gue yang bekerja dimemeknya Rina .
? Ayo terus Mas Luki ?bikin si Rina puas ,?sini dong tangannya yang satu ? Candra bernasehat sambil minta jatah dirojer nonoknya . Kalau mau jujur seharusnya gue musti muasin Candra duluan , disamping memang target utamanya khan dia tadinya ,
enggak pakai dua kali lagi gue masukin jari tengah gue kedalam nonoknya yang sudah semakin basah .
? Aghhhhhh?.agh??. aku dapet Can?aku dapet Ta??, Mas?.ini ya Mas rasanya enaknya ******* ? Rina makin mengelinjang .
? Mas?.nanti lagi ya?.Massss??.asu?.asu?..peline kui lho Mas?, maremmmmmm? hu?keliatan aslinya deh si Rina , keluar Jawanya . Gue tancep lebih dalam ****** gue , tanpa gerakan lagi gue pendam habis?.dan emang bener enaknya Ce Solo ,
tau enggak lo?tiba-tiba gue merasa ada sesuatu yang berputar – putar cepat dibagian kepala dan batang ..
? Aduh..aduh apaan nih Rin , aduh?gila asyik – asyik?.? gue senyum sambil terus tancepin ****** gue .
? Nah , baru tau dia ?makanya jangan main – main sama Ce Solo ? Rina nyubit perut gue sambil senyum lebar ngeledek .
Perlahan gue tarik keluar ****** gue yang masih ngaceng abis , keliatan makin berurat kayaknya .
? Waduh Candra , enggak salah deh kita janjian sama Mas Luki ? kata Rina sambil balik meres toketnya Candra dan Ita .
? Bener ya Rin , enak banget ya *******nya?.ih kamu keringetan banget deh ? Ita melap keringat disekitar leher sampai perutnya Rina .
? Hayo ,sekarang siapa nih yang bertanggung jawab mengeluarkan peju gue ? dengan pura – pura marah gue liat kearah Candra .
Soalnya seperti gue bilang , Candra adalah target utama , jadi dia musti tau dong .
Elo ngebayangi enggak sih Candra seperti siapa , tidak lain adalah paduan antara Iis Dahlia dan Cut Keke , nafsuin khan .
Nah gimana gue *******in Candra dan siimut Ita , ya ntar deh gue terusin ceritanya .
Elo boleh bilang bullshit , tapi yang diatas adalah cerita bener?.meskipun ada yang sedikit salah , soalnya gue enggak tahu persis
sebenarnya mereka mirip siapa?.yang jelas ******* bareng mereka asyik banget .
Satu saat , kalau mereka udah bosen ******* sama gue sendiri , elo gue ajak joint deh .
Mereka fair banget , karena memandang Sex adalah sesuatu yang harus dinikmati , yang penting jaga rahasia .
Kita harus menghormati status dan privacy keluarga mereka dong , baru kita akan sangat dihargai juga oleh mereka .
Buat pembaca Ce , mereka juga welcome kalau ada yang mau joint .
Mereka bukan lines koq , cuma sekedar pecinta Sex yang sehat , bersih dan tanpa rasa tabu dalam melaksanakannya.

(hot) a tight valentine’s day


Lynn felt sad and depressed because it was Valentine’s Day and she did not have a sweetheart. She was a beautiful young woman with a perfect and sexy figure. Her bust size was 48DD. She knew that men always adored her globes but couldn’t understand why she didn’t have a sweetheart or a lover at least for Valentine’s Day. She decided to go for a jog on the beach. She put on her loose fitting shorts and a very revealing top. She liked the way her breasts were pointy and her nipples felt so good as they rubbed against the soft fabric. She reluctantly left the house and jogged all the way to the beach.
There weren’t too many people out yet — it was only ten in the morning. She was jogging hard now and was sweating profusely. Several men stared as she passed them and let out wolf whistles. This made her smile and she stopped to lean over as if tying her shoe laces so they could get a good glimpse of her goodies. The men’s eyes almost fell out of their sockets and they drooled at her immense tits. She saw the effect she had made, winked and jogged on. She got a little turn on from that display. She was tiring now and began to slow her pace. As she got near the lifeguard’s station, she saw a real hunk of a man standing and talking to the lifeguard on duty for the day. He was a tall and bronze god-like hunk. His black bathing trunks fit him perfectly and his manhood was outlined for all to see.
She could see at least a ten-inch length hanging in his trunks and did she want to circle her tongue on that. What a nice Valentine’s gift to herself that would be. If she couldn’t have a sweetheart, then she could have a big dick between her legs before day’s end. Well it was time for her bold display of her overstuffed tits again. She was right in front of that man of her dreams and she bent down to supposedly tie her shoe laces again. One of her huge breasts actually fell out of her top. The men were watching very intently. She feigned embarrassment and quickly tried to push it back in place but it seemed to have a mind of its own. The nipple hardened and her breast just bounced right out of her hand. The hunk walked over and gently kneaded her run-a-way breast and pushed it back inside her top. Shock waves ran over her body. His hands were so gentle and struck nerves all over her body.
“Hi hot lady, my name is Ray,” the bronze god said to Lynn. She barely could move her lips as she stammered, “Hi, I’mmmmmmmm Lynnnnnnn.” It now was her turn to drool for he was inches away from her body. His dick stood up and it seemed too big to be real. Ray went on, “Your body is a real dick turn on; Let’s go for a swim to cool me off.” Lynn beamed and they both ran for the water. Her love juices were flowing and she could tell that her shorts were moist already. She didn’t mind at all that she didn’t have on a bathing suit. She would do anything for this man whom she had just met. Ray let Lynn swim ahead of him for a little bit. He swam harder and caught up to her. He reached out and pulled off her top to fully expose her gigantic breasts. He got close to her and pinched one nipple and then the other. Lynn moaned, “Ooohhhhhh.” Ray swam a little ways from her and came back underneath as he pushed his hand into the front of her shorts. Lynn was burning up now. His touch was exquisite and she wanted to ride his hand all day if she could. She pushed against his hand and one finger glided into her pussy hole. She moved up and down and down and up against his finger. Ray did not want her to cum yet so he quickly pulled his finger out of her. Lynn was disappointed that she had missed an orgasm. Ray slid his hands along the waistband of Lynn’s shorts and yanked them off of her. She blushed, “Ray, I can’t go completely naked out here.” “Shut up and enjoy it,” he responded. Ray brushed his dick against her legs and she almost reached her peak right there and then. He then pulled her to him and moved his dick between her legs. His dick felt like what she imagined a stallion’s would be like. It was at least four inches wide and it had to be twelve inches long. Lynn was breathing heavily and Ray was enjoying her horniness. He wondered whether she could take all twelve inches of him but would soon find out. Ray let go of his hold on her and swam underneath her. He opened her legs and clamped onto her clit.
Then he began to suck and suck it harder and harder. Lynn wriggled and squirmed and oooooohhhhhhh and came right into his mouth. He swallowed her sweet cum and then came up for air. Next he told her to suck on his dick. Lynn took a deep breath, swam underneath him and opened her mouth wide as he pushed his dick partly into her mouth. It was so huge and it almost choked her. But she was hot for him and tried to get as much into her mouth as she could. Ray reached behind her and spanked her hard and heavy-handedly. She encircled his penis tip with her hot and roving tongue. She couldn’t breathe but he held her firmly in place so she couldn’t come up for air. She thought she would lose consciousness before he finally let his load off into her mouth. She came up for air with a mouthful of his cum. She was about to spit it out, but he told her to swallow every last bit of it. She had never swallowed cum before and it wasn’t too bad. As a matter of fact, it was good. He seemed to be the controlling type, but right now she certainly didn’t mind. She only wanted a good fuck on Valentine’s Day.
At this point, Ray pointed out that they were going to swim to the cave on the other side of the beach. Lynn followed him there. Once there, he pulled down some flowers and vines to make a makeshift bed for them. It was in the shape of a heart. He indicated to her that it was a Valentine’s bed to fuck on. He made it especially for her and her heart leapt with joy. She didn’t mind the crude way he said it to her. Her pussy was dripping with juices and needed to be satisfied — minor imperfections of his wouldn’t bother her now. Ray pulled Lynn down beside him and began to suck on her nipples and she was immensely aroused. Her nipples grew a full 1/2-inch with his ministrations. He was rough at times and then gentle. She let out a low growl, “yeoowwwwww, that hurts but it feels so damn good, Ray.” Then she came with a full force. Her love juices flowed all over the Valentine’s bed. She straddled Ray and took his erect penis into her hands as she kneaded it and rubbed it up and down. “Suck it baby, suck it hard,” yelled Ray. Lynn obeyed him and she slurped and sucked and sucked. He spurted his cum down her throat and she gladly drank until he had no more.
Ray pushed Lynn off him and told her to lie down. She did as she was told. Ray whipped his hard-on between her legs. It was amazing how he was erect again so quickly. He seemed to be half man and half horse looking at the size and width of his dick. Lynn licked her lips and anticipated what was coming next. She was wet and Ray shoved his huge cock into her pussy hole. She was small though and it wouldn’t go in further than two inches. Lynn screamed in pain. She wanted this fuck but he was larger than she thought. Ray kept rocking back and forth for he couldn’t stop now — nothing could stop him now. He got another inch inside her wet pussy. His dick filled her up completely and there was more to go. Lynn thought she would go mad with the pain she was experiencing. “Stop Ray, pleeeeeease stop,” begged Lynn. She thought this part man, part horse, would rip her insides apart. His dick seemed to be getting larger all the time. Ray heard nothing. He was in another world. One where his dick ruled and it would not be denied. He pushed harder groaning all of the time. Another inch in.
Lynn was beating at his chest and trying to push him off. He was ram rod hard and strong as a bull. He pulled her legs wider and stretched them back behind her as far as they could go. He felt a little give and another inch of his manhood squeezed in. This was going to be the best Valentine’s fuck he had ever had. Each Valentine’s Day, he always seemed to have a new conquest and one that was too small for his giant of a dick. But perseverance and determination always won for him. Lynn was gurgling at this point. She was in so much pain and saw death as the only way out for her. This fuck certainly wasn’t what she thought she wanted or needed. He was a damned mad man and one with a dick that wasn’t one of this world. She kept trying to make him stop. She screamed and screamed but no one was around to help her and even if there had been someone around, nothing would have been able to stop Ray — not now. He was ramming her harder and harder. Her pussy lips stretched wide and tight against his dick. She thought she would split at any moment. “Fuck me, fuck me, fuck me,” Ray kept saying over and over as he grinded further into this woman with the big tits. Too bad her pussy hole didn’t match the size of her titties he thought to himself.
Lynn couldn’t stop screaming. She felt like a caged animal about to be slaughtered on Valentine’s Day no less. When she thought he had no more dick to push inside her tight pussy, another inch seemed to be added on. Ray put his hands under her ass and pulled her closer to his dick. He could fuck her for the rest of the day. Ray felt himself about to cum and “Oh Goddddddd, I am cumming,” he growled. Lynn felt that this was her saving grace. She just knew that he would shoot all of his cum inside her and then his dick would gradually slide out and she would be saved. He slowly pulled out of her, but no such luck; his dick sprang to attention again. He fell back onto their Valentine’s sex bed and pulled her on top of him. Lynn kept saying, “No, no, no I can’t endure anymore; Please let me go before your big assed dick kills me.” Ray would hear nothing of it. He spread her legs and commanded, “Sit your pussy on my dick and swallow it up inside of you.”
A miracle happened, as Lynn reluctantly sat her pussy hole onto Ray’s huge cock, it began to go in slowly and deeply until all of it was inside her. She felt such a relief and began to slide up and down on his half man, half horse cock. She was filled with a fire that would not be quenched for a long time. Ray smiled as he saw the joyful expression on Lynn’s face. He pushed up and she pushed down. Her pussy hole seemed to expand and allowed his dick easy entry in and out in and out they went. They both became animals of the wild, needing sex and wanting more and more. Lynn moaned and she groaned, “ooooooooooohhhhhh, aahhhhhhhhhhhhh, give me all of your big cock, Ray, give it to me all the way.” Ray shoved it hard and she rocked back and forth. They sped up and shock waves washed over their bodies, their brains and their sexual members. Love juices flowed for hours non stop. They both experienced orgasm after orgasm on Valentine’s Day and her pussy was stretched and made ready for this half man, half horse cock too.

apa kabar sahabat word press.com

Agustus 11, 2007

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!